Chapter 24 - Ohagi
Pertemuan tak terduga diadakan di kediaman Ubuyashiki Kagaya. Para Hashira berkumpul di sana untuk membicarakan suatu hal. Mungkin seharusnya pertemuan hari itu terasa damai dan berlangsung seperti biasa sebelum (Y/n) mengatakan sesuatu yang membuat gempar Kagaya dan para Hashira yang berada di sana.
"Maaf menyela, Oyakata-sama. Ada hal yang ingin kukatakan tentang kejadian tadi pagi."
Kagaya menatap salah satu Hashira Bintang itu. "Apa yang ingin kau katakan, (Y/n)?"
"Aku bertemu dengan iblis yang memangsa mereka."
Ucapan (Y/n) menarik minat para Hashira. Mereka memasang telinga baik-baik agar tidak ada satu kata pun yang terlewatkan. Pasalnya, apa yang (Y/n) katakan memungkinkan ada informasi yang penting.
"Aku bertemu dengan Kibutsuji Muzan."
Nama yang disebut oleh (Y/n) membuat para Hashira terkejut. Termasuk Muichirou dan Giyuu meskipun wajah terkejut mereka tidak terlalu kentara. Tentu saja mereka merasa demikian. Masalahnya yang dibahas saat ini merupakan Kibutsuji Muzan sang Raja Iblis.
"Bagaimana rupanya?"
"Kekuatannya? Apakah ia sangat kuat?"
"Apakah ia menyerangmu?"
Berbagai pertanyaan ditujukan pada (Y/n). Sementara (Y/n) memilih diam saja tidak berniat menjawab satu pertanyaan pun. Baginya, keinginannya saat ini hanyalah memberitahu mereka bahwa Kibutsuji Muzan memang ada. Berkeliaran di sekitar mereka dan mungkin saja menyamar sebagai salah satu dari manusia.
"Ceritakan apa yang terjadi, (Y/n)."
"Ia tidak menyerangku. Muzan hanya menawariku darahnya dan berniat akan menjadikanku sebagai salah satu Junikizuki," jelas (Y/n) singkat. Gadis itu memang tidak menjelaskan tentang perkataan terakhir Muzan pada dirinya. Untaian kata yang mengundang kebingungan serta kewaspadaan di saat yang bersamaan.
Penjelasan (Y/n) kembali menciptakan reaksi tak terduga. Bahkan Kagaya sendiri tak menyangka jika Muzan justru menawarkan salah satu Hashira untuk dijadikan iblis. Well, memang tak aneh jika Muzan berkata demikian. Hal yang aneh ialah tentang (Y/n) yang tidak diserang oleh Kibutsuji Muzan. Jika ia diserang, mungkin saja (Y/n) sudah tak bersama dengan mereka saat ini.
"Apa kau menerimanya, (Y/n)-chan?"
Pertanyaan Mitsuri membuat (Y/n) menatap tajam padanya. Jujur saja, itu merupakan salah satu pertanyaan bodoh yang pernah (Y/n) dengar.
"Tentu saja tidak, Mitsuri-san. Memangnya untuk apa aku berjuang susah payah selama ini? Tentunya bukan untuk menjadi seorang makhluk rendahan bernama iblis, 'kan?"
Mitsuri terkekeh pelan. "Gomen, (Y/n)-chan." Ia memasang wajah bersalahnya.
"Dari cerita (Y/n), sepertinya Muzan tertarik padanya," ujar Kagaya yang berhasil membuat perhatian para Hashira kembali tertuju pada dirinya. Benar apa yang dikatakan oleh Kagaya. (Y/n) pun merasa demikian.
"Aku setuju dengan apa yang dikatakan Oyakata-sama. Selain itu, ada kemungkinan Muzan akan menemui (Y/n)-chan lagi," timpal Shinobu.
Setuju dengan perkataan Shinobu, Kagaya pun menambahkan, "Kau harus lebih berhati-hati, (Y/n)."
***
Sambil berjalan, (Y/n) sedang memikirkan sesuatu. Banyak hal yang berkecamuk dalam pikirannya. Karena ia sudah berada pada alur cerita dari anime Kimetsu no Yaiba yang sebenarnya, maka ia harus bersiap untuk mengubah alur ceritanya. Menyelamatkan mereka yang seharusnya pergi meninggalkan dunia ini. Tetapi, apa yang harus dilakukannya agar mereka semua bisa selamat? Yang terpenting, bagaimana caranya?
Tidak terasa (Y/n) sudah tiba di sebuah kedai. Kedai itu menjual berbagai macam makanan manis. Seperti ohagi, dango, wagashi, daifuku dan berbagai macam makanan manis lainnya. Pada dasarnya (Y/n) memang penyuka makanan manis. Kue mochi merupakan makanan favoritnya. Meskipun begitu, ia selalu membatasi jumlah gula yang masuk ke dalam tubuhnya. Dengan demikian, hal itu akan mencegah dirinya dari berbagai penyakit.
"Paman, aku ingin memesan kue mochi dan segelas ocha," ujar (Y/n) ketika ia baru saja tiba dan memutuskan untuk duduk.
"Baik!"
Selagi menunggu pesanannya datang, (Y/n) mengedarkan pandangannya ke sekitar. Kedai ini berukuran kecil. Hanya sekitar 5 x 5 meter persegi. Bangunannya terbuat dari kayu yang masih terlihat kokoh. Kursi-kursi diletakkan sejajar dengan meja. Sekilas, bangunan ini tampak seperti sebuah bar.
"Ini pesananmu. Silakan dinikmati!"
"Terima kasih," sahutnya.
Salah satu kue mochi diambil oleh (Y/n). Seketika rasa manis yang legit memenuhi rongga mulutnya. Membuat tangannya kembali bergerak mengambil salah satunya lagi.
"Oi."
Suara bariton itu sempat mengejutkan (Y/n). Hampir saja ia menjatuhkan kue mochi di tangannya. Tatapan tajamnya sontak tertuju pada siapapun itu yang tiba-tiba memanggilnya.
"Ah, Shinazugawa-san. Konnichiwa." (Y/n) menyapa. Ia hampir saja hendak mengumpat jika mulutnya tak menahan keinginannya itu. Terlebih ketika melihat wajah Sanemi-lah yang berada di sisinya. Lelaki itu sudah sering meremehkannya dan mengatakan hal-hal yang mengesalkan. Well, (Y/n) memang tidak dendam padanya. Hanya saja, terkadang Sanemi perlu diberikan pelajaran.
"Untuk apa kau datang kemari?" tanya (Y/n) membuka percakapan meskipun ia sebenarnya tak sedang ingin bercakap-cakap. Bukan munafik, hanya saja kecanggungan yang tak sengaja tercipta itu terasa lebih tidak nyaman.
"Aku ingin bertanya padamu."
"Tanyakan saja."
"Apakah kau benar-benar bertemu dengan Kibutsuji Muzan?" Sanemi bertanya dengan volume pelan agar tidak ada orang yang mendengarnya selain (Y/n) yang duduk di sampingnya. Mendengar Sanemi yang tak berteriak itu, sontak membuat (Y/n) menaikkan sebelah alisnya. Tampak heran di saat itu juga.
"Ya. Kurasa kau tidak hanya ingin menanyakan hal itu, Shinazugawa-san," tebak (Y/n). Ia menyesap ocha-nya perlahan.
Tebakan (Y/n) memang benar. Sanemi tidak datang hanya untuk menanyakan kebenaran pertemuan antara (Y/n) dengan Muzan. Ada hal lain yang ingin ia tanyakan pada gadis itu.
"Bagaimana rupanya?" tanyanya lagi.
"Hmm... sulit untuk kujelaskan. Namun, yang paling utama wajahnya itu seperti manusia. Hanya saja matanya yang berwarna merah dengan garis di tengahnyalah yang membuktikan kalau ia bukan manusia," jawab (Y/n).
Mendengar jawaban (Y/n), Sanemi sontak berpikir. Ia mengingat-ingat jawaban gadis itu dan memasukkannya ke dalam ingatan jangka panjang. Barangkali ia akan bertemu dengan Kibutsuji Muzan suatu saat nanti.
Mengabaikan Sanemi yang tengah berpikir, (Y/n) melemparkan tatapannya ke arah paman yang menjaga kedai itu. Lalu ia pun berujar, "Paman, aku ingin memesan ohagi."
Mendengar kata 'ohagi', sontak Sanemi menoleh. Tidak ada seorang pun yang tahu kalau makanan manis bernama ohagi itu adalah makanan kesukaannya. Bahkan, ia merahasiakannya dari para Hashira. Termasuk (Y/n). Tunggu. Mengapa Sanemi sangat yakin jika ohagi itu dipesan oleh (Y/n) untuk dirinya? Oh astaga, ia sangat bodoh.
"Ini untukmu, Shinazugawa-san." (Y/n) mendorong piring dengan ohagi di atasnya ke hadapan Sanemi.
Ketakutan terbesarnya pun menjadi nyata. Kini sepiring ohagi yang disodorkan oleh (Y/n) terpampang di depan wajahnya. Ia memandang pada gadis itu yang rupanya juga tengah menatap dirinya. (Y/n) mengedikkan dagunya ke arah ohagi di depannya itu. Menginstruksikan dirinya untuk memakannya.
"Terima kasih."
Sanemi yang mengucapkan kata 'terima kasih' itu sangatlah langka. Mengingat pribadinya yang mudah marah dan emosi ke sekitarnya. Sepertinya momen ini harus (Y/n) abadikan dalam buku World Guinness Record. Oke, ini terlalu berlebihan.
Tangan Sanemi yang penuh luka itu mengambil salah satu ohagi di hadapannya. Ia membuka mulutnya lalu memasukkan ohagi itu ke dalam sana. Rasa yang sudah sangat dihafalnya seketika memenuhi rongga mulutnya.
(Y/n) pun ikut menyantap makanan manis yang masih tersisa di hadapannya. Diam-diam ia mencuri pandang pada Sanemi yang tampak sedang memilih ohagi untuk dimakan. Melihat hal yang langka seperti itu membuat (Y/n) mendengus. Rupanya Sanemi pun memiliki sisi yang seperti ini.
"Jangan melihatku terlalu lama..."
Suara Sanemi yang berat mengejutkan (Y/n). Seketika ia mengalihkan tatapannya ke arah piring kosong yang ada di hadapannya.
"...nanti kau jatuh cinta."
Secara perlahan, (Y/n) melirik ke arah Sanemi yang berada di samping kanannya. Ia tidak yakin jika Sanemi benar-benar mengatakan hal yang bisa saja mengundang kesalahpahaman itu.
Alih-alih jatuh cinta, (Y/n) malah bingung harus menanggapi apa. Ia menatap ke arah piring di hadapan Sanemi. Piring itu sudah bersih dari ohagi. Hanya tersisa remah-remah makanan saja. Apakah karena ohagi itu Sanemi menjadi seperti demikian?
Tanpa ragu, (Y/n) mengecek suhu kening lelaki itu dan membandingkan dengan suhu tubuhnya sendiri. "Tidak panas," gumamnya.
"Aku tidak sakit, Bodoh!" tukas Sanemi seraya menepis tangan (Y/n).
Yang tangannya ditepis justru malah tertawa kencang. "Kalimat itu tidak cocok untukmu. Jadi, aku pun menduga jika kau sedang sakit, Shinazugawa-san," ujar (Y/n) di sela tawanya.
"Aku serius."
Tawa (Y/n) terhenti seketika. Matanya membulat menatap Sanemi. Sementara, sesuai ucapannya, lelaki itu memberikan tatapan serius ke arah (Y/n).
"Aku anggap bahwa aku tak mendengar perkataanmu tadi, Shinazugawa-san."
***
First published :: November 22nd, 2020
Revised :: April 29th, 2022
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top