Juu Ichi

Alunan nada lembut piano memenuhi gendang telingaku. Harus kuakui, ini adalah ide paling cemerlang yang pernah dilontarkan Kazuhiko di antara saran-saran tidak masuk akalnya. Pikiranku mulai sedikit tenang mendengar melodi yang begitu indah.

Tetapi baru dua orang peserata saja yang tampil, Kazuhiko yang mengajakku sudah tertidur di pundak kiri Ryuto yang tampak serius memerhatikan, sambil sesekali mengoreksi. Aku masih bersyukur, setidaknya Kazuhiko tetap bisa menjaga image-nya walaupun sedang tidur. Dan yang terpenting, dia tidak mendengkur.

Mungkin benar jika seseorang yang memiliki empati tinggi akan ikut melakukan hal yang sama saat orang di dekatnya menguap. Baru beberapa menit saja Kazuhiko tenggelam di alam mimpi, rasa kantuk mulai menyerangku. Baiklah, jika Kazuhiko saja melakukannya, artinya aku juga boleh tidur di pundak Ryuto. Yah, meskipun pada akhirnya di hanya berdecak kesal. Aku tidak peduli. Lagipula, musik klasik bukan seleraku.

....

"Hei, bangun! Acaranya sudah selesai!!" seru Ryuto yang bahunya digunakan sebagai sandaran yang begitu nyaman. Aku mengucek mata yang masih terasa perih. Beberapa orang memang tampak berjalan keluar dari tempat ini.

Kazuhiko menguap lebar, memandangi sekeliling. Tidak terlihat ada peserta yang sedang tampil. "Kalian benar-benar keterlaluan. Kita datang ke sini bukan untuk tidur!" sergah Ryuto.

"Setidaknya kami tidak mendengkur," dalih Kazuhiko. Aku mengangguk setuju. Lagipula, sama sekali tidak seru menonton pertunjukkan musik yang bukan seleraku.

Ryuto hanya mendengus sebal sebagai respons. "Ya sudah, sebaiknya kita juga cepat keluar dan cari Shion," putusnya cepat. Kazuhiko menoleh ke arahku, tampak sedang meminta pendapat. Aku hanya mengedikkan bahu karena tidak terlalu mengerti bahasa tubuh yang digunakannya.

Kami berdua berjalan jauh di belakang Ryuto. Sepertinya aku ingin menarik kata-kataku kembali. Ini bukanlah ide yang cemerlang. Mungkin selama aku mengenalnya, Kazuhiko sama sekali tidak pernah memberiku saran yang bagus.

Dari sini, aku bisa melihat Shion yang tampak begitu senang di depan sebuah papan pengumuman dengan seorang pria di dekatnya. Pria itu tampak mengusap puncak kepala gadis itu. Jika kulihat lebih detail, pria itu terlihat terlalu muda untuk disebut sebagai Ayah Shion.

Ryuto yang sebelumnya sudah berjalan jauh di depan kami tiba-tiba berhenti hingga kami berdua bisa menyusulnya. "Kenapa kau berhenti? Pria itu bukan calon mertuamu!" gurau Kazuhiko sambil menepuk pundak laki-laki berkacamata itu.

"Aku tahu. Tapi, kita tidak boleh mengganggu Shion. Mungkin saja dia butuh waktu untuk berbicara dengan pria itu," sahut Ryuto dengan sedikit kesal.

Mungkin suara Ryuto terlalu keras hingga membuat Shion yang tak jauh di depan kami — hanya berjarak beberapa meter — menoleh lalu melambaikan tangan ke arah kami dengan senyum semringah. "Teman-teman, ayo kemari!" Tanpa berpikir dua kali, kami bertiga segera mendekat.

"Kakak, ini teman-temanku. Yang ini Kazuhiko, lalu yang berkacamata itu Ryuto," kata gadis itu memperkenalkan kami. Aku bisa melihat Ryuto yang berusaha menyembunyikan pipinya yang tampak sedikit memerah.

"Oh ya. Dan ini Mitsuki yang aku maksud tadi." Shion melanjutkan seraya menggenggam pergelangan tanganku. Aku tersentak. Mungkin karena melihat ekspresiku, dia langsung melepasnya.

"Salam kenal. Aku Akane Hide, kakak sepupu Shion," ucap pria itu ramah. Kami bertiga serempak tersenyum menangapinya. Pantas saja wajahnya masih terlihat muda. Rupanya dia hanya saudara sepupu Shion.

"Teman-teman, aku lolos ke babak berikutnya. Minggu depan aku akan tampil lagi," ujar Shion senang lalu menoleh ke arah kakak sepupunya yang bernama Hide itu. Pria itu tampak tersenyum bangga.

"Aku tahu kau itu luar biasa, Shion," pujinya. Shion sama sekali tidak membalas dengan ucapan yang bernada angkuh. Dia justru berkali-kali merendah dengan menyebut kesalahan dalam penampilannya. Gadis itu bahkan berkata, 'Jurinya pasti mengantuk jadi mereka salah memilih aku.' Aku dan Kazuhiko saling berpandangan, merasa tersindir.

"Terserah apa katamu, Shion. Setidaknya, kau sudah memeuhi janjimu pada obaa-san [22]," balas Hide lagi seraya mencubit pipi adik sepupunya gemas.

Aku tertegun, 'memenuhi janji' katanya?

"Ojii-san, cepatlah sembuh. Bulan depan aku ada tournament karate."

"Mitsuki, rupanya kau mewarisi bakat Akeshi dan Yoshiro dalam beladiri. Itu bagus sekali."

"Aku pasti akan berusaha memenangkan tournament itu, asalkan ojii-san cepat sembuh."

Senyuman lebar Ojii-san hari itu masih terbayang. Janjiku padanya ... tidak bisa terpenuhi. Apakah sekarang beliau tidak kecewa padaku? Apakah yang dikatakan Erika itu benar? Apa beliau juga tidak marah setelah apa yang kulakukan pada Erika? Apa aku masih bisa menjadi cucu yang bisa membahagiakan Ojii-san?

Shion, kau memang jauh lebih hebat dariku ... yang tidak bisa memenuhi janjinya.

*

22. Obaa-san: nenek.

Jangan lupa vote dan comment ya 😊.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top