Chapter 30 - Eternal Fire
Sesaat dirinya sempat meragukan keberadaannya di sini. Di dunia yang bukan merupakan dunia aslinya. Tempat di mana gadis itu terkadang diselimuti kebimbangan dan keputusan-keputusan lain. Yang pada akhirnya menuntun dirinya ke suatu kemutlakan.
Meskipun (Y/n) cukup yakin tentang kekuatannya sendiri, namun dirinya masih bertanya-tanya; apakah ia sanggup atau tidak? Apa yang telah ia lalui selama ini terasa bak sebatas mimpi belaka. Dan, pada suatu hari nanti, gadis itu akan terbangun.
Tidak ada kata istirahat bagi (Y/n). Hari ini pun demikian. Gadis itu dipanggil ke kediaman Kagaya. Pemimpin Kisatsutai itu berkata bahwa ada hal yang ingin disampaikan padanya.
Di sinilah dirinya berada. Di markas pemburu iblis yang keberadaannya disembunyikan. Perlahan, (Y/n) melangkah ke dalam. Ia berjalan pelan menuju ruang utama. Tempat di mana dirinya dan Kagaya akan berbicara.
Keberadaan seorang lelaki dengan surai putihnya sudah cukup mengejutkan (Y/n). Wajahnya yang penuh luka itu membuat siapapun akan berpikir dua kali untuk berbicara dengannya. Oh, jangan lupakan tentang luka yang ada di tubuhnya juga. Pun tatapannya yang selalu menatap tajam orang di sekitarnya. Intinya, ia tidak terlihat seperti orang baik.
"Ah, (Y/n) sudah datang."
Kagaya pun berada di sana. Di depan Sanemi. (Y/n) pun mendekat dan ikut duduk di sebelah lelaki itu. Terpisah oleh jarak beberapa puluh centimeter.
"Karena (Y/n) sudah datang, aku akan mengatakan hal yang ingin kusampaikan." Kagaya membuka percakapan.
"Hari ini, ada misi yang ingin kuberikan pada kalian berdua. Misi ini berada di desa dekat Gunung Natagumo. Kabarnya, di sana banyak orang yang menghilang secara tiba-tiba. Entah itu lanjut usia atau yang masih muda. Hilangnya mereka pun tidak menentu. Maka, aku ingin kalian berdua pergi ke sana."
"Baik, Oyakata-sama," sahut (Y/n) dan Sanemi. Menyadari jika keduanya menjawab secara bersamaan, baik (Y/n) maupun Sanemi melemparkan tatapan tajam pada satu sama lain. Jangan harap mereka akan berbaikan, sekalipun diberi misi bersama.
"Kalau begitu, hati-hati di perjalanan." Kagaya tersenyum. Entah apa yang ada di pikiran Kagaya hingga membuat kedua insan tak selaras itu mengerjakan misi bersamaan.
***
Tidak terdengar suara apapun di antara mereka. Hanya keheningan yang tercipta di sana. (Y/n) yang sedang mengamati sekitarnya dan Sanemi yang sibuk memikirkan sesuatu.
Mereka sudah tiba di desa itu beberapa menit yang lalu. Sanemi yang biasanya selalu berisik kini menjadi pendiam. (Y/n) yang tak ambil pusing dengan perubahan sifat Sanemi itu justru merasa bersyukur.
"Shinazugawa-san," panggil (Y/n).
Merasa dipanggil, Sanemi menoleh dan mendapati (Y/n) yang tengah menatap sebuah rumah. Rumah yang paling besar di desa itu. Sepertinya itu adalah rumah Kepala Desa di sana. Karena biasanya rumah kepala desalah yang paling besar. (Y/n) cukup yakin akan hal itu.
"Ada apa?" Sanemi ikut memperhatikan rumah yang memiliki dua tingkat itu.
"Kau tidak menciumnya?" (Y/n) bertanya balik dengan perasaan waspada.
Sanemi menggeleng sebagai jawaban. "Tidak. Apa yang kau cium?"
"Bau khas seorang iblis. Datang dari dalam sana," jawab (Y/n). Ia menunjuk rumah di hadapan mereka.
"Kalau begitu, kita masuk ke dalam."
Tak peduli dengan apapun, Sanemi melangkah masuk lebih dahulu. Di belakangnya (Y/n) menyusul. Mereka menyusuri bagian dalam rumah tersebut. Di dalamnya tidak ada siapapun. Sunyi dan senyap. Hanya terdengar suara langkah kaki dan deru napas mereka yang teratur.
"Sepi sekali."
Suara langkah kaki yang tiba-tiba terdengar membuat (Y/n) menarik Sanemi secara refleks. Mereka bersembunyi di balik pintu sebuah ruangan. Sayangnya, ukuran ruangan itu terlalu sempit untuk dua orang. Hingga jarak di antara mereka sangat dekat. Bahkan (Y/n) dapat merasakan deru napas Sanemi yang terasa menggelitik lehernya.
"Mengapa kita bersembunyi?" protes Sanemi heran. Bukan karena ia tak suka berada di ruangan sempit bersama (Y/n). Pasalnya, ia tak mampu menetralkan detak jantungnya sendiri. Kesal, karena ia yakin (Y/n) merasa biasa saja, sementara dirinya panik seorang diri.
"Ada yang datang."
Langkah kaki itu semakin dekat. Terus mendekat hingga berhenti tepat di depan mereka. (Y/n) menarik perlahan nichirin di pinggangnya. Sudah cukup bersembunyinya.
Dalam satu kali gerakan, tangan (Y/n) bergerak menggeser pintu di hadapannya. Lalu, mengayunkan nichirin-nya ke arah iblis itu. Sayangnya, ia berhasil menghindar dari serangan (Y/n) yang tiba-tiba.
"Kau pasti (F/n) (Y/n), 'kan?" Iblis itu bertanya sambil menatap ke arah gadis yang dimaksudnya. Sementara (Y/n) merasa kesal karena iblis tersebut berhasil menghindar.
Mendengar perkataan iblis itu, (Y/n) sudah tahu apa yang dimaksud. Ia mendecih. Sepertinya hal ini akan merepotkan, pikirnya.
"Karena 'orang itu' telah menyuruh kami untuk membawamu kepadanya hidup-hidup, maka akan kami lakukan!"
Cakar-cakar yang tajam keluar dari lengan iblis itu. Kemudian ia melesat dengan cepat untuk mengarahkan serangannya pada (Y/n). (Y/n) berhasil menghindar, tetapi pipi kirinya tergores.
"Shinazugawa-san, sekarang!"
"Jangan memerintahku, Bodoh!" Sanemi langsung menyerang iblis itu, memenggal kepalanya. Menciptakan abu yang perlahan terbang dibawa angin.
Seharusnya (Y/n) merasa lega kala ia menyelesaikan misi. Meskipun saat ini dirinya bersama dengan seseorang yang cukup membuatnya naik pitam. Namun, rasa lega itu tak kunjung datang. Di dalam benaknya terasa masih ada sesuatu yang mengganjal.
"Shinazugawa-san," panggilnya seraya menyarungkan nichirin-nya kembali.
"Apa?"
"Siapa saja Hashira yang mendapatkan misi hari ini?" tanya (Y/n) kemudian.
"Aku, kau, dan Rengoku. Ada apa?"
"Rengoku-san? Misi apa?" Firasat (Y/n) mulai terasa memburuk. Ia yakin, sepertinya inilah yang mengganjal di dalam benaknya dan membuat dirinya merasa tak lega.
"Misi di sebuah kereta."
Jawaban Sanemi seolah-olah menampar (Y/n) cukup keras. Ia sudah tahu apa yang akan terjadi pada Kyoujurou. Ia sudah tahu siapa lawan Kyoujurou yang sebenarnya. Dan, karena itu semua, ia pun tahu bahwa Kyoujurou akan mati.
"Aku harus segera ke sana!"
Kepanikan sontak menyelimuti dirinya. Misi yang menyebabkan kematian Kyoujurou itu rupanya berlangsung saat ini. Tepat pada saat (Y/n) juga sedang mengerjakan sebuah misi. Bagaimana ia bisa lupa? Seharusnya setelah ia tahu Tanjirou, Zenitsu, dan Inosuke telah sembuh, mereka pasti akan langsung mengerjakan misi itu. Misi yang merenggut nyawa seorang Rengoku Kyoujurou.
"Oi! Kau serius mau pergi ke sana?! Rengoku pasti bisa mengalahkan iblis itu!" seru Sanemi. Ia merasa heran dengan tindakan (Y/n) saat ini. Seolah-olah ada hal yang hanya gadis itu saja yang tahu.
"Tidak. Rengoku-san tidak akan bisa mengalahkannya. Akan muncul Iblis Bulan Atas di sana."
Bak disambar petir, Sanemi membulatkan matanya. Sepertinya firasatnya itu benar. Tentang (Y/n).
"Dari mana kau tahu?" tanya Sanemi lagi. Tetapi, kali ini rasa penasarannya sudah dikalahkan oleh rasa tak sabar untuk bertarung dengan Iblis Bulan Atas itu.
"Aku tidak bisa menjawab pertanyaanmu."
Sanemi berniat membuka mulutnya untuk mengatakan sesuatu, namun terhenti karena (Y/n) mengatakan hal yang tidak pernah terpikirkan olehnya.
"Ah, satu hal lagi. Jangan beritahu siapapun pasal apa yang iblis tadi katakan tentangku."
***
Khawatir.
Itulah perasaan (Y/n) saat ini. Ia khawatir akan keadaan Kyoujurou di sana. Apakah Akaza telah berhasil mengalahkannya? Apakah (Y/n) datang terlambat? Atau apakah Kyoujurou... telah meninggal?
(Y/n) langsung membuyarkan semua kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi di kepalanya. Ia tidak ingin berprasangka buruk. Saat ini ia hanya perlu sampai di sana dan langsung melihat keadaan yang sebenarnya.
"Siapa Iblis Bulan Atas yang dilawan oleh Rengoku?" tanya lelaki yang ikut berlari di samping (Y/n).
"Akaza. Iblis Bulan Atas Ketiga."
"Bagaimana kau tahu?"
Dengan tatapan dinginnya, (Y/n) menatap Sanemi. "Bukankah sudah kubilang jika aku tak bisa menjawab pertanyaan itu?" ujarnya datar.
Tidak menjawab pertanyaan Sanemi bukan karena (Y/n) tak tahu. Sangat tidak mungkin baginya untuk memberitahu apa yang sebenarnya. Reaksi mereka pasti akan terkejut saat mendengar hal itu.
Karena respon (Y/n) yang dingin, membuat Sanemi berpikir keras. Bagaimana gadis itu tahu? Apakah ia bisa meramal masa depan? Kalau ya, kenapa ia tidak memberitahu tentang hal itu? Apakah akan sangat berbahaya jika mereka tahu?
Semakin dipikirkan, semakin pening kepala Sanemi. Mungkin ada baiknya ia tidak tahu. Seperti kata pepatah: 'Ada hal yang lebih baik tidak kau ketahui daripada kau ketahui'.
Keterkejutan meliputi Sanemi kala ia melihat keadaan Kyoujurou saat ini. Luka di tubuhnya terus mengeluarkan darah. Bahkan ia masih bertarung dengan Iblis Bulan Atas itu, Akaza. Dengan luka separah itu, sangat tidak mungkin Kyoujurou bisa mengalahkannya, pikirnya.
Hembusan angin di sampingnya membuyarkan lamunan Sanemi. Saat ia menoleh, (Y/n) sudah tak ada di sana. Ia kembali memandang ke depan. Melihat ke arah (Y/n) yang sedang menahan lengan Akaza yang ingin menusuk perut Kyoujurou dengan nichirin-nya.
Sementara itu, (Y/n) berhadapan dengan Akaza. Ia berhasil mencegahnya menusuk perut Kyoujurou yang akan mengakibatkan luka yang sangat fatal. Saat Akaza lengah, (Y/n) menebaskan pedang ke leher Akaza, tetapi tidak berhasil memutuskan leher Iblis Bulan Atas itu.
Setidaknya gadis itu tahu; kedatangannya belum terlambat.
"Kau pasti (F/n) (Y/n), bukan?"
Jujur saja, (Y/n) sudah bosan dengan pertanyaan itu. Pertanyaan tersebut terdengar seolah-olah mereka sudah tahu jika gadis tersebut adalah (Y/n). Namun, mereka memastikannya kembali. Rasanya (Y/n) ingin membuat pesan siaran dan mengabarkan seluruh dunia bahwa dirinya adalah (F/n) (Y/n) yang para iblis cari.
"Memangnya mengapa?" (Y/n) memasang kuda-kudanya. Tidak perlu memikirkan tentang hal itu terlebih dahulu.
"Ah, aku malas jika berhubungan dengan wanita. Sebab aku tak bisa membunuh mereka. Sial," umpatnya. Mengingatkan (Y/n) akan cerita masa lalu milik Akaza saat ia masih berupa seorang manusia. Cerita yang memilukan, sungguh.
Sesuai dengan perkataannya, Akaza memilih untuk mengakhiri pertarungan. Meskipun hadiah yang akan ia dapatkan jika dirinya berhasil membawa (Y/n) hidup-hidup sangatlah menggiurkan, nyatanya ia memutuskan untuk pergi. Meninggalkan mereka dalam kebingungan dan keheningan di sana.
Mengabaikan kepergian Akaza yang mengherankan itu, (Y/n) kembali fokus dengan tujuan awalnya. Ia menoleh dan mendapati Kyoujurou yang berlutut di atas tanah. Tangan kanannya bertumpu pada nichirin-nya untuk menopang tubuhnya agar tidak tumbang.
"Rengoku-san!"
Dengan sigap, (Y/n) langsung membantu lelaki itu untuk berbaring. Kondisinya sangat parah. Mata kirinya hancur, tulang rusuknya patah, dan organ dalamnya pun terluka. (Y/n) tidak tahu apa yang harus dilakukannya saat ini. Ia tidak mempunyai kekuatan untuk menyembuhkan orang lain.
Tetapi, tunggu.
Jika diingat kembali, Asano pernah mengatakan padanya jika ia bisa memakai kekuatan Sakuya. Apakah ada kekuatan Sakuya yang bisa menyembuhkan orang lain?
"Tentu saja aku memiliki kekuatan itu."
Sebuah suara mengejutkan (Y/n). Ia bertanya-tanya dari mana suara itu berasal.
"Ini aku, Fuyumi Sakuya. Aku memiliki kekuatan yang kau butuhkan itu."
"Bagaimana caranya?" bisik (Y/n) pelan agar tak terdengar Kyoujurou yang berada di dekatnya. Ia tak ingin dianggap gila karena berbicara seorang diri.
"Kau hanya perlu mengambil sedikit darah orang yang ingin kau sembuhkan. Lalu, gabungkan dengan darah milikmu. Setelah itu, letakkan tanganmu pada tubuh orang itu. Kau lihat sendiri hasilnya."
Dengan nichirin miliknya, (Y/n) menggores telapak tangannya. Kemudian, ia menyentuh pelan luka Kyoujurou supaya darah lelaki itu berada di telapak tangannya. Diletakkanlah kedua tangannya beberapa centimeter di atas perut Kyoujurou yang terluka
Secara ajaib, muncul sebuah cahaya berwarna biru yang bersinar terang berasal dari telapak tangan (Y/n). Cahaya itu menyelimuti seluruh tubuh Kyoujurou. (Y/n) tidak dapat melihat bagaimana cahaya itu bekerja. Ia hanya merasakan kehangatan di bawah telapak tangannya.
Setelah cahaya itu perlahan meredup, semua luka di tubuh Kyoujurou pun lenyap. Tidak menyisakan apapun. Hanya bekas darah yang menempel di haori-nya.
Sepertinya inilah alasan mengapa Asano terus mendesak (Y/n) agar cepat menguasai kekuatan di tubuhnya. Yang pada akhirnya, kekuatan itu menyelamatkan seseorang yang sangat penting di sini.
Kyoujurou bangkit duduk. Ia masih tak percaya dengan apa yang baru saja terjadi. Semua lukanya hilang dalam sekejap. Ia menatap pada (Y/n). Gadis yang baru saja menyelamatkan nyawanya.
"(F/n)-san, arigatou."
Senyum simpul terbentuk di bibir (Y/n). Ia sangat bahagia karena telah berhasil menyelamatkan Hashira Api itu. Saking bahagianya, ia sampai menangis. Bukan karena sedih, melainkan karena kali ini ia tidak gagal saat ini.
"Oi, (F/n). Mengapa kau menangis?" tanya Sanemi heran. Lalu, ia menatap tajam pada Kyoujurou. "Apa yang kau lakukan padanya?"
"Aku tidak melakukan apa-apa, Shinazugawa. Jangan menatapku seperti itu." Kyoujurou terkekeh.
Decihan kesal dibuat Sanemi. Entah mengapa ia kesal melihat (Y/n) yang tersenyum pada Kyoujurou. Sementara, (Y/n) sendiri belum pernah menunjukkan senyum itu khusus padanya.
Ia merasa... cemburu.
Pemikiran itu segera ditepis kuat-kuat olehnya. Ia tidak mungkin merasa demikian pada seorang gadis yang selalu pamer kekuatan. Hei, apakah dirinya tidak berkaca? Selama ini, Sanemi-lah yang selalu bertindak demikian. Yang pada akhirnya mengundang kekesalan dari diri (Y/n).
Tanjirou, Inosuke dan Zenitsu sontak mengerumuni Kyoujurou. Kyoujurou sendiri tak keberatan saat mereka memeluknya erat. Ia justru tersenyum dan semakin bersemangat. Semangat yang selalu membara. Seperti api yang tak pernah padam.
***
First published :: December 15th, 2020
Revised :: July 20th, 2022
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top