Chapter 36 - Unbelievable
Di sebuah ruangan berdimensi yang sulit dijelaskan, para Iblis Bulan Atas berkumpul di sana. Suara petikan biwa mengisi keheningan di sana. Mereka menunggu kedatangan Muzan, sebagai pemimpin mereka. Sambil menunggu mereka membicarakan hal-hal yang terlintas di benak mereka masing-masing.
"Hei, Wanita Biwa. Apa Muzan-sama belum datang?" Akaza bertanya pada Nakime. Menghindari perkataan Gyokko yang ditujukan padanya.
"Beliau belum datang."
"Kalau begitu, di mana Iblis Bulan Atas Pertama? Tidak mungkin ia sudah mati." Akaza bertanya lagi.
Nakime hanya diam tidak menjawab.
Sementara itu, Douma yang tiba-tiba muncul di sebelah Akaza mengalihkan perhatiannya dari Nakime. Ia merasa risih saat Douma mengalungkan tangannya di sekitar lehernya. Seolah-olah ia dan dirinya merupakan teman akrab.
"Lepaskan."
"Hm?"
"Singkirkan tanganmu."
Sedetik kemudian, rahang bawah Douma sudah dipukul oleh tangan Akaza. Membuat darah keluar mengotori pakaiannya. Pukulan itu tidak berarti apa-apa. Karena pada saat selanjutnya rahang bawah Douma itu sudah beregenerasi.
"Pukulan yang bagus. Sepertinya kau sudah bertambah kuat sejak terakhir kali kita bertemu, Akaza-dono." Douma justru memuji Iblis Bulan Atas Ketiga itu. Membuat yang dipuji olehnya melirik tajam padanya.
"Iblis Bulan Atas Pertama sudah sampai di sini paling awal. Ia ada di sini sejak tadi," ujar Nakime tiba-tiba.
"Aku di sini. Muzan-sama... telah tiba."
Pandangan mereka tertuju pada Muzan yang sedang berdiri dengan gravitasi yang berlawanan. Ia meneteskan suatu cairan ke dalam sebuah tabung reaksi. Di sekitarnya terdapat gelas beaker, erlenmeyer, dan beberapa tabung reaksi yang berada pada raknya.
"Gyuutarou sudah mati. Jumlah Iblis Bulan Atas telah berkurang."
"Oh, begitu. Saya minta maaf karena sayalah yang membawa Gyuutarou ke sini. Bagaimana cara saya minta maaf? Apakah Anda akan mencungkil mata saya atau—"
Muzan membantahnya, "Aku tidak butuh matamu. Aku sudah menduga Gyuutarou akan kalah. Daki menghambat dirinya. Ia pasti akan menang jika bertarung sendirian. Yah, itu sudah tidak perlu kubahas lagi. Ia memang tidak berguna. Sisi manusianya masih ada di dalam dirinya. Aku tidak tahu apa guna kalian saat ini."
"Apakah saya pernah mengecewakan Anda, Muzan-sama?" tanya Douma lagi.
"Keluarga Ubuyashiki belum punah. (F/n) (Y/n) masih berkeliaran di luar sana. Dan, bagaimana dengan "Lily si Laba-Laba Biru"? Kenapa kita masih belum menemukannya selama ratusan tahun? Aku tidak tahu lagi untuk apa kalian ada."
Dari nada ucapan Muzan, sepertinya lelaki Iblis itu memang sudah muak dengan keberadaan para Iblis Bulan Atas. Mereka tidak berguna, padahal jumlah mereka cukup banyak. Namun, hanya bisa memancing kesabaran Muzan akhir-akhir ini.
Para Iblis Bulan Atas yang mendengar perkataan Muzan tadi tentu saja merasa kaget. Pada detik itu juga, mereka berargumentasi. Mengeluarkan argumen mereka yang bisa menentang perkataan Muzan.
"Muzan-sama, saya berbeda dengan mereka! Saya punya informasi yang dapat membuat kita selangkah lebih cepat untuk mencapai mimpi Anda. Beberapa saat lalu—"
Belum sempat Gyokko menyelesaikan perkataannya, kepalanya sudah berada di tangan Muzan. Memberitahukan jika pergerakan Muzan sangatlah cepat.
"Satu hal yang aku benci adalah perubahan. Perubahan dalam segala hal. Setiap perubahan itu merupakan "degradasi" sebuah kemunduran."
Muzan masih menatap Gyokko yang berada di tangannya. Sementara itu, Gyokko merasa senang karena tangan Muzan memegang kepalanya.
"Yang aku suka adalah kekekalan. Jika ada hal yang tidak berubah untuk selamanya, maka itu adalah kondisi sempurna. Perasaan tidak senangku sedang berada di puncak karena setelah seratus tiga belas tahun, baru kali ini ada Iblis Bulan Atas yang terbunuh."
Tatapan Muzan semakin tajam. Ia menatap ke seluruh Iblis Bulas Atas. "Kuberikan kesempatan terakhir untuk membawa (F/n) (Y/n) ke sini hidup-hidup. Kalian sudah kuberi waktu yang lama, tetapi kalian malah menyia-nyiakannya. Memangnya kalian pikir aku akan menunggu selama itu? Padahal manusia yang kusuruh bawa itu ada tepat di hadapan kalian."
"S-Saya akan berusaha, Muzan-sama," ucap Gyokko.
Sementara yang lain pun mengucapkan hal yang sama.
"Aku tidak butuh usaha. Aku hanya perlu hasil yang dapat membuatku puas," ujar Muzan.
Secara serentak, mereka mengucapkan kalimat yang sama, "Baik, Muzan-sama."
***
Sudah dua minggu berlalu setelah terakhir kali (Y/n) menjenguk Tanjirou dan kedua temannya. Mereka sudah tampak jauh lebih baik daripada sebelumnya. Zenitsu dan Inosuke sudah kembali mengerjakan misi. Sementara itu, Tanjirou diantar dengan seorang kakushi pergi ke sebuah desa di mana para penempa pedang berkumpul di sana. Ia sudah berangkat seminggu yang lalu.
(Y/n) sendiri baru bangun dari tidurnya yang panjang. Ia mengucek matanya. Lalu berkedip beberapa kali hingga pandangannya fokus ke depan.
"Hm? Sudah pagi?" gumamnya sambil melirik ke samping. Ke teras samping kamarnya.
"Ohayou, (Y/n)-san."
Mendengar suara yang selalu membuatnya tenang itu, (Y/n) menoleh ke arah pintu kamarnya. Asano berdiri di sana dengan nampan di tangannya.
"Ini sarapan untukmu." Ia meletakkan nampan itu di dekat (Y/n) agar gadis itu bisa mengambilnya dengan mudah.
"Ah, kau tidak perlu repot-repot menyiapkan ini untukku, Asano-san. Kau sendiri juga memiliki urusan lain, bukan?" ujar (Y/n) merasa sungkan.
Asano terkekeh. "Ya, kau benar. Aku akan pergi lagi hari ini. Kudengar Tanjirou sedang berlatih di desa penempa katana itu."
"Rencanaku hari ini aku akan pergi ke sana," ujar (Y/n) seraya mengambil nampan yang diletakkan Asano tadi. Ia memang sudah berniat untuk ikut dengan Tanjirou dan kedua temannya. Mengingat hal apa yang akan terjadi sana.
Selesai sarapan, gadis itu pun berucap, "Terima kasih untuk makanannya."
***
Perjalanan yang (Y/n) tempuh menuju desa itu memakan waktu hampir dua jam. Diantar oleh seorang kakushi yang berganti-ganti selama di perjalanan, (Y/n) pun tiba di desa penempa katana. Hari sudah gelap saat (Y/n) tiba di sana. Suasana di sana sangat sepi. Tidak terdengar keramaian seperti di kota Tokyo.
"Saat ini Tanjirou dan Mui-chan akan bertemu Iblis. Semoga aku sempat bertemu dengan mereka," gumam (Y/n) sambil berlari.
Langkah kakinya berhenti di sebuah bangunan. Bagian atas bangunan itu telah hancur. Sebagian reruntuhannya terjatuh ke bawah.
Ini pasti rumah yang sebelumnya dihancurkan oleh Iblis yang dapat membelah diri itu. Berarti Tanjirou, Nezuko, dan Genya berada tidak jauh dari sini, batin (Y/n).
Ia mempercepat berlarinya. Aroma Iblis yang semakin pekat membuat (Y/n) sangat yakin dengan keberadaan Iblis itu di sini. Perasaan takut, khawatir, juga gelisah bercampur aduk di dalam benaknya.
Begitu menemukan Tanjirou, (Y/n) melihat lelaki itu terkena serangan cakar milik Urogi. Tetapi, meskipun terkena serangan tersebut, Tanjirou masih tidak apa-apa. Ia berhasil memutuskan lidah Urogi. Namun, Iblis itu terbang dengan kedua sayapnya. Menjauhi permukaan bumi.
Setelah berpikir keras dalam waktu yang singkat, Tanjirou menusukkan katana-nya ke mulut Iblis itu hingga membawanya terbang dan menghancurkan dinding bangunan tempat Nezuko dan Genya berada.
Semua itu terjadi dalam waktu singkat. Tidak ada celah bagi (Y/n) untuk mengikuti irama pertarungan itu. Padahal baginya mudah saja untuk langsung menebas leher Iblis itu secara bersamaan. Tetapi, jika ia melakukannya, Tanjirou tidak akan memakai katana yang berwarna merah. Jalan cerita ini akan berubah 180 derajat.
Menyusul Tanjirou, (Y/n) melihat Nezuko yang sedang melawan Sekido. Di sekujur tubuh gadis Iblis itu terdapat banyak luka. Darahnya mengalir dari luka yang terbuka itu.
"Nezuko!" Tanjirou berseru memanggil adiknya. Rasa khawatir seketika menyelimuti dirinya.
"(Y/n) nee-san! Pergilah dari sini! Tolong selamatkan warga desa dan juga Tokitou-kun! Ada kemungkinan ia dalam bahaya! Serahkan Iblis di sini pada kami! Tolong penuhi permohonanku kali ini!" seru Tanjirou mengagetkan (Y/n) seketika.
Kalau ia boleh jujur, (Y/n) tak menyangka Tanjirou akan mengatakan hal seperti itu. Meskipun (Y/n) sudah tahu Tanjirou dapat mengalahkan Hantengu, Iblis Bulan Atas Keempat itu, tetap saja ia berniat untuk menolong. Gadis itu tidak ingin jika ada salah satu di antara mereka yang terluka.
Karena (Y/n) sudah yakin dengan perkataan Tanjirou, maka ia membiarkan Tanjirou bertarung di sana. Bersama dengan Nezuko dan Genya. Dengan kecepatan berlarinya yang cepat, (Y/n) memutuskan untuk mencari keberadaan Muichirou terlebih dahulu. Ia tahu anak itu akan bertemu dengan Gyokko, Iblis Bulan Atas Kelima.
Selama di perjalanan menuju tempat Muichirou, (Y/n) juga memperhatikan sekitarnya. Keadaan akan menjadi lebih gawat jika lebih banyak orang yang menjadi korban. Ditambah keberadaan dua Iblis Bulan Atas yang mereka hadapi hanya akan memperburuk keadaan jika (Y/n) hanya diam menonton.
Dari kejauhan, indra penciuman (Y/n) mencium bau busuk yang sangat menyengat. Bau busuk itu merupakan tanda dari Iblis Bulan Atas. Entah bagaimana, (Y/n) dapat menyadari hal tersebut.
Keyakinan (Y/n) akan Gyokko yang berada di sekitar sana membuatnya berlari lebih cepat. Jika bisa, ia ingin tiba di sana sebelum Gyokko menggunakan Kekkijutsu-nya pada Muichirou dan membuatnya terperangkap dalam penjara air.
"Sedikit lagi aku sampai," gumam (Y/n) masih sambil berlari melewati pepohonan.
Kecepatan berlarinya ia perlambat saat melihat sebuah rumah yang masih utuh. Tidak seperti rumah-rumah yang telah dilewati (Y/n), rumah yang ia lihat itu masih dalam kondisi yang bagus. Membuatnya yakin jika di sanalah Muichirou dan Gyokko berada.
"Mui-chan!" seru (Y/n).
Manik (e/c)nya membulat saat ia melihat Muichirou berada di dalam penjara air itu. Membuatnya terperangkap di dalam sana dan tidak bisa keluar.
"Are? Bukankah ini suatu keberuntungan bagiku? Bertemu dengan Hashira Bintang di sini."
Gyokko masih berada di dalam gucinya. Tubuhnya yang aneh itu meliuk-liuk di atasnya. Tatapannya tertuju pada (Y/n) yang juga sedang menatapnya tajam.
"Keberuntungan bagimu? Biar kuralat, keberuntungan ini milikku!"
(Y/n) melesat maju dengan segenap kekuatannya. Ia berniat menggunakan pernafasan miliknya. Sayangnya, sesuatu yang tak pernah dibayangkan oleh (Y/n) muncul di hadapannya.
Sebuah pintu terbuka dan membuatnya terjatuh ke dalam sana. Ke dalam kegelapan tak terbatas. (Y/n) berusaha untuk tidak masuk ke dalam sana. Tetapi, tidak ada yang bisa ia gunakan untuk menahan tubuhnya untuk tetap berada di atas tanah. Gaya gravitasi bumi yang terus menariknya membuat ia tidak dapat berkutik.
Hal terakhir yang ia ingat hanyalah tatapan tak percaya milik Muichirou.
***
First published :: January 6th, 2021
Revised :: September 25th, 2022
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top