Chapter 12 - The Misery Dinner

Author's POV

Aku akan menjemputmu jam tujuh malam.

Pesan itu baru saja (Y/n) baca setelah ia selesai mandi. Ia mendadak teringat dengan makan malam yang harus ia dan Kenma hadiri. Napas yang panjang pun ia hembuskan. Jarinya segera mengetik balasan untuk pesan itu.

Baiklah.

Ya, hanya itu. Setelah itu, (Y/n) menaruh kembali ponselnya ke atas meja di depan televisi. Ia menggosok rambutnya dengan handuk lalu kembali ke kamar untuk mengambil hair dryer. Ketika ia melihat benda hitam yang biasa digunakan untuk mengeringkan rambut itu, seketika (Y/n) teringat dengan Kenma. Ia masih ingat di saat dirinya mengeringkan surai pirang milik lelaki itu.

(Y/n) menggelengkan kepalanya. Berusaha menghilangkan kenangan itu dari dalam kepalanya meskipun sebenarnya cukup sulit untuk ia lakukan.

Bayangkan saja, mereka sudah bersama selama dua tahun. Pastinya selama itu (Y/n) dan Kenma memiliki kenangan suka dan duka. Tentunya tidak mudah untuk dilupakan begitu saja. Terlebih bagi (Y/n). Sungguh sulit melupakan sesuatu yang sangat berharga bagi seseorang. Bukankah begitu?

Karena saat ini jam telah menunjukkan pukul lima lebih tiga puluh menit, (Y/n) memutuskan untuk bersiap. Ia khawatir jika dirinya akan memakan waktu yang cukup lama hanya untuk berdandan meskipun sebenarnya (Y/n) sendiri tidak terlalu menyukainya dan hanya memakainya untuk bekerja saja.

Jam baru saja menunjukkan pukul tujuh kurang lima belas menit. (Y/n) tengah duduk di sofa. Televisi di hadapannya tidak menyala. Hanya keheningan tak berujung yang menyelimuti ruang tengah rumahnya.

Suara bel yang terdengar di tiba-tiba mengalihkan perhatian (Y/n). Ketika ia melirik sekilas ke arah jam dinding yang berada cukup tinggi di atas televisi, jam sudah menunjukkan pukul tujuh tepat.

(Y/n) pun bangkit dari duduknya dan membuka pintu dengan perlahan. Kenma berdiri di sana sambil menunduk menatap ponselnya. Ia pun menengadahkan kepalanya ketika mendengar suara pintu yang dibuka.

"Kau sudah siap?"

(Y/n) mengangguk. Ia menutup pintu hingga rapat lalu menguncinya. Kemudian, ia berjalan satu meter di belakang Kenma. Lelaki itu membukakan pintu untuknya. (Y/n) pun masuk ke dalam mobil. Setelahnya Kenma memutar dan duduk di balik kemudi. Hingga akhirnya mobil itu membela jalan raya Tokyo di malam hari.

***

Subaru Levorg itu bergerak perlahan hingga pada akhirnya berhenti di depan sebuah restoran Eropa. Khusus untuk makan malam kali ini, orang tua Kenma mengajak mereka untuk makan di luar. Menikmati masakan Eropa yang sudah jarang mereka nikmati.

Di saat (Y/n) ingin membuka pintu, tangan Kenma mencegahnya. Ia keluar terlebih dahulu lalu memutari mobilnya dan membukakan pintu untuk (Y/n) tanpa berkata apa-apa. Yang dibukakan pintu oleh Kenma hanya bisa merasa canggung. Setelahnya (Y/n) dan Kenma berjalan beriringan masuk ke dalam restoran.

Suasana yang cukup ramai malam ini menyambut mereka ketika Kenma membuka pintu kaca. (Y/n) melihat ibu Kenma melambai ke arah mereka sambil tersenyum lebar. Di sampingnya terdapat ayah Kenma yang juga tersenyum hangat. Mereka pun menghampirinya.

"Bagaimana kabarmu, Sayang?" tanya ibu Kenma membuka percakapan ketika (Y/n) baru saja duduk.

"Baik, Kaa-san. Kaa-san sendiri bagaimana?" tanyanya balik.

"Um, kabar Kaa-san juga baik," sahut wanita itu ramah. (Y/n) pun tersenyum mendengarnya.

(Y/n) kembali diam sambil sesekali menanggapi perkataan orang tua Kenma dan terkadang juga ia tersenyum. Kini ia bisa melupakan sejenak masalahnya belakangan ini.

Kenma yang duduk di samping gadis itu melirik ke arahnya. Melihat (Y/n) yang tampak tengah tersenyum menanggapi perkataan Kaa-san-nya membuat Kenma tersenyum tipis. Setidaknya ia tahu (Y/n) masih bisa tersenyum meskipun hanya sebentar dan dapat dihitung oleh jari.

"(Y/n), apakah kau masih bekerja di perusahaan hotel itu?" tanya ayah Kenma tiba-tiba.

"Ya, Tou-san," sahut (Y/n) jujur.

Mendengar jawaban (Y/n) itu, ayah Kenma menghela napas. Meskipun ia sudah menyuruh (Y/n) untuk berhenti bekerja di sana, gadis itu masih saja keras kepala dan menolak untuk menuruti perkataannya. Sepertinya sudah saatnya ia menyerah.

"Tou-san? Ada apa?" tanya (Y/n) bingung ketika ia melihat ayah mertuanya tiba-tiba terdiam.

"Ah, tidak, (Y/n). Bukan apa-apa." Ia tersenyum. "Lanjutkan makanmu."

(Y/n) pun hanya mengangguk dan tidak berkata apa-apa lagi lebih lanjut. Ia sendiri mulai perlahan menghabiskan makanannya.

"Omong-omong, kalian berdua tampak lebih diam hari ini. Apakah ada masalah di antara kalian?" Tiba-tiba ibu Kenma berkomentar. Ia yakin ada sesuatu yang tidak beres di antara anaknya dan (Y/n).

Memang insting seorang ibu selalu benar. (Y/n) pun menggeleng dan berinisiatif untuk menjawab, "Kami baik-baik saja, Kaa-san. Ya kan, Kenma-kun?" Untuk memperkuat perkataannya, (Y/n) pun meminta persetujuan Kenma yang duduk di sampingnya.

Tanpa berpikir panjang, Kenma mengangguk. "Ya, kami baik-baik saja."

"Ah, baguslah jika demikian. Jika kalian memiliki suatu masalah, segera diselesaikan ya, Nak. Jangan mengabaikannya terlalu lama," nasihat wanita itu seraya tersenyum.

(Y/n) pun membalas senyumnya seraya berkata, "Tentu, Kaa-san."

Reaksi yang Kenma berikan pun tak jauh berbeda dengan (Y/n). Mereka berdua sama-sama mengiyakan perkataan ibunya namun berbeda dengan apa yang akan mereka lakukan nantinya.

***

"Hati-hati kalian berdua," ujar ibu Kenma sebelum Kenma dan (Y/n) berpisah dengan orang tua lelaki itu di depan restoran.

"Jangan mengendarai mobil dengan kecepatan tinggi, Kenma," tambah ayahnya.

Kenma mengangguk. Toh ia juga tidak pernah mengebut ketika mengendarai mobil selama sepuluh tahun ini. Hanya di saat-saat tertentu saja yang memaksa dirinya untuk melakukan itu. Dan juga Kenma tidak mungkin mengebut ketika (Y/n) bersama dengannya.

"Kami pulang dulu, Kaa-san, Tou-san," pamit (Y/n) sesaat sebelum masuk ke dalam Subaru Levorg milik Kenma.

"Hati-hati!"

Kenma menjalankan mobilnya perlahan hingga kemudian ia mulai menambah sedikit kecepatannya setelah keluar dari area parkiran.

Di dalam mobil, keheningan melanda. Sama seperti saat mereka berangkat menuju restoran pukul tujuh tadi. (Y/n) pun tidak berniat untuk membuka percakapan. Sementara itu, Kenma memang notabene pendiam. Selama ini (Y/n)-lah yang selalu mencari topik pembicaraan. Namun, kini gadis itu tak berbicara apapun dan hanya memandang ke luar jendela.

"(Y/n)."

Yang dipanggil menoleh. Masih belum mengatakan apa-apa.

"Apakah kau benar-benar akan kembali bersama dengan lelaki itu?" tanya Kenma cepat. Pandangannya masih menatap lurus ke depan. Tidak mengalihkannya dari gelapnya malam.

"Ya. Aku sudah pernah menjawabnya, bukan?"

Sekali lagi, (Y/n) menyakiti perasaan Kenma meskipun hati kecilnya menolak untuk melakukannya.

***

Yo minna!

Seharusnya chapter ini up kemaren. Tapi, karena aku lupa, jadi telat satu hari.

Telat satu hari masih gpplah ya daripada telat satu bulan. Kek cerita sebelahku🚮

Yang sudah baca dan juga vomment, makasih bangettt😭❤✨

I luv ya!
Wina🌻

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top