Chapter 37 - Runaway!

Kegelapan. Tidak ada apa-apa yang bisa dilihat kecuali sebuah lilin redup yang ia yakin sebentar lagi akan padam. Gadis itu bangun dari posisi tidurnya. Ia duduk sambil menatap sekelilingnya. Berharap agar bisa melihat sesuatu di sekitarnya.

Pintu di hadapannya tiba-tiba terbuka. Menampakkan seseorang dengan nampan di tangannya. (Y/n), gadis itu, tidak tahu apa yang dibawa oleh orang itu. Tapi, ia sangat mengenal siapa orang yang saat ini meletakkan nampan itu di atas meja.

"Akhirnya kita bertemu ya, (Y/n)-chan!"

Manik yang berwarna sama dengan nichirin (Y/n) membuat gadis itu langsung tahu siapa orang itu.

"Douma." (Y/n) menyebutkan namanya. Untuk sesaat, gadis itu mengedarkan pandangan. Ia menatap ke setiap sudut ruangan. Barangkali ada suatu cara untuk melarikan diri dari sini. Karena sama sekali tidak mungkin jika ia menetap di tempat itu, bukan?

"Ah, ini makanan untukmu. Tenang saja, ini makanan untuk manusia sepertimu. Tentu saja tidak ada racunnya." Douma mengambil nampan yang tadi ia letakkan dan memindahkannya ke hadapan (Y/n). Menunggu gadis itu untuk mencicipinya.

Suara Douma membuyarkan lamunan (Y/n). Sejenak gadis itu mengamati makanan di hadapannya. Lantas, ia memicing curiga. "Apa buktinya jika makanan itu tidak ada racunnya?" tanyanya.

Jangankan racun, bagaimana jika ada darah Kibutsuji Muzan di makanan itu? Mengingat Muzan yang menginginkan dirinya menjadi salah satu Junikizuki membuat pikiran itu terlintas di kepala (Y/n).

Douma terkekeh. "Bagaimana membuktikannya, ya? Aku tidak suka makanan manusia, karena aku lebih suka memakan manusia itu langsung," jawabnya santai.

"Biar aku yang makan."

Suara tegas itu terdengar di ambang pintu. Akaza menyandarkan bahu kirinya ke sisi pintu. Ia melipat tangannya di depan dada. Langkahnya mendekat ke arah mereka. Mengambil sumpit di atas nampan, sebelum menyuap nasi yang ia ambil dari mangkuk itu.

Tindakan Akaza itu menarik rasa bingung dari diri (Y/n). Mengapa lelaki itu mau memakan makanan tersebut hanya untuk membuktikan kalau tidak ada racun di dalamnya? (Y/n) sama sekali tidak paham. Namun, melihat Akaza yang baik-baik saja setelah memakannya, gadis itu memutuskan untuk memakannya. Meskipun rasa ragu masih sedikit menyelimuti dirinya.

"Kalian tidak makan?" tanya (Y/n) sambil makan. Namun, seketika ia ingat, "Ah, aku lupa kalian bukan manusia." Ia tertawa kikuk, merutuki kebodohannya.

Suasana yang terlalu sunyi membuat (Y/n) merasa tak nyaman. Namun, siapa juga yang akan menciptakan suasana yang sebaliknya di tempat seperti ini? Sekarang (Y/n) sedang menjadi tawanan.

"Bisakah kalian menambah penerangan di ruangan ini? Ini terlalu gelap," ujar (Y/n) memecahkan suasana. Kemudian, ia meletakkan sumpit di atas mangkuk. "Juga terima kasih atas makanannya."

"Tentu saja. Sebentar." Douma menyalakan lebih banyak lilin. Ternyata ada banyak lilin di sekitar mereka sejak tadi. Hanya saja sumbu dari setiap lilin tersebut tidak dinyalakan.

"Terima kasih," ucap (Y/n) singkat.

Keheningan kembali menyelimuti mereka. (Y/n) memang memilih untuk diam. Ia juga tak akan berakrab ria dengan dua Iblis Bulan Atas di dekatnya itu. Namun, entah mengapa, keberadaan mereka berdua sama sekali tidak membuat (Y/n) merasa tak nyaman. Keduanya sama seperti manusia yang biasa ia sebut dengan kata "teman".

"Apa tujuan kalian membawaku ke sini?" celetuk (Y/n) tiba-tiba seraya menyesap ocha dari dalam gelas di tangannya. Ia menatap kedua Iblis di hadapannya itu sambil meletakkan gelas ke atas nampan dengan hati-hati. Wajahnya tak menunjukkan ekspresi apapun.

"Kami tidak diberitahu apa tujuan 'orang itu' membawamu ke sini," ucap Akaza tiba-tiba. "Kami hanya mematuhi perintahnya saja."

Mendapati Akaza menjawab pertanyaannya, seketika (Y/n) menaikkan sebelas alisnya. Apakah ia tidak salah dengar? Akaza menjawab pertanyaannya tanpa berpikir dua kali. Bukankah ini hal yang langka? Mengingat ia tidak akan semudah itu membeberkan sesuatu. Terlebih hal yang ia katakan berkaitan dengan Kibutsuji Muzan.

"Itu artinya kalian menjadi budak dari 'orang itu', bukan? Menuruti semua perintahnya dan mengikutinya ke manapun ia pergi. Bukankah begitu?" ujar (Y/n), menatap mereka satu per satu. Melihat air muka mereka yang berubah, ia kembali berkata, "Maaf, sepertinya aku terlalu banyak bicara."

(Y/n) memang sengaja meminta maaf karena ia tidak ingin menyulut api di sana. Rencananya akan hancur jika ia membuat mereka marah padanya. Tentu saja, rencana yang (Y/n) susun akan memerlukan bantuan mereka. Tidak, lebih tepatnya memaksa bantuan dari mereka berdua.

"Jangan terlalu akrab dengannya."

Suara bernada datar itu menginterupsi pembicaraan mereka. Tanpa menoleh, Douma sudah tahu siapa yang akan berkata seperti itu.

"Memangnya mengapa, Kokushibou-dono?" Douma menyahut.

"Ia adalah salah satu Hashira yang harus kita musnahkan. Tetapi, saat ini kalian malah berbincang dengannya," ujarnya lagi. Kokushibou melirik ketiga makhluk hidup yang ada di dalam ruangan itu. Tatapannya tidak bisa dijelaskan.

Tangan (Y/n) bergerak meletakkan gelas yang kini telah kosong ke atas nampan. Membuat suara ketukan antara gelas dan nampan terdengar jelas di sana. "Aku pun ingin membunuh kalian, tapi aku juga ingin mengenal kalian. Apakah hal yang seperti itu tidak bisa dilakukan bersamaan?" celetuknya.

Kokushibou hanya diam. Ia memilih untuk tidak mengatakan apapun. Namun, tak lama kemudian ia pergi dari sana. Entah pergi ke mana.

"Untuk apa kau mengenal kami lebih jauh, lalu setelahnya membunuh kami? Apa untungnya?" Kali ini Akaza bertanya setelah kepergian Iblis Bulan Atas Pertama itu.

Gadis itu tidak menjawab pertanyaan Akaza. Ia memilih untuk bangkit berdiri dari atas futon yang sebelumnya ia duduki. Kemudian, (Y/n) mendekat ke arah deretan lilin yang menyala di sekeliling ruangan itu. Lilin itu diletakkan di atas meja kayu setinggi pinggang (Y/n). Tangannya menelusuri sisi meja kayu itu.

"Aku hanya ingin bilang: terima kasih atas makanan dan perbincangan hangat tadi," ucap gadis itu. Ia menarik senyumannya.

Seusai mengucapkan satu kalimat tersebut, (Y/n) melempar lilin di dekatnya ke arah Akaza dan Douma yang sedang berdiri. Api merambat dengan cepat. Membakar futon serta dinding-dinding kayu di sekitar mereka.

Saat pandangan kedua Iblis Bulan Atas itu terhalang oleh kobaran api, (Y/n) sudah keluar dari ruangan tersebut. Ia berlari melewati pintu-pintu yang terbuka di hadapannya. Tujuannya hanya satu, yaitu keluar dari tempat ini.

Setiap pintu yang terbuka, (Y/n) memasukinya. Ia tahu Douma dan Akaza sedang mengejarnya. Ke manapun ia pergi, pasti mereka berdua sudah menyusulnya. Membuat (Y/n) harus bergerak lebih cepat. Ditambah Nakime yang membuka semua pintu itu untuknya membuat (Y/n) semakin sulit untuk kabur.

"Sudah kuduga mereka tahu aku akan lari dari sini," gumam (Y/n) sambil menoleh ke belakang dan bertatapan dengan Douma dan Akaza.

Kepanikan yang melanda (Y/n) membuat gadis itu tidak dapat berpikir jernih. Rencananya ternyata tidak sesempurna itu. Ia lupa fakta bahwa Nakime-lah yang membuka tutup setiap pintu yang dilewatinya. Membuat dirinya berada semakin dekat dengan Douma dan Akaza yang mengejarnya.

Sebuah pintu terbuka. Kali ini, di dalam pintu itu hanyalah ada kegelapan tak berujung. Bukan ruangan yang (Y/n) lihat setiap pintu terbuka. Tanpa pikir panjang, (Y/n) masuk ke dalam pintu itu.

***

"Jadi, hanya (Y/n) saja yang tidak kembali?"

Para Hashira berkumpul siang itu. Pertemuan yang diadakan secara mendadak itu dipimpin oleh Amane, istri Kagaya. Ia mengamati satu per satu Hashira yang hadir di sana. Namun, mereka tidak lengkap. Kurang keberadaan satu orang lagi yang sebenarnya ingin Amane temui saat ini.

"Itu benar, Amane-sama," sahut Mitsuri. "Aku tidak bertemu dengannya lagi setelah pertarungan berlalu."

"Lalu, siapa yang terakhir kali melihatnya?" Amane bertanya lagi. Berusaha mengumpulkan informasi tentang keberadaan (Y/n) yang tiba-tiba menghilang. Pasalnya, gadis itu tidak pernah menghilang seperti ini. Ia selalu hadir di setiap pertemuan yang diadakan.

"Aku yang terakhir kali melihatnya."

Muichirou yang menjawab membuat tatapan Amane beralih padanya. Wanita itu kembali bertanya, "Ke mana ia pergi?"

"Sebuah pintu yang tiba-tiba terbuka menariknya masuk ke dalam. Aku tidak tahu itu pintu apa. Namun, pintu itu langsung menghilang ketika (Y/n) masuk ke dalam sana," jelasnya.

Amane menghela napas panjang. Masalah yang kemarin belum selesai. Sekarang bertambah masalah yang lain. Keberadaan (Y/n) yang tiba-tiba menghilang merupakan kejadian yang cukup aneh. (Y/n) tidak mungkin akan menghilang begitu saja apalagi selama ini ia sudah berusaha keras agar bisa menyelamatkan orang-orang yang tak bersalah.

Ia hanya bisa berharap (Y/n) baik-baik saja saat ini.

***

First published :: January 6th, 2020
Revised :: October 24th, 2022

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top