Chapter 11: Zakhoroneniye
Harapan Hannes untuk melupakan jati dirinya sebagai seorang dewa pun pupus ketika itu juga. Ia tidak bisa memaksa dirinya untuk pingsan agar bisa melewatkan rasa takut yang benar-benar menyelimutinya pada saat itu. Masih di dalam mobil, Hannes tetap tidak mau turun meski Vigge sudah mengajaknya tiga kali.
Lelaki yang sudah banjir dengan keringat dingin itu pun melihat ke arah kedua temannya. Viktor dan Vigge terlihat sedang berlarian mengelilingi mobil dengan beberapa kali Yeti tersebut menghadang. Mereka seperti sedang bermain kucing-kucingan.
Hannes yang sedang mengumpulkan keberanian untuk keluar mobil pun terkejut ketika Yeti tersebut justru masuk ke dalam mobil bagian depan. Kepanikan Hannes bertambah ketika pintu depan mobil kuning tersebut ditutup oleh Viktor. Hannes berteriak kaget dan segera keluar mobil tanpa pikir panjang, sebelum air liur Yeti tersebut benar-benar menetes di atas kepalanya.
"Kalian mau membunuhku?" Hannes bergegas menutup kembali pintu mobil bagian dirinya dengan terengah-engah.
"Kau sudah kuajak keluar padahal." Vigge justru tertawa ketika melihat kemeja putih Hannes sudah basah. Bahkan jas miliknya tertinggal di dalam mobil.
"Penakut," sindir Viktor seraya melongok ke arah jendela mobil. "Ia bukan seutuhnya entitas tak kasat mata, darah monster mengalir di tubuhnya." Viktor sesekali menggerak-gerakkan jarinya di depan kaca untuk menggoda Yeti.
"Tetap saja, itu menyeramkan." Hannes berjalan mendekati Vigge yang sekarang sedang mengamati lebih dekat papan nama di gerbang besi tersebut.
Tangan Vigge berayun memegang gerbang itu. Ia mendapati lapisan kotoran yang akhirnya menempel di telapak tangannya. Itu adalah debu tertebal yang pernah Vigge sentuh. Ia menoleh ke arah Viktor yang masih asik dengan Yeti kemudian tersenyum lebar. Hannes mengamati tindakan Vigge yang sudah pasti memiliki rencana jahil untuk majikannya itu.
"Viktor? Kau sepertinya lebih tertarik dengan gorila albino tersebut daripada tujuan kita sebenarnya." Vigge menyindir dengan suara yang nyaring.
Sesuai rencana, Viktor datang mendekati Vigge dan Hannes. "Makhluk itu lucu, sepertinya akan kujadikan peliharaan."
"Kau memang sedikit lain, ya?" ujar Hannes dengan mimik muka masam.
"Bukalah gerbangnya, kau yang memimpin." Vigge yang tahu Viktor alergi debu pun mencoba menjebaknya.
Tidak perlu berpikir panjang, Viktor langsung membuka gerbang lebar-lebar kemudian masuk terlebih dahulu. Vigge yang melihat itu menunggu momen-momen di mana Viktor bersin dan sesak napas. Namun, tunggu cukup lama, Viktor masih terlihat dalam kondisi yang prima. Vigge pun keheranan sambil menatap Hannes yang ikut masuk ke arah Viktor.
"Kenapa? Kau menjebakku dengan debu-debu ini?" tanya Viktor seraya mengangkat sebelah alisnya.
"K-kau bukannya alergi debu, Viktor?" Vigge pun melangkah perlahan. Ia sekali lagi menggenggam gerbang besi tersebut dan debu itu masih tebal berada di tangan Vigge.
"Ya, lalu?" tanya Viktor enteng.
"Ini ... debu, kan?" Vigge memperlihatkan tangannya yang kotor.
Viktor sedikit mundur dari telapak tangan Vigge di depan mukanya. "Kau pernah mendengar ulat buang air besar?" tanya Viktor kemudian. "Itulah."
Vigge memelotot melihat telapak tangannya yang ternyata sedang berlumuran kotoran ulat tersebut. Sesaat kemudian kucing berwujud manusia itu panik saat mencium bau tidak sedap dari telapak tangannya. Viktor dan Hannes pun membalikkan badan dan menjauh dari Vigge.
"Hey! Jangan kabur kalian!" Vigge mengejar sambil mengibas-ngibaskan tangannya. "Bagaimana ini bisa jadi kotoran ulat kering, astaga!" sesalnya.
Mereka berlarian di pemakaman seraya mencari apa yang semestinya mereka temukan. Namun, hal ini tidak terlalu berlaku pada Hannes dan Vigge. Keduanya masih belum diberi tahu siapa nama dari ketua Nordia yang mereka cari oleh Viktor. Mereka yang tadinya dikejar oleh Vigge pun sekarang lebih terfokus karena suasana pemakaman semakin dalam semakin mencekam. Terutama Hannes.
"Sepertinya ada di depan sana," Viktor dengan sembarang menunjuk ke satu kuburan besar yang dilindungi oleh tralis besi hitam berjumbai akar.
"Sebenarnya itu makam siapa, sih?" tanya Vigge yang hanya mengenakan celana dari setelan pink tadi. Ia sudah membuka jasnya sejak di mobil tadi.
Satu-satunya manusia hidup yang memakai pakaian lengkap di sana adalah Hannes. Pada awalnya ia cukup culture shock melihat fakta bahwa Vigge juga tidak suka mengenakan pakaian seperti Viktor. Namun, mau bagaimana pun Hannes harus bisa terbiasa dengan pemandangan yang kurang mengenakan bagi kaum laki-laki tersebut.
Ketiganya langsung mendekat ke arah yang Viktor maksud. Di sana terdapat satu makam bertuliskan nama Allen Busur Audun. Nama tersebut di pahat dengan tidak biasa menggunakan jenis tulisan terbalik di atas nisan batu secara vertikal. Seseorang yang Viktor maksud akhirnya diketahui oleh Vigge dan Hannes.
Mereka berdiri cukup lama di depan makam tersebut. Posisi Viktor lebih dekat dengan pintu masuk makam Mr. Audun sedangkan Vigge dan Hannes berada sekitar lima meter di belakangnya. Hannes yang melihat Viktor sendirian dengan tangan posisi berdoa pun berbisik pada Vigge.
"Vigge, kau pernah dengar satu makhluk halus mitologi dari negara Indonia?" tanya Hannes dengan tangan kiri menyenggol seekor kucing manusia di sampingnya.
"Hah? Apa?" Vigge balik berbisik.
"Ada satu hantu bernama tuyul." Hannes terlihat menutup mulutnya sebentar untuk menahan tawa. "Viktor terlihat seperti makhluk itu."
"Hey, apakah hantu itu berwujud tampan?" Vigge malah penasaran dengan apa yang diujarkan oleh Hannes.
"Dia hantu anak kecil yang hanya menggunakan celana dalam saja." Hannes menggigit bibir bawahnya agar tidak tertawa.
"Selama itu tampan, aku tidak masalah," kata Vigge seraya mengangkat pundaknya.
Mendengar bahwa dirinya telah melakukan kesalahan besar untuk memberikan lelucon di situasi yang salah, Hannes pun memutuskan untuk tidak melanjutkan pembicaraannya. Tidak lama kemudian, Viktor membalikkan badannya dengan mimik muka kebingungan.
"Ini benar tidak ada penjagaan terhadap makam ini?" tanya Vigge seolah dapat membaca isi pikiran Viktor.
Lelaki tanpa busana yang masih bergeming itu pun mengangguk perlahan. "Sepertinya ada kejanggalan di sini." Ia mengedarkan pandangannya.
Suasana di sana cukup membuat bulu kuduk berdiri. Mereka baru menyadari jika kondisi sekitar benar-benar hening, bahkan sampai napas mereka pun terdengar jelas satu sama lain. Ini tidak akan menjadi semencurigakan itu jika mereka berada di satu pemakaman sebenarnya, tetapi hal ini seperti ada yang berbeda.
Merasa mereka tidak perlu berlama-lama di sana, Viktor pun segera memerintahkan Vigge untuk masuk ke dalam pintu makam Mr. Audun. Sedangkan, Viktor dan Hannes menunggu di luar untuk berjaga. Mereka sudah sepakat sebelumnya terkait siapa yang akan menggali makam tersebut. Namun, belum lama Vigge masuk ke dalam area makam Mr. Audun, terdengar satu teriakan dari dalam.
"Viktor! Ke sini!" Teriakan tersebut berasal dari Vigge yang terdengar panik.
Tanpa basa-basi, Viktor berlari ke arah dalam dan menyuruh Hannes untuk tetap berjaga di depan. "Ada apa?" tanyanya.
"Lihat!" Vigge menunjuk ke arah makam yang ternyata sudah tergali.
"Bagaimana bisa kau cepat sekali—." Belum selesai Viktor mengatakan demi kian, Vigge langsung menyanggahnya.
"Bukan, itu bukan aku yang menggalinya. Makam ini sudah terbuka ketika aku sampai. Lihatlah!" Vigge mengambil secarik kertas di atas peti mati Mr. Audun.
Kertas tersebut bertekstur kasar seperti terbuat dari kulit batang pohon cemara. Di sana terdapat satu paragraf tulisan usang yang cukup sulit dibaca dan menggunakan huruf latin yang terbalik juga.
"Temukan bagian tubuhku yang hilang." Kesulitan tersebut tidak berlaku untuk Viktor si ilmuwan jenius. Ia membacanya dengan lantang tanpa harus tersendat satu kata yang agak terhapus.
Di saat yang bersamaan, Vigge membuka penutup peti mati tersebut dan alangkah kagetnya ia ketika melihat jasad Mr. Audun yang dalam kondisi beku tanpa kepala, kedua tangan, dan kedua kaki. Semua bagian tubuh seolah terpotong dengan rapi menyisakan bagian badannya saja. Melihat itu, Vigge dan Viktor sempat mematung karena kaget.
Sedetik kemudian Viktor menyadari bahwa ada yang tidak beres di sana. "Hannes! Masuk, kau jangan di luar sendiri, Hannes!" teriak lelaki dengan secarik kertas yang masih ada di dalam genggamannya.
Namun, beberapa kali Viktor memanggil, Hannes tidak kunjung menjawab dari luar. Di saat yang bersamaan, dari setiap penjuru area makam Mr. Audun asap tebal mengepul dengan aroma bunga melati menyengat. Viktor dan Vigge berlari ke luar area pemakaman Mr. Audun.
Alih-alih mendapati Hannes di sana. Keduanya justru semakin terkagetkan ketika makam-makam yang ada di sekitar mereka sudah terbuka seolah tergali semuanya. Suasana makam yang tadinya hening pun, tanpa mereka sadari sudah berubah dengan suara-suara ketukan kayu tanpa irama.
"Hannes!" panggil Viktor. "Astaga, ke mana orang itu."
"Viktor, lihat!" Vigge hampir menarik kain penutup milik majikannya sesaat dirinya mendapati suatu hal yang mengerikan.
Dari satu makam tepat di hadapan mereka muncullah satu sosok mengerikan. Makhluk itu berjalan sempoyongan ke arah keduanya. Mukanya hancur dengan cairan hijau keluar dari masing-masing kelopak matanya. Sosok tersebut hampir menerkam Viktor, tetapi lelaki itu berhasil menghindar.
"Mayat hidup! Kita harus cepat menemukan Hannes." Sesaat setelah Viktor berbicara demikian, Hannes muncul dengan kemampuan lari cepatnya di hadapan Viktor se per sekian detik kemudian.
"Viktor! Di sini tidak aman." Hannes terlihat sangat panik.
Sementara itu, mayat-mayat hidup lainnya mulai bangkit dari kubur dan bergerak layaknya zombi ke arah mereka. Vigge sedari tadi melawan mayat-mayat tersebut dengan cakarnya. "Mereka semakin banyak!" teriak Vigge.
"Aku sudah mendapatkan tangan Mr. Audun." Hannes mengangkat tangan kanannya yang sedang menggenggam potongan tangan Mr. Audun yang hilang.
"Hey, bagaimana bisa?" Viktor pun ternyata baru menyadari jika Hannes sudah menggenggam tangan itu.
"Nanti kuceritakan, sekarang sebaiknya kita pergi dari sini, ayo! Aku sudah menduplikasi sidik jarinya juga." Hannes melemparkan potongan tangan tersebut ke arah mayat hidup wanita hamil dengan perut terkoyak. "Pegangan padaku, tetapi jika aku pingsan ketika keluar dari pemakaman ini, tolong bantu angkat aku ke mobil, ya?"
Viktor dan Vigge pun memegang kedua tangan Hannes. Mereka bergerak seperti menaiki roller coaster. Berputar-putar lebih cepat dari kecepatan mobil kuning Viktor. Tidak membutuhkan waktu lama sampai akhirnya Hannes menemukan jalan keluar setelah menyerobot menabrak mayat hidup yang menghalangi jalan mereka. Baru kali ini Viktor merasakan sensasi yang membuatnya ingin mencobanya sekali lagi.
Sesampainya mereka di depan gerbang pemakaman, sesuai dengan perkataan Hannes tadi, lelaki berkemeja putih yang sudah robek itu pun pingsan. Karena mayat hidup itu masih terus mengejar mereka, tanpa pikir panjang Viktor menyuruh Vigge untuk menggendong Hannes masuk ke dalam mobil.
Viktor bergegas menutup gerbang pemakaman tersebut dan menguncinya dengan batang kayu yang ia selipkan di kedua mulut gerbang. Matanya masih terpana dengan mayat hidup yang memberontak ingin keluar dari area pemakaman itu. Viktor tersenyum lebar dan memanggil Vigge yang sudah memposisikan Hannes duduk di dalam mobil.
"Vigge, ambil ponsel dan cepat foto aku!"
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top