Chapter 6 - A Feeling Without Name
Author's POV
Hari sudah larut malam ketika Kenma pulang dari kantornya. Ia meregangkan tubuhnya yang terasa kaku dan pegal. Seketika ia teringat dengan (Y/n) yang selalu memijat tubuhnya saat ia pulang daru kantor. Sebuah senyum tipis pun terbentuk di bibirnya.
Kenma mengeluarkan kunci mobilnya. Di saat yang bersamaan, seseorang menyentuh bahunya. Sontak ia pun menoleh.
"Kenma-sama, apakah Anda tak ingin ikut dengan kami ke kelab?"
Salah satu karyawan di kantornya tiba-tiba mengajaknya. Kenma yang hendak membuka pintu mobilnya seketika diam.
"Ah, tidak. Lain kali saja. Kalian saja yang pergi," tolak Kenma dengan halus.
"Ayolah, Kenma-sama. Apakah Anda tidak merasa bosan diam di rumah saja? Lagi pula, kita harus merayakan keberhasilan proyek kita hari ini," cecarnya lagi.
Kenma menghela napas panjang. Pada akhirnya, ia menyetujui ajakan tersebut dan disambut oleh sorakan bahagia mereka.
***
Setelah menempuh perjalanan yang tidak terlalu lama, akhirnya Kenma tiba di sebuah kelab. Jujur saja, Kenma sangat anti dengan tempat-tempat seperti ini. Khususnya, keramaian. Lagi pula, ia sudah memiliki (Y/n). Maka, ia tak perlu mencari wanita lain untuk menggantikannya.
"Kenma-sama, Anda ingin minuman apa?"
Kenma melirik sekilas ke arah sang bartender di depannya. Lalu, ia menjawab, "Mocktail saja."
"Ah, apakah Anda sedang tidak ingin mabuk?" celetuk Alisa, sekretaris Kenma.
Kenma hanya mengangguk singkat.
Setelah menyebutkan pesanan masing-masing, sang bartender pun mulai membuat minuman mereka dengan cekatan. Hingga tak lama kemudian, minuman-minuman tersebut sudah disajikan di depan mereka.
Tangan Kenma bergerak mengambil gelas kaca berisi mocktail di depannya. Ia sama sekali tidak ingin mabuk. Atau lebih tepatnya ia tidak pernah mabuk.
Beberapa saat diam di sana, Kenma mulai merasa bosan. Para karyawan kantornya yang mengajaknya ke sini mulai berhilangan. Ya, mereka sibuk menggoda wanita lain atau bahkan menghabiskan minuman mereka hingga tandas.
Sementara itu, Kenma hanya diam di sana. Duduk seorang diri di kursi bar yang berjajar.
Kenma jadi bertanya-tanya. Apa yang akan (Y/n) katakan jika ia tahu lelaki itu datang ke sebuah kelab? Apakah ia akan marah? Menyuruhnya tidur di luar? Ataukah biasa saja? Seketika, Kenma merindukan omelannya.
"Anda ingin ke mana, Kenma-sama?"
Salah satu karyawan yang bekerja di bawah Kenma bertanya ketika Kenma bangkit dari duduknya.
"Ke toilet."
Ia pun mengangguk paham dan membiarkan Kenma pergi.
Seusai menjawab pertanyannya, Kenma berlalu ke toilet pria. Ia mencuci tangannya dan menatap bayangan dirinya di cermin. Warna hitam di kantung matanya mulai terlihat. Menandakan jam tidurnya kurang belakangan ini. Wajar saja, pekerjaannya terlalu banyak untuk diselesaikan hingga waktu tidurnya pun berkurang. Oh, ditambah (Y/n) tidak bersamanya. Membuat dirinya kekurangan energi untuk beraktivitas.
Sambil keluar dari toilet dan berniat untuk pulang, Kenma mengeluarkan ponselnya. Belum ada pesan ataupun telepon dari (Y/n) semenjak telepon kemarin siang. Setelah ia mengecek isi ponselnya, detik selanjutnya ponselnya padam. Baterainya ternyata telah habis. Kenma pun memasukkan ponselnya tepat ketika Alisa berdiri di hadapannya. Dari wajahnya, Kenma tahu sekretarisnya itu terlihat mabuk.
"Ah, Kenma-sama."
Kenma hanya mengangguk lalu berjalan menjauh. Ia tak ingin berurusan dengan seseorang yang kesadarannya tak berada bersamanya.
"Kenma-sama, jangan pergi dulu."
Tepat setelah mengatakan itu, tangan Kenma dicengkeram oleh Alisa. Gadis itu mendekatinya. Ia mengelus pipi Kenma dengan jari lentiknya.
"Hentikan, Alisa," titahnya.
"Bukankah ini yang selama ini Anda inginkan?" Ia masih mengelus pipi lelaki itu. Dan kini, tangannya justru turun ke dada bidangnya. "Bukankah begitu, Kenma-sama?"
Mengapa saat ini Kenma justru merasa sedang dilecehkan? Bahkan oleh seorang perempuan.
Kenma hanya memijat pelipisnya. Inilah alasan lain mengapa ia tak ingin pergi ke kelab. Ya, selain karena keramaian di sana.
"Alisa, apakah kau ingin aku memecatmu?" ujar Kenma datar. Ia sama sekali tak tergoda oleh tingkah Alisa padanya.
"Tidak. Saya hanya menjalankan tugas saya," racaunya.
Kenma menatap Alisa sekilas dengan kepalanya yang terasa pening. Sampai kapan gadis itu akan menempel pada dirinya? Ia bahkan bisa merasakan amarah (Y/n) dari kejauhan. Oh, mungkin itu hanya firasatnya saja.
"Alisa, aku akan mengantarmu pulang dan jangan bertingkah lebih dari ini," ucapnya tegas.
Lagi pula, Alisa masih bekerja sebagai sekretarisnya. Dan, pekerjaan gadis itu sangat baik menurut Kenma. Sehingga ia tak merasa sungkan untuk mengantarnya.
"Anda ingin ke mana, Kenma-sama?"
Karyawannya yang tadi tiba-tiba bertanya ketika Kenma yang tengah merangkul Alisa itu.
"Saya akan mengantar Alisa pulang. Ia sudah tak cocok untuk berada di sini," jawab Kenma cepat.
"Apakah perlu saya bantu?" Ia menawarkan.
"Tidak perlu. Kau bersenang-senang saja."
Meskipun wajah karyawan tersebut tampak tidak enak hati, ia pun membiarkan atasannya itu pergi.
***
"Maaf merepotkanmu, Kenma-san!"
Lev, adik Alisa, langsung membungkuk hormat ketika Kenma mengantarkan kakaknya pulang. Rasa bersalah memenuhi benaknya. Ditambah kakaknya tampak mabuk dan tak sadar jika ia sudah diantarkan oleh atasannya sendiri.
"Tidak masalah. Aku akan pulang sekarang," sahut Kenma santai sambil berbalik.
"Um. Hati-hati di jalan!" Lev melambaikan tangannya.
Kenma masuk kembali ke dalam mobilnya. Lalu, ia pun mengendarainya hingga tiba di rumah.
Suasana rumah yang tampak gelap menyambut Kenma. Ia memarkirkan mobilnya lalu segera turun. Langkah kakinya berjalan masuk ke dalam rumah. Lampu rumah langsung ia nyalakan ketika ia tiba.
Rumahnya terasa sepi saat ini. Tidak ada sambutan hangat yang bisa (Y/n) berikan padanya. Juga tidak ada suara cerewet miliknya yang setiap hari menjadi soundtrack di pagi hari.
Setelah air hangatnya siap, Kenma beranjak untuk mandi. Semenjak (Y/n) pergi untuk sementara, ia harus melakukan semuanya seorang diri. Namun, karena Kenma sudah terbiasa melakukan semuanya sendiri, ia pun tak merasa keberatan. Hanya saja, ia merasakan suatu hal yang dinamakan kesepian.
Sepi karena tak ada (Y/n) di sana. Sepi karena tak ada suara berisik miliknya. Juga sepi karena suasana rumahnya yang terasa berbeda ketika (Y/n) tak berada bersamanya.
Usai mandi, Kenma mencolok charger ke ponselnya. Benda pipih itu mulai menyala ketika ia mencoloknya ke listrik. Beberapa panggilan tak terjawab mengambil alih perhatiannya. Semua panggilan itu berasal dari (Y/n).
Tanpa berpikir panjang, Kenma langsung mengetik pesan padanya. Sesuai dugaannya, pasti (Y/n) sudah tertidur. Wajar saja, saat ini jam sudah menunjukkan pukul satu pagi.
Jadi Kenma meletakkan ponselnya ke atas meja nakas lalu berbaring di atas tempat tidur. Sambil memikirkan (Y/n) yang pastinya juga sudah terlelap.
***
Yo minna!
Sudah berapa abad berlalu semenjak terakhir kali diriku up cerita ini?🛐
Gak sampe seabad juga oi. Kurang lebih cuma dua minggu ya.
Iya, dua minggu tanpa kepastian /plakk gaje lu, Win
Oke, oke. Sekarang aku sudah up lagi. Tapi, tentu saja, diriku cuma menghabiskan tabungan draft tercinta ini☺🙏🏻
Up selanjutnya? Entahlah. Mungkin menunggu hingga para husbu menjadi nyata.ggt
Yah, pokoknya gak tau kapan. Diusahakan secepatnya. Lagi pula, diriku udah beres PAT dan waktu luangku jadi banyak karena Tugas-kun udah koid🥰
Terima kasih ya kepada kalian yang masih mau baca serta vomment di cerita berdebu ini🥺💖
I luv ya!
Wina🌻
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top