Chapter 48 - Two Fox Masks
Kazuo berlari dengan kecepatan kilat. Ia tidak tahu ia sudah berlari berapa kilometer. Ketika Kagaya memintanya untuk menyusul (Y/n) dini hari tadi, Kazuo langsung menyetujuinya dengan cepat. Ia pun berlari ke tempat di mana (Y/n) berada.
Gadis itu belum kembali dari misinya kemarin malam bahkan hingga hari sudah menjelang pagi. Kagaya yakin jika (Y/n) sedang berada dalam kesulitan. Maka, ia pun mengutus Kazuo untuk menyusul gadis itu dan mengecek keadaannya apakah (Y/n) baik-baik saja atau tidak.
Harapan Kazuo agar (Y/n) dalam kondisi baik-baik saja langsung pupus seketika ketika ia melihat gadis itu berbaring di tengah hutan. Sebuah luka menganga di sisi kiri tubuhnya. Di sekitar (Y/n), tanah telah berubah menjadi warna merah kecokelatan akibat darah milik gadis itu yang terus mengalir sejak tadi. Kini darah itu telah diresap oleh tanah.
"(Y/N)!"
Dengan panik, Kazuo langsung mengangkat tubuh gadis itu ke pangkuannya. Ia mengecek nadi (Y/n) di lehernya. Keterkejutan seketika menyelimutinya ketika nadi milik gadis itu sudah tidak berdenyut lagi.
"Jangan mati, (Y/n)! Kumohon!"
Wajah (Y/n) yang pucat dan membiru membuat siapapun tahu jika gadis itu telah meninggal. Yang tersisa kini hanya tubuhnya saja. Jiwanya telah pergi ke sisi Tuhan Yang Maha Esa.
Tanpa berlama-lama larut dalam kesedihannya, Kazuo langsung mengangkat tubuh (Y/n) dan pergi dari sana.
***
Cahaya yang sangat menyilaukan membuat (Y/n) terbangun. Ternyata cahaya itu berasal dari sinar matahari. (Y/n) pun bangkit berdiri dan menatap ke sekelilingnya sambil berpikir di mana dirinya sekarang.
Hamparan padang rumput yang terbentang luas menjadi pemandangan yang ia lihat. Pikirannya seketika melayang pada saat di mana (Y/n) melawan Akaza. Ia pun menyentuh luka di sisi kiri tubuhnya. Namun, tidak ada apa-apa di sana. Bahkan, haori yang dikenakannya pun bersih seperti semula.
Kebingungan pun melanda (Y/n). Ia bertanya-tanya di mana dirinya sekarang. Bukankah seharusnya ia sudah mati? Tapi, kenapa justru sekarang ia berada di padang bunga seperti ini? Apa yang sedang terjadi?
"Senang bisa bertemu denganmu, (Y/n)."
Sebuah suara itu mengejutkan (Y/n). Ia pun menoleh ke asal suara itu. Ketika ia melihat siapa pemilik suara itu, ia pun kaget. Lelaki bersurai peach dengan topeng rubah di wajahnya itu sedang menatap (Y/n). Ia pun melepas topeng rubah itu. Sebuah senyuman terlihat di baliknya.
"Sa...bito?"
"Konnichiwa, (Y/n). Kami sudah lama ingin bertemu denganmu sejak itu."
Suara feminin itu membuat (Y/n) tersadar jika di sana tidak hanya ada dirinya dan Sabito saja. Melainkan ada seseorang lagi.
"Makomo, jangan tiba-tiba muncul seperti itu."
Makomo pun terkekeh dan melepaskan topeng rubah di wajahnya. "Maaf, maaf. Aku terbiasa melakukannya."
"Mengapa aku bisa ada di sini dan bertemu dengan kalian? Dan, bukankah seharusnya kalian sudah berada di Gunung Sagiri?" (Y/n) pun akhirnya bertanya tentang apa yang sebenarnya terjadi saat ini.
"Kami sengaja memanggilmu ke sini. Maaf jika kau merasa terkejut," ujar Makomo sambil tersenyum.
"Tidak apa-apa. Aku pun ingin meminta maaf karena aku tidak bisa menyelamatkan kalian saat Ujian Akhir itu," ucap (Y/n) menyesal dan merasa bersalah. Ia tidak bisa mengubah keadaan di saat ia tiba di tiga tahun sebelum keluarga Tanjirou terbunuh.
"Jangan merasa bersalah, (Y/n). Justru kami harus berterima kasih padamu. Keberadaanmu di sini sangatlah membahagiakan," ucap Sabito dengan senyum yang sama seperti yang ia tunjukan pada Tanjirou saat itu.
(Y/n) pun membalas senyuman Sabito itu. Ia pun berkata, "Aku belum berhasil menyelamatkan mereka semua, Sabito-san. Jangan berterima kasih padaku dulu. Simpan terima kasihmu itu untuk nanti."
"Baiklah, baiklah. Aku menuruti keinginanmu," ucapnya.
"Apakah... aku sudah benar-benar mati?"
Pertanyaan (Y/n) itu disambut oleh senyuman di wajah Makomo. "Tidak, (Y/n). Kau masih hidup. Mereka menunggumu untuk bangun."
"Aku... masih hidup? Bagaimana bisa?" tanyanya sangsi. Hei, ia sudah merasakan kematian beberapa saat yang lalu. Tetapi, bagaimana bisa Makomo berkata yang sebaliknya?
"Benar. Kau masih hidup, (Y/n). Karena kami yang memanggilmu ke sini, jiwa di dalam tubuhmu tidak pergi ke tempat yang seharusnya. Kau tahu kan maksud 'tempat yang seharusnya' itu?" tanya Makomo.
"Maksudmu, surga dan neraka?"
"Benar."
(Y/n) mengerjapkan matanya bingung. Ah, tapi keberadaannya di sini secara tiba-tiba pun sudah menjadi suatu kebingungan. Maka, (Y/n) pun hanya tersenyum menanggapinya.
"Kau bisa menyelamatkan dunia ini sekali lagi, (Y/n)," ujar Sabito.
Senyum di wajah (Y/n) menghilang. Ia menatap ragu lelaki itu. "Apakah kalian... yakin?"
"Tentu saja kami yakin. Kau pasti bisa menyelamatkan dunia ini. Percayalah pada dirimu dan orang-orang di sekitarmu, (Y/n)." Kali ini Makomo yang menegaskan perkataan Sabito.
(Y/n) pun menatap mereka berdua dengan tatapan berterima kasih. Meskipun ia masih merasa bingung atas apa yang terjadi, setidaknya perkataan mereka berhasil membangkitkan sesuatu di dalam dirinya.
"Sampai jumpa lagi, (Y/n)."
Itu adalah ucapan terakhir dari Sabito sebelum Makomo dan Sabito mendorong perlahan bahu (Y/n). Mengembalikan jiwa itu ke tubuhnya semula.
***
(Y/n) membuka matanya dengan cepat. Langit-langit ruangan yang berwarna cokelat itu menjadi pandangannya saat ia membuka matanya. Ia memicing sejenak, memastikan penglihatannya baik-baik saja.
Ketika manik (e/c) milik (Y/n) itu tiba-tiba terbuka, seruan seseorang mengejutkan (Y/n) dan membuat semua orang yang ada di sana langsung mengerumuninya. Membuat stok udara yang ada di sekitar (Y/n) terasa menipis.
"(Y/n)-chan! Kukira kau benar-benar sudah meninggal!"
Mitsuri berseru paling kencang dan juga menangis paling keras. Ia langsung memeluk tubuh gadis yang sedang berbaring di atas ranjang itu. Akibat pelukan erat dari Mitsuri itu, (Y/n) merasa nyeri di sisi kiri tubuhnya, tepat di bagian tulang rusuk.
"M-Mitsuri-san, sakit!"
Ucapan (Y/n) itu membuat Mitsuri dihadiahi tatapan tajam dari arah sekitarnya. Maa... begitulah.
"(Y/n)-chan, bagaimana keadaanmu sekarang? Apa yang kau rasakan?" Shinobu langsung menodong (Y/n) dengan pertanyaan.
"Aku merasa baik-baik saja. Tenang saja."
Jawaban gadis itu membuat mereka yang mengelilingi (Y/n) seketika menghela napas lega secara bersamaan. Syukurlah, pikir mereka demikian.
"Matsumoto-san berkata jika kau sudah tidak bernapas lagi. Maka dari itu, kami semua pun panik. Sementara itu, Shinobu-chan tetap berusaha menyembuhkan lukamu," jelas Mitsuri.
"Ah, begitu ya. Terima kasih, Shinobu-san," ujar (Y/n) sambil tersenyum.
"Apa yang sebenarnya terjadi padamu, (F/n)?" Kali ini Kyoujurou yang bertanya.
(Y/n) pun berusaha untuk duduk bersandar dibantu oleh Shinobu. Lalu, ia mulai menjelaskan.
"Aku bertarung melawan Iblis Bulan Atas Ketiga. Dan, yah, yang seperti kalian lihat, aku kalah."
"Iblis Bulan Atas Ketiga?! Maksudmu, Akaza?!" Kyoujurou berseru.
"Ya. Iblis yang sama dengan yang kau lawan saat itu, Rengoku-san," sahut (Y/n).
"Dengan lukamu yang separah itu, kenapa kau tidak menyembuhkannya?" tanya Giyuu. Kali ini Giyuu yang pendiam mendadak bertanya.
"Sepertinya, aku tidak bisa menyembuhkan diriku sendiri dengan kekuatan itu," jawab (Y/n).
"Kau serius?!" Mitsuri yang pertama kali merespon.
"Aku hanya menduganya. Tapi, aku yakin itu adalah kebenaran," ujar gadis itu.
Keheningan pun seketika menyelimuti mereka. Sibuk dengan pikiran mereka masing-masing hingga Shinobu mengeluarkan suaranya.
"Karena kita sudah tahu (Y/n)-chan baik-baik saja, lebih baik kita membiarkannya untuk istirahat. Aku tahu kondisinya belum benar-benar pulih," ujar Shinobu yang disetujui oleh mereka yang ada di sana, kecuali (Y/n).
Setelah kepergian para Hashira—sebelumnya Mitsuri ingin berada di sana lebih lama namun diusir oleh Shinobu—(Y/n) pun merenung. Ia sama sekali tidak menyangka jika ia akan bertemu dengan Sabito dan Makomo. Tetapi, ia mensyukuri pertemuannya dengan mereka.
Ya, ia mensyukurinya meskipun ia tidak bisa menyelamatkan mereka saat itu.
***
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top