Chapter 39 - Without Words
Kabar Kagaya yang sudah dapat melihat lagi karena berkat (Y/n) sudah tersebar di seluruh anggota pemburu iblis. Hanya saja fakta tentang kekuatan penyembuhan (Y/n) itu hanya diketahui oleh para Hashira. Tidak disebarkan kepada anggota pemburu iblis yang lain. Khawatir jika nantinya akan ada banyak orang yang mengantri untuk disembuhkan oleh (Y/n). Untuk mencegah hal itu, maka Kagaya merahasiakannya dari mereka.
Hari ini adalah hari yang damai dan tenang. (Y/n) sedang tidak ada kerjaan saat ini. Ia tidak tahu harus berbuat apa. Saat ini ia sedang menjemur selimut miliknya. Beruntung sinar matahari bersinar dengan terik saat ini.
Sambil menjemur, (Y/n) bersenandung ria. Ia menyenandungkan lagu yang sudah ia ingat di dalam kepalanya. Baru saja (Y/n) berniat untuk kembali ke dalam rumahnya ketika namanya dipanggil seseorang.
"(F/n)."
Karena mendengar namanya dipanggil, (Y/n) mengurungkan dirinya untuk masuk ke dalam rumahnya. Ia menoleh ke arah kiri untuk melihat siapa yang memanggilnya. Karena asal suara itu berasal dari sebelah kiri (Y/n).
"Ah, ada apa Tomioka-san? Apa kau tidak ada misi hari ini?" sapa (Y/n).
"Tidak ada. Aku hanya ingin menemuimu."
"Apa kau ingin meminta sesuatu?" tanya (Y/n) sambil menata selimut yang dijemurnya agar terlihat rapi.
Giyuu mendekat pada gadis itu. Ia menatapnya lalu berkata, "Aku lapar."
Mendengar apa yang diucapkan oleh Giyuu membuat (Y/n) bingung. "Jika kau merasa lapar, bukankah seharusnya kau makan, Tomioka-san? Bukan datang menemuiku, bukan?"
"Aku ingin makan masakanmu."
(Y/n) berbalik dan menatap Giyuu yang berdiri menjulang tinggi di hadapannya. "Apa yang ingin kau makan? Aku akan memasaknya untukmu."
"Salmon rebus. Aku ingin itu," jawabnya dengan nada datar khas miliknya.
"Baiklah."
***
(Y/n) tiba di kediaman seorang Hashira Air, Tomioka Giyuu. Gadis itu tidak memasak di rumahnya sendiri. Melihat Asano yang sedang berkonsentrasi penuh menulis sesuatu, (Y/n) tidak ingin mengganggunya. Maka, ia memutuskan untuk memasak di rumah Giyuu saja.
Tujuan (Y/n) adalah dapur. Persediaan makanan di rumah Giyuu sangat banyak. Bahkan, hingga ada beberapa buah-buahan dan sayur-sayuran yang sudah membusuk. Entahlah. Mungkin lelaki itu selalu makan di kedai atau di sebuah restoran.
(Y/n) mengambil pisau untuk memotong ikan salmon di hadapannya. Ia memotongnya dengan sangat hati-hati. Sampai sebuah tangan yang kekar melingkar di pinggangnya. Membuatnya melonjak kaget dan pisau di tangannya hampir menggores kulit tangan (Y/n).
"T-Tomioka-san?"
"Hm."
"Apa yang kau lakukan? Aku sedang memasak untukmu," ucap (Y/n) gugup.
Saat ini Giyuu sedang memeluknya dari belakang. Tanpa izin dari si empunya tubuh yang berada di pelukannya. Membuatnya terlonjak kaget.
(Anggap aja itu Giyuu dan kamu ya, tp kalian gak senyum kek gitu :>)
"Tolong diam sebentar, (F/n)," pintanya.
Otomatis (Y/n) diam dalam posisi yang awkward. Tangan kanannya yang memegang pisau mengapung di udara. Sementara itu tangan kirinya memegang salmon di atas papan kayu untuk memotong.
Mereka berada dalam posisi itu untuk beberapa saat. (Y/n) dapat merasakan detak jantung milik Giyuu dari balik punggungnya. Karena jarak di antara mereka yang sangat tipis. Setipis jarak antara atom-atom yang tidak saling bersentuhan.
"Maaf, aku tiba-tiba memelukmu. Aku... tiba-tiba ingin melakukannya," ujarnya sambil melonggarkan tangannya di pinggang (Y/n). Wajahnya menatap ke arah lain. Dengan semburat merah yang perlahan muncul menghiasi pipinya.
"T-Tidak apa-apa," sahut (Y/n) gugup. Jantungnya masih berdetak kencang karena tindakan Giyuu yang tiba-tiba tadi. Mungkin sebab lelaki itu mendadak memeluknya? Entahlah.
"Aku akan menunggumu di ruang tengah," ucapnya lalu pergi dari hadapan (Y/n).
Sambil menetralkan detak jantungnya yang berdetak dengan kecepatan tak normal, (Y/n) melanjutkan kegiatan memasaknya. Ia sendiri tak yakin apakah rasa masakannya kali ini akan tetap enak atau justru akan berakhir di tempat sampah. Tingkah laku Giyuu yang sulit ditebak tadi membuatnya tidak dapat berpikir jernih. Entah apa yang ada di pikiran Giyuu saat ia memeluk (Y/n) tadi.
Setelah merapalkan doa dalam hati, (Y/n) selesai membuat salmon rebus untuk dirinya dan Giyuu. Ia meletakkan kedua mangkuk ke atas nampan lalu membawanya menuju ruang tengah, tempat di mana Giyuu menunggu (Y/n).
"Itadakimasu!"
Selesai mengucapkan satu kata itu sebelum makan, (Y/n) mengambil sepasang sumpit lalu menyuap nasi ke dalam mulut. Giyuu juga melakukan hal demikian. Rasa gurih dari ikan salmon memenuhi kerongkongannya.
"Masakanmu selalu enak."
Mendengar pujian yang keluar dari mulut Giyuu, membuat (Y/n) memerah seketika. Namun ia langsung menutupinya agar lelaki di hadapannya itu tidak mengetahuinya.
"Ah, bagus jika itu benar. Aku senang mendengarnya." Ia tersenyum.
Mereka lanjut menyantap masakan (Y/n) itu dalam keadaan yang hening. Hanya terdengar suara burung yang berkicau dan suara nyaring tonggeret yang menjadi ciri khas di musim panas.
Selesai makan, (Y/n) membereskan semua perabotan bekas makan mereka. Ia mencucinya hingga bersih lalu meletakkannya ke tempat semula.
(Y/n) duduk di teras samping kediaman Giyuu. Ia duduk di tepi lantai kayu yang berjarak cukup tinggi di atas tanah. Sambil bersenandung, ia mengayunkan kedua kakinya berlawanan arah menerpa angin.
"Kau menyanyikan lagu apa?"
Suara bariton milik Giyuu mengejutkan (Y/n) seketika. Namun, raut wajahnya berubah normal tiga detik kemudian.
"Lagu yang sering dinyanyikan oleh ibuku," jawab (Y/n) tanpa memandang Giyuu yang duduk di sampingnya.
Pikirannya menerawang mengingat wajah cantik wanita yang melahirkannya. Kecantikan dan kebaikan hati ibunya yang menurun ke dirinya saat ini.
"Apa judulnya?"
(Y/n) menoleh dan tersenyum miring. "Ibuku tidak pernah memberitahuku judul lagu itu."
"Mengapa?"
"Entahlah. Aku tidak tahu." (Y/n) mengangkat kedua bahunya sebagai tanda ia tidak tahu.
"Coba kau nyanyikan sekali lagi lagu itu," ucap Giyuu.
"Suaraku tidak bagus, jadi aku takut kau merasa terganggu mendengarnya," ujar (Y/n) panik.
"Tidak akan seperti itu. Lakukan saja kali ini."
(Y/n) menghela napas pasrah. "Baiklah..."
Gadis itu membuka mulutnya. Suaranya yang merdu menyapa telinga Giyuu. Membuat lelaki itu terpesona pada (Y/n) seketika. Lagu tanpa kata-kata itu terdengar sangat indah. Yang dapat membuat siapapun ingin mendengarnya lagi dan lagi.
(Y/n) membuka matanya. Selama bernyanyi, ia menutup matanya. Menurutnya, menyanyi sambil menutup mata dapat mengalirkan emosi dan kenangan-kenangan yang indah di dalam kepalanya.
"Suaramu sangat indah."
Gadis itu menoleh saat Giyuu mengatakan tiga kata tak terpikirkan itu. Ia mendapati lelaki itu menatap jauh ke depan, tak memandang dirinya. Rona berwarna merah berada di sekitar pipinya.
(Y/n) terkekeh. "Arigatou."
Banyak hal-hal yang tak terduga terjadi hari itu. Kebersamaannya dengan Giyuu membuat dirinya menghangat seketika. Tidak pernah terpikirkan olehnya sekalipun jika kejadian di hari ini akan ia alami di kehidupan (Y/n) yang biasa saja. Hari-hari yang ia habiskan terasa datar.
Ya, itu berubah semenjak kematian sahabat terbaiknya.
Sahabat yang selalu ada di saat ia bahagia maupun sedih. Seseorang yang sangat berarti baginya. Kini ia telah tiada. Hal apapun yang (Y/n) lakukan tidak akan mengembalikannya lagi. Yah, satu-satu hal yang bisa ia lakukan hanya merelakan kepergiannya.
Ya, hanya itu.
***
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top