Juu Yon
Song: Tendrills of Tenebrae
Featuring: Oliver
Lagu ini sangat kelam. Tentang seseorang yang depresi. Bagi kalian yang mentalnya nggak terlalu kuat, jangan paksain diri buat liat mulmednya ya 😊.
*
Desember tiba tanpa terasa. Aku tak pernah lagi peduli pada hari-hari yang berlalu. Semuanya terasa benar-benar kosong. Aku sudah tidak bisa menemukan cahaya. Semuanya gelap, dingin. Tidak ada lagi yang berharga di hidupku ini. Tidak ada apa pun kecuali hanya kehampaan.
Udara mulai terasa dingin. Aku merapatkan syal merah pemberian Erika pada ulang tahunku yang ketujuh belas beberapa bukan lalu. Bahkan sampai benda ini mencekik leherku, aku tidak bisa menemukan kehangatan. Hanya ada hawa dingin yang menyeruak sejak liburan musim panas lalu.
Aku benar-benar tidak mengerti. Mengapa mereka tidak bisa mengerti keadaanku. Apa memang sudah tidak ada lagi rasa empati yang tersisa untukku. Mereka selalu berkata, "Kau bisa melewatinya, Mitsuki." Tetapi kenyataanya, apa yang bisa kulakukan? Hanya terdiam menyediri di pojok ruangan gelap.
Mereka tidak mengerti jika hidupku sudah tidak berharga. Jika ada seseorang yang ingin hidup lebih lama, aku rela memberikan sisa umurku jika saja bisa. Aku sama sekali tidak keberatan. Setidaknya itu bisa menjadi satu-satunya cara agar aku bisa berguna sebelum pergi selamanya dari dunia yang gelap ini.
Aku sudah lama menarik diri dari kehidupan sosial, menjadi "setengah hikikomori". Aku juga sudah lama sekali tidak ikut kegiatan klub. Semangatku sudah hilang. Konsentrasi seakan hanya menjadi keajaiban yang datang sesekali.
Mungkin Keiko harus menarik kata-katanya kembali. Aku tidak memiliki kekuatan apa-apa lagi, bahkan di doujo karate. Aku benar-benar lemah. Karena itulah aku tak berhak memiliki masa depan. Masa depan, aku bahkan ragu jika itu benar-benar ada untuk semua orang. Itu pasti hanyalah ilusi. Tidak ada yang namanya masa depan, kecuali kehancuran.
Ah, Keiko. Adik perempuanku yang malang. Dia harus mengkhawatirkanku sepanjang siang malam. Berbohong pada Otou-san dan Okaa-san jika aku baik-baik saja. Hari ini adalah hari ulang tahunnya. Aku tidak bisa memberi hadiah apa-apa. Baiklah, ambil saja seluruh sisa umurku. Anggap sana sebagai permintaan maaf karena sudah membuatnya cemas memikirkanku.
"Onii-chan, aku tidak keberatan kalau memang tidak ada hadiah untukku. Tapi ... onii-chan jangan murung seperti itu terus," ucap Keiko yang masih saja berada di ruang makan sementara Kaitou bersama Otou-san dan Okaa-san sudah lama pergi dari ruangan yang juga tampak gelap di mataku.
"Kata siapa aku tidak punya hadiah?" Aku memaksakan sudut bibirku agar terangkat. Keiko tampak tercengang. Mungkin ini adalah senyuman pertamaku sejak sekian lama.
"Onii-chan ...," lirih Keiko dengan mata berbinar. "Apa ... onii-chan benar-benar mempersiapkan hadiah untukku?" tanya Keiko tidak percaya sekaligus senang.
"Tentu saja. Hadiah untukmu ... yang kumaksud adalah ... seluruh sisa umurku," jelasku. Keiko yang tadinya tampak begitu bahagia melihatku seketika tertunduk lesu. "Hanya itu yang bisa kuberikan. Ambil saja sisa umurku."
Keiko menghela napas. "Onii-chan, sudah kukatakan berhenti membahas soal itu. Aku sudah berjanji untuk merahasiakan. Tapi jika onii-chan melakukan itu lagi, aku tidak akan bisa menyembunyikannya," ucap Keiko lemah.
Aku terdiam, kembali menatap kosong meja makan yang kini juga sudah kosong setelah semua alat makan dibersihkan oleh Keiko. Kosong, hanya itu yang ada di setiap senti pemikiranku. Aku sudah kehilangan semua yang berharga. Bukan, akulah yang menghilangkannya.
"Oh ya, onii-chan suka apel, kan? Ini apel yang dibawakan Sayaka nee-chan masih ada." Keiko menyodorkan sebuah mangkuk yang berisi tiga buah apel yang masih tampak segar, namun sama sekali tidak membngkitkan nafsu makanku. Aku juga sudah kehilangannya. Jauh sekali, tidak bisa kembali.
Aku justru tertarik pada pisau buah yang terletak di tampat yang sama. Tiba-tiba, keinginan untuk melakukan hal serupa dengan yang kulakukan saat musim panas muncul kembali. Aku segera meraihnya, menempelkannya pada jari telunjukku kemudian menggesernya dengan menekan lebih kuat.
(Jangan ditiru yang reader sekalian).
Aku meringis menahan perih. Setetes darah segar jatuh dari luka itu, mengenai meja makan yang bersih. Anehnya aku justru merasa lebih baik. Memang seperti yang dikatakan orang lain, mungkin ini adalah jalan pintas lain untuk meredakan sakit selain bunuh diri.
Aku mengambil salah satu apel yang tampak paling segar. Menggenggamnya erat-era dengan tangan kiriku yang mulai meneteskan banyak darah. Jika aku melakukannya lagi dengan cara seperti ini, tidak akan dicurigai sebagai self-harm.
"Akh ...." Luka yang dihasilkannya jauh lebih lebar dari sebelumnya. Aku mencoba untuk tersenyum. Rasa sakitnya kini sudah mulai berkurang.
"Onii-chan, kau baik-baik sa- .... Kyaaa ...!!" Keiko menjerit nyaring begitu melihat meja makan yang ternodai oleh cairan merah kental. Sejak kecil, dia memang memiliki phobia terhadap darah, atau yang lebih dikenal dengan istilah hemophobia.
Aku sama sekali tidak merasakan sakit. Justru perasaan lega muncul karena aku berhasil mengalihkan rasa sakit dari hatiku. Jika itu memang caranya, lebih baik pendarahan ini tidak pernah berhenti selamanya.
*
Pliiiss ... adegan self harm yang dilakukan Mitsuki jangan pernah dicoba, apa pun alasannya. Karena itu bahaya banget.
Jangan lupa vote dan comment ya 😊.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top