Chapter 15 - Questions
Langit berwarna jingga menemani sore mereka hari itu. Suara burung berkicau mengisi keheningan. Angin berhembus meniup surai dua lelaki itu. Tidak ada percakapan di antara mereka. Dan, tidak ada satu pun dari mereka yang berniat membuka percakapan. Membiarkan keheningan mengambil alih.
Sementara itu, (Y/n) sedang berkutat di dapur. Memasak untuk mereka bertiga. Ia membiarkan dua lelaki yang sedang berperang dingin itu untuk saling berbicara. Memang itu tujuan utama (Y/n) mengajak mereka ke rumahnya. Selain untuk makan bersama.
"Tokito."
Muichirou menoleh saat namanya dipanggil. "Hm."
"Apa kau sedekat itu dengan (F/n)?" Giyuu bertanya tanpa memandang ke arah Muichirou. Tidak membiarkan Muichirou untuk melihat ekspresinya saat ini. Padahal ekspresinya selalu sama.
"Tidak juga," jawabnya jujur.
"Oh."
Keheningan kembali menampakkan diri. Membiarkan dua lelaki itu sibuk dengan pikiran mereka masing-masing.
"Apa yang kau tahu tentangnya?" Giyuu bertanya lagi. Sepertinya, kali ini ia ingin mengorek informasi sebanyak mungkin tentang (Y/n) dari lelaki di sisinya itu.
"Yang aku tahu tentang (Y/n) sama dengan apa yang kau tahu tentangnya," jawab Muichirou ambigu. Tampak tidak ingin menjelaskan lebih lanjut.
"Aku tidak tahu apa-apa tentang gadis itu," ujar Giyuu pelan sambil menunduk.
"Kau salah."
Mendengar ucapan Muichirou, Giyuu menengadahkan kepalanya. Apa yang salah?
Muichirou melanjutkan perkataannya, "Apa yang kau lihat dari (Y/n) sekarang adalah apa yang kau tahu tentang dirinya. Sesederhana itu."
Giyuu baru sedikit paham tentang (Y/n). Memang jika diperhatikan, senyuman (Y/n) terlihat menawan dan hangat. Juga manik (e/c)nya yang selalu menatap lembut ke semua orang. Mengingat bagaimana senyuman yang (Y/n) tunjukkan padanya, membuat wajah Giyuu terasa hangat.
"Apa yang kau suka dari (Y/n)?" Muichirou tiba-tiba bertanya memecahkan keheningan. Entah motif apa ia bertanya demikian.
"Masakannya."
Mendengar jawaban yang keluar dari mulut Giyuu membuat Muichirou menoleh dan menatap datar lelaki bersurai hitam itu. Tidak tahu harus bereaksi seperti apa.
"Bagaimana denganmu?" Kini giliran Giyuu yang bertanya pada Muichirou.
"Aku suka (Y/n) karena dia adalah gadis yang hebat."
"Hebat?"
Apa maksud Tokito itu teknik pernapasannya? pikir Giyuu.
"Bukan teknik pernapasannya. Tetapi, gadis itu sendiri yang hebat." Muichirou kembali mengingat-ingat percakapan tadi siang. Percakapan yang membekas di relung hatinya.
Keheningan kembali mengambil alih di antara mereka. Membiarkan suasana sunyi dan tenang dalam beberapa saat. Sampai tibalah sebuah suara menginterupsi mereka.
"Apa aku menganggu kalian?"
(Y/n) berdiri di belakang mereka berdua. Sontak Muichirou dan Giyuu menoleh pada (Y/n) yang mengenakan apron.
"Maaf jika aku mengganggu kalian. Makanannya sudah siap. Mari kita makan," ajak (Y/n) diakhiri dengan senyuman hangatnya.
Senyuman yang membuat Giyuu dan Muichirou terpaku seketika. (Y/n) tidak tahu bagaimana dampak dari senyuman simpulnya itu dikarenakan dirinya yang sudah berbalik. Kedua lelaki itu pun menghela napas lega. Namun, sedetik kemudian mereka saling melemparkan tatapan tajam. Bak mengibarkan bendera perang.
Meja kayu berbentuk persegi di hadapan mereka itu dipenuhi dengan berbagai macam makanan di atasnya. Udon, sup miso, ebi tempura, dan masih banyak lagi makanan yang dimasak (Y/n). Terjamin rasa lapar mereka dapat terpuaskan.
"Ittadakimasu!" seru (Y/n) sambil menyatukan kedua telapak tangannya.
Kedua lelaki di hadapannya itu menjadi objek pandang (Y/n). Mereka berdua tampak makan dalam diam dengan cara mereka masing-masing. Melihat hal itu, seketika rasa senang membuncah dalam benaknya.
"Bagaimana? Apakah rasanya enak?" tanya (Y/n), menuntut sebuah pendapat.
"Enak," sahut Giyuu seraya menatap mangkuk berisi nasinya.
Dialihkan pandangannya ke arah Muichirou. "Bagaimana menurutmu, Mui-chan?"
"Masakanmu selalu yang paling enak."
"Syukurlah jika kalian menyukainya," ujar (Y/n) disertai senyuman lega.
Suara burung berkicau dan angin berhembus mengisi keheningan di antara mereka. Sebagai latar suasana yang memberikan kesan menenangkan. Hingga tiba sebuah suara yang nyaring menginterupsi kedamaian di sana.
"Kwak! Kwak! (F/n) (Y/n) dan Tomioka Giyuu! Ada misi untuk kalian! Misi! Misi! Di desa dekat kaki gunung Fuyuji! Cepat! Cepat! Kwak! Kwak!"
Sepertinya Oyakata-sama sudah mengizinkanku untuk menjalankan misi lagi, batin (Y/n) cukup senang.
Burung gagak itu terus bersuara hingga (Y/n) dan Giyuu selesai makan dan bersiap untuk menjalankan misi. Sementara itu, Muichirou menatap datar ke arah burung gagak yang masih berisik itu. Meskipun tatapannya datar, sebenarnya ia memiliki makna lain.
Mengapa mereka harus pergi berdua saja? Kenapa aku tidak diberikan misi yang sama dengan mereka? pikir Muichirou yang tak dapat ia lontarkan.
Nichirin diletakkan di antara sela ikat pinggangnya. Sesaat, (Y/n) teringat jika misinya kali ini bersama dengan Giyuu. Pun Giyuu merupakan seorang Hashira. Apakah dirinya akan baik-baik saja nanti?
"Kau sudah siap?" celetuk Giyuu, membuyarkan lamunan (Y/n).
"Um, sudah."
Tangan (Y/n) mengambil dua buah kain bermotif bunga sakura yang diikat kencang. Membungkus sesuatu di dalamnya. Yang ia buat ketika memasak tadi. Disodorkanlah salah satunya pada Muichirou.
"Ini. Makan malam untukmu," ujarnya pada Hashira termuda itu.
Dengan penuh tanda tanya, Muichirou menerimanya. "Terima kasih, (Y/n)."
Sebuah senyum dilemparkan sebagai bentuk respon dari (Y/n). Tangannya menepuk lembut kepala Muichirou. Sementara lelaki itu hanya diam diperlakukan demikian.
"Baiklah, kami pergi dulu," pamit (Y/n). "Berhati-hatilah ketika kau pulang nanti, Mui-chan," lanjutnya.
***
Langit kini telah didominasi oleh nuansa jingga. Menandakan hari telah berubah menjadi senja. Sang mentari bersiap untuk kembali ke peraduannya. Digantikan oleh bulan yang memantulkan cahayanya.
Manik (e/c) itu menatap ke atas. Ke arah langit ciptaan Tuhan Yang Mahakuasa. Menelusuri estetika sang jumantara itu sendiri.
"Apa makna senja bagimu, Tomioka-san?"
Suara lembut (Y/n) disambut oleh telinga Giyuu. Membuat pemiliknya menoleh ke sisinya. Di mana seorang gadis dengan tatapannya yang sulit diartikan sedang menatap ke atas.
Mendengar pertanyaan itu dari (Y/n), Giyuu ikut memandang ke langit. Ia tak dapat menemukan jawabannya.
"Aku tidak tahu. Aku tak pernah memikirkan hal itu sebelumnya," jawab Giyuu, mengutarakan isi pikirannya.
Sebuah senyum penuh kemakluman tersungging pada bibir (Y/n). Wajar saja jika tak ada orang yang pernah memikirkan hal tersebut. Mungkin memang hanya dirinya yang sering bertanya-tanya makna dari hal-hal yang tak pernah dilirik oleh orang itu.
"Bagiku, senja adalah tanda bahwa hari telah berakhir. Meskipun matahari terbenam itu sangat singkat, namun keindahannya itu tetap membekas di pikiran setiap orang. Begitu pula dengan senja. Singkat, namun indah."
Termenunglah dirinya. Ucapan yang tak terduga dari bibir mungil gadis di sisinya itu kembali membungkam lelaki itu. Hal yang tak pernah terpikirkan olehnya. Namun, ketika Giyuu bersama (Y/n), ia selalu membuat orang lain berpikir bahwa ia adalah gadis yang penuh kejutan.
"Tomioka-san?"
Lamunan Giyuu buyar seketika saat ia dipanggil oleh (Y/n). Ia menatap gadis itu sejenak. Kemudian mengalihkan pandangannya ke arah langit berwarna jingga yang menaungi dirinya dan gadis di sebelahnya.
"Apa kau lupa jika kita sedang menjalankan sebuah misi?"
Suara Giyuu mengejutkan (Y/n) yang sedang membuka ikatan kain di tangannya. Namun, bukannya menjawab pertanyaan Giyuu, ia justru menyodorkan sekotak kayu ke hadapannya.
"Kau mau?"
Karena pertanyaannya sebelumnya diabaikan, Giyuu yang penasaran dengan apa yang (Y/n) lakukan, pun menoleh. Sebuah kotak berbahan dasar dari kayu dengan berbagai macam wagashi di dalamnya terpampang di depan wajah Giyuu. Ia menatap datar ke arah kue-kue manis itu.
"Kalau kau tidak ingin, aku habiskan semuanya," ujar gadis itu gemas sendiri karena Giyuu hanya menatap ke arah kotak itu dengan poker face-nya.
Tangan lelaki itu pun akhirnya bergerak mengambil salah satu wagashi dari dalam kotak kayu itu. Lalu, memasukkannya ke dalam mulut. Rasa manis memenuhi rongga mulutnya.
"Untukmu."
(Y/n) menyodorkan segelas ocha pada Giyuu. Memakan wagashi didampingi oleh segelas ocha memang terasa enak. Rasa manis di dalam mulutnya kini bercampur dengan pahitnya ocha itu sendiri.
Namun, seketika kening Giyuu mengernyit heran. Ia tidak melihat (Y/n) membawa gelas dan juga ocha. Namun, bagaimana benda itu bisa ada di sana?
Seolah-olah bisa membaca pikiran lelaki itu, (Y/n) berkata, "Jangan terlalu dipikirkan, Tomioka-san. Nikmati saja apa yang sudah kusajikan untukmu."
"Apa kau juga memberikan hal yang serupa pada Tokito?" tanya Giyuu. Ia teringat dengan kain bermotif bunga sakura yang (Y/n) berikan pada Muichirou sebelum mereka berangkat.
"Tentu saja. Aku sengaja membuat wagashi karena aku tiba-tiba ingin memakannya," jawab (Y/n). Ia menyesap perlahan ocha yang ada di dalam gelas di tangannya.
Mereka hanyut dalam pikirannya masing-masing. Saling membiarkan satu sama lain untuk berkelana sejauh mungkin. (Y/n) lupa denga fakta bahwa saat ini dirinya tengah bersama dengan Giyuu yang merupakan seorang Hashira. Yang mungkin saja bisa menyerap semua kekuatan Asano dalam sekejap mata.
"Kita harus segera pergi ke lokasinya sekarang."
Merasa setuju dengan perkataan Giyuu, (Y/n) pun langsung merapikan semuanya. Ia mengikat kembali kain itu, membungkus kotak kayu tadi.
Perjalanan yang dipenuhi oleh berbagai hal-hal tak terduga itu pun kembali dilanjutkan.
***
First published :: October 25th, 2020
Revised :: March 8th, 2022
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top