Chapter 9 - Small Pebbles That Wound Her

Author's POV

Sudah beberapa hari berlalu sejak Kenma menunjukkan foto yang sama sekali tak (Y/n) harapkan untuk ada. Ia belum tahu siapa orang yang mengirimkan foto yang membuat Kenma dan dirinya berada di dalam perang dingin. Mereka sama sekali tak berbicara satu sama lain. Bahkan, mereka sudah tidak sarapan bersama lagi. Kenma akan berangkat lebih pagi atau bahkan (Y/n)-lah yang berangkat lebih pagi.

Hari ini pun masih sama. Kenma justru berangkat lebih pagi seperti hari sebelumnya. Ketika (Y/n) bangun, ia tak melihat sosok Kenma di manapun. Hal itu pun membuat dirinya berasumsi Kenma sudah berangkat ke kantor lebih dulu. Meninggalkan dirinya di rumah tanpa sempat untuk mengucapkan "selamat pagi".

(Y/n) pun berlalu ke dapur. Ia berniat membuat sarapan untuk dirinya sendiri sebelum pergi ke kantor. Berterima kasihlah kepada Shinsuke yang masih membiarkannya bekerja bersamanya setelah apa yang (Y/n) lakukan tempo hari. Namun, (Y/n) sama sekali bingung harus bereaksi apa saat mendapatkan e-mail dari Shinsuke yang menerima permintaan maafnya. Entah ia harus bahagia atau justru merasa tertekan dan sedih.

Aroma tak sedap menyadarkannya dari lamunannya. (Y/n) langsung menyadari jika telur yang ia goreng telah berubah hitam. Ditambah aroma yang membuatnya mual.

"Astaga, apa yang telah kulakukan?" Ia langsung mematikan api di kompor. Lalu, mengangkat telur gosong itu ke atas piring.

Ia pun membawanya ke atas meja makan. Ditambah dengan selembar roti, lalu ia pun memakannya. Meskipun terasa pahit, (Y/n) sama sekali tak protes. Atau lebih tepatnya ia malas untuk protes. Toh telur itu adalah buatannya sendiri. Jadi, untuk apa ia protes pada dirinya sendiri?

Saat ia menggigit roti di tangannya untuk ketiga kalinya, tiba-tiba ia teringat pada Kenma. Biasanya lelaki itu akan duduk di hadapannya sambil menyantap menu sarapan yang sama dengan (Y/n). Namun kini, semua itu hanyalah khayalan (Y/n) semata. Setetes air mata jatuh ke atas meja makan. (Y/n) pun langsung mengusap matanya untuk mencegah air mata yang lain menyusul keluar.

Selesai sarapan-meskipun ia masih dibayang-bayangi oleh keberadaan Kenma-(Y/n) pun memutuskan untuk bersiap ke kantornya. Saat ia sudah siap, tatapannya kali ini tertuju pada foto dirinya dan Kenma di ruang tengah yang ia lalui. Di foto tersebut, ia mengenakan gaun pengantin sementara itu Kenma mengenakan sebuah jas. Mereka terlihat bahagia di foto itu meskipun Kenma hanya tersenyum samar.

Kini, gadis itu rindu dengan momen-momen bersamanya dengan Kenma.

***

"Kenma-sama."

Suara pintu yang dibuka dan panggilan dari Alisa membuat Kenma menoleh. Ia melihat Alisa membawa beberapa lembar kertas di tangannya.

"Ini adalah data yang Anda ingin ketahui." Alisa menyerahkan kertas-kertas tersebut pada Kenma.

Alis Kenma bertautan saat ia melihat wajah santai yang tercetak di atas kertas itu. Namun, sedetik kemudian rahangnya mengeras.

"Terima kasih, Alisa. Kau boleh melanjutkan pekerjaanmu," ujar Kenma setelah memandangi kertas di tangannya.

"Baik, Kenma-sama. Selamat bekerja." Seusai mengatakan itu, Alisa pun berlalu pergi.

Kenma memijat pelipisnya yang terasa berdenyut. Ia kini sudah tahu siapa lelaki brengsek yang telah berbuat seenaknya pada istrinya. Namun, Kenma masih belum tahu apa yang harus ia lakukan. Meskipun ia ingin sekali menghajar wajahnya, namun bukan berarti ia bisa langsung melakukannya. Tidak semudah apa yang ia pikirkan.

Ditariknya napas dalam-dalam lalu ia hembuskan sekuatnya. Kepala Kenma tertunduk menatap pada barisan hiragana pada keyboard di depannya.

"Mengapa masalah terus berdatangan?" gumamnya.

***

Suara kertas yang diremas terdengar mengisi kekosongan ruangan itu. (Y/n), si pelaku, tampak tengah menatap kesal ke arah layar laptop-nya. Ia baru saja membuat jadwal baru di kertas yang ia remas tadi. Namun, karena ternyata masih banyak rapat-rapat yang harus ia adakan, pada akhirnya kertas jadwal tadi berakhir di tempat sampah.

Karena kesal, (Y/n) pun mematikan laptop-nya. Ia akan melanjutkannya nanti setelah makan siang dan akan langsung mengetiknya di laptop saja.

"Oh, (Y/n)-san!"

Panggilan itu membuat (Y/n) menoleh. Kou berdiri di sana sambil membawa dua buah gelas kertas.

"Kou-san," sahut (Y/n) setelah ia mendekati gadis itu.

"Apakah kau sudah makan siang?" tanyanya. "Aku membawakan segelas kopi untukmu," sambungnya sambil menyodorkan salah satu gelas di tangannya.

"Ah, belum. Aku belum makan siang." (Y/n) mengambil gelas tersebut. "Terima kasih untuk kopinya."

"Mau makan siang bersama?" tawarnya.

"Um, boleh." (Y/n) menyetujuinya dengan senang hati.

Setelah mereka tiba di restoran yang berada tak jauh dari kantor, mereka langsung memesan makan siang untuk masing-masing. (Y/n) tidak ingin makan terlalu banyak hari ini. Bahkan roti dan telur gosong yang tadi pagi yang ia makan terasa cukup untuk mengisi perutnya.

"(Y/n)-san, aku ingin menanyakan suatu hal padamu."

(Y/n) pun menelan makanannya terlebih dahulu. Lalu, ia menyahut, "Hm? Apa itu?"

"Apakah kau dekat dengan CEO kita? Tetsurou-sama?"

Mendengar pertanyaan Kou, raut wajah (Y/n) berubah gelap. Perasaan benci dan amarah yang ia berikan pada lelaki itu langsung muncul ke permukaan.

"Tidak."

"Oh, benarkah? Tetapi, aku melihat kalian berdua sempat melakukan suatu hal yang tak bisa dibilang 'tidak dekat'."

Kening (Y/n) langsung mengernyit. Berbagai pikiran negatif tentang Kou mulai bermunculan di dalam kepalanya.

"Tunggu, apa maksudmu?"

"Aku hanya ingin memberitahu jika akulah yang menyulut api di hubungan rumah tanggamu," jawab Kou santai sambil memasukkan sushi ke dalam mulutnya.

Bagaikan tersambar petir di siang hari, (Y/n) membeku. Ia menatap sama sekali tak percaya pada Kou yang tampak santai seolah-olah ia adalah manusia paling tak berdosa di dunia ini.

(Y/n) berdiri lalu menggebrak meja. "Jadi, kaulah yang memotret dan mengirimkan foto sialan itu kepada Kenma?!"

"Um, akulah pelakunya."

(Y/n) kembali tenang dan ia duduk kembali. "Ternyata selama ini aku berteman dengan seorang jalang," sindirnya menusuk.

"Siapa yang kau bilang jalang, hah?!" Kou menatap marah pada (Y/n). Kini, Kou yang berada di depan (Y/n) bukanlah Kou yang selama ini ia kenal. Melainkan adalah sisi yang sebenarnya dari gadis itu.

"Yang merasa saja." (Y/n) menyeruput strawberry smoothie-nya.

"Kaulah yang jalang, (Y/n)! Kau sudah memiliki Kenma, namun kau masih menggoda lelaki lain! Bahkan ia adalah CEO di tempatmu bekerja!" hardik Kou marah.

"Oh? Menggoda lelaki lain? Apakah aku tidak salah dengar? Kau pikir aku adalah perempuan murahan yang akan membiarkan tubuhnya dipakai oleh sembarang lelaki? Kau salah besar, Bodoh. Justru kau membicarakan dirimu sendiri di sini," ejek (Y/n). "Kau rela menggunakan trik murahan seperti itu hanya untuk merebut Kenma dariku. Apakah kau pikir dengan itu kau bisa mengambil Kenma begitu saja? Sesekali gunakanlah otakmu untuk hal yang berguna, Kou."

Kali ini, (Y/n) sudah tak memedulikan formalitas di antara dirinya dengan Kou. Toh gadis itu sudah berhasil membuatnya naik pitam dan ditambah dengan kebenciannya pada Kuroo membuat ia melampiaskan semua perasaan itu pada Kou. Gadis yang malang. Oh, apakah ia perlu dikasihani? Sepertinya tidak.

Kou hanya menggeram. Ia menatap kesal dan penuh kebencian pada (Y/n). Namun, sedetik kemudian, wajahnya kembali normal. Bahkan, ia tersenyum yang dibuat-buat. Dan senyumnya itu membuat (Y/n) merasa mual dan ingin muntah saat itu juga.

"Benarkah apa yang kau katakan itu? Sepertinya trik murahan yang kau ejek tadi sudah berhasil menciptakan perang dingin di antara kau dan Kenma." Kou mengaduk-aduk carramel macchiato-nya.

(Y/n) menatap datar ke arah Kou. Namun, di balik tatapannya itu terdapat amarah dan kekesalan yang luar biasa. Teman yang selama ini ia percayai justru menusuknya dari belakang. Tetapi, (Y/n) bukanlah orang yang akan langsung mati jika ditusuk begitu saja.

"Jika kau tahu tentang itu, lalu apa yang akan kau lakukan? Menggoda Kenma agar ia mau bersamamu?" (Y/n) tertawa. "Aku akan bertanya satu hal: memangnya Kenma mau berpaling dariku lalu menikahimu? Itu hanya halumu saja."

(Y/n) bangkit berdiri. Ia sama sekali sudah tak berselera untuk makan.

"Sudah ya. Aku lelah berbicara dengan jalang sepertimu," ejeknya lalu beranjak pergi. Meninggalkan Kou yang diselimuti oleh kekesalan.

Ah, pertemanan memang tidak selamanya abadi.

***

Yo minna!

Gak tau mau ngetik apa di sini, tapi makasih udah baca dan juga vomment🥺💖

Spoiler alert: hari ini double up :3

I luv ya!
Wina🌻

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top