Chapter 10 - Cracked
Yo minna!
Sesuai apa yang kuketik di chapter sebelumnya, hari ini aku double up✨
Happy reading! (人´∀'*)
──────
Author's POV
Tatapan Kenma tertuju pada tumpukan kertas di tangannya. Lagi-lagi, ia memijat pelipisnya. Lelaki itu mengambil cangkir dari atas meja. Ia menyesap ocha dari dalam sana. Kemudian, tatapannya beralih menelusuri cangkir tersebut.
Tidak ada yang spesial. Hanya tulisan singkat di sisi cangkir tersebut.
I love you, endlessly.
Meskipun hanya empat kata, namun sudah cukup membuat Kenma teringat dengan seseorang. Seseorang yang telah mengecewakannya juga menyakitinya.
Ia menghela napas sambil meletakkan cangkir itu kembali ke tempat semula. Ingatannya melayang pada saat (Y/n) memberikan cangkir couple itu padanya. Kenma menerima salah satunya, yaitu yang kini ia gunakan.
Tidak ingin berlarut lama-lama tentang (Y/n), Kenma melanjutkan kegiatannya yang sempat tertunda sebelumnya. Ia kembali mengecek dokumen-dokumen yang tadi ia sedang cek.
Tak lama kemudian, Kenma sudah kembali mengerjakan pekerjaannya dan melupakan sejenak masalahnya dengan (Y/n).
***
Suara televisi yang menyala mengisi kekosongan di rumah itu. (Y/n) menatap tidak minat ke arah benda berbentuk persegi panjang di depannya. Sejak tadi, ia hanya mendengarkan berita-berita yang tayang sambil sesekali mengecek ponselnya.
Tangan (Y/n) bergerak meraih secangkir ocha dari atas meja di hadapannya. Ia menyesapnya perlahan. Tatapannya masih tertuju pada layar televisi. Namun, seketika ia tersadar. Cangkir yang ia pakai ternyata merupakan cangkir couple. Yang salah satunya telah ia berikan pada Kenma.
Seketika isi kepalanya dipenuhi oleh saat-saat ia menghabiskan hari-harinya dengan Kenma. Oh, juga ketika (Y/n) memberikan cangkir itu padanya.
Ia tersenyum tipis. Menyentuh tepi cangkirnya itu seraya membulatkan tekadnya untuk mengucapkan kata maaf pada Kenma. Ya, itulah rencananya. (Y/n) sudah tidak tahan dengan apa yang mereka lalui hingga detik ini. Mungkin inilah definisi dari dekat namun terasa jauh. Kini gadis itu sudah memahaminya.
Namun, apakah kata maaf sudah cukup? Bagaimana jika belum? Apa yang harus ia lakukan kemudian?
"Jauhkan pikiran negatifmu itu, (Y/n). Kau bahkan belum mengatakan 'maaf' itu." Ia bermonolog. Berusaha menyemangati dirinya sendiri dan menghilangkan perasaan ragu.
Ia meletakkan cangkir yang sejak tadi dipegangnya ke atas meja di hadapannya. Pikiran dan tatapannya sudah tidak tertuju ke arah televisi lagi. Kini ia tengah sibuk mengumpulkan keberaniannya yang sempat tercerai-berai.
***
"Tidak. Saya menolaknya."
Perkataan berupa tolakan yang tegas itu terlontarkan dari bibir Kenma. Lelaki berjas hitam yang tengah membuka pintu mobilnya itu sontak berhenti ketika salah satu karyawannya mengajak dirinya ke kelab, lagi. Tentu saja, Kenma menolaknya. Ia tidak ingin berhadapan dengan salah satu karyawannya yang mabuk dan berakhir merepotkan dirinya. Bukan karena Kenma merasa kesal atau bagaimana, namun ia hanya sedang tidak ingin ke sana. Lebih baik ia pulang dan tidur.
"Ayolah, Kenma-sama. Apakah Anda tidak lelah bekerja dari pagi tadi?" bujuk salah satu karyawannya itu.
Helaan napas keluar dari bibir Kenma. Lelaki itu diam dan mulai berpikir cara penolakan yang lain. Namun, meskipun otaknya sudah berpikir keras, ia tidak menemukan jawabannya dan pada akhirnya dirinya ikut kembali bersama mereka.
Suasana yang ramai sebenarnya bukan tipikal Kenma. Lelaki itu tidak suka membunuh waktu dengan cara datang ke tempat ramai seperti ini. Alasan Kenma datang kemari cukup sederhana. Ia sudah terlalu sulit untuk menolak permohonan karyawannya itu karena nantinya juga mereka tetap akan merengek dan memaksa dirinya datang ke sini.
Seorang wanita penggoda yang tiba-tiba muncul mendadak mendekati Kenma. Wanita itu berpakaian irit bahan hingga bagian-bagian tubuhnya terekspos ke publik. Ditambah dengan parfum wanita itu yang terlalu menyengat. Kenma yang awalnya hanya tengah menikmati minuman tanpa alkohol miliknya mulai tampak risih.
"Tolong menjauh dariku," ujar Kenma masih dengan menyelipkan sopan santun.
Namun, rupanya wanita itu masih bersikeras untuk mendekati Kenma. Bahkan kini ia telah duduk di pangkuan lelaki itu dengan seenaknya. Kenma hanya bisa menghela napas. Inilah alasan lain mengapa dirinya tidak suka bahkan hampir tidak pernah datang ke kelab.
"Menyingkirlah dariku," ucap Kenma dingin sambil menggeser wanita itu dari pangkuannya. Terselip rasa bersalah di hatinya namun ia segera menghilangkannya.
Tanpa berpikir panjang, Kenma langsung kembali ke parkiran dan memilih untuk pulang. Juga mengabaikan panggilan karyawannya yang memintanya untuk menetap sedikit lebih lama di sana.
***
(Y/n) tampak tengah memasak di dapur. Ia memutuskan untuk membuat makan malam yang biasanya selalu (Y/n) dan Kenma lakukan. Namun, kini sudah sangat jarang dan bahkan mulai dilupakan.
Semangkuk sup miso dengan beberapa tambahan lauk lainnya tampak tertata dengan apik di atas meja makan. Senyum puas pun mengembang di wajah (Y/n). Kini ia hanya perlu menunggu Kenma untuk pulang dan melaksanakan rencananya.
Suara pintu yang dibuka mengalihkan perhatian (Y/n) dari atas meja makan. Ditambah dengan ucapan salam yang biasa Kenma katakan ketika ia pulang.
Tanpa berpikir panjang, (Y/n) langsung menghampiri Kenma yang masih sibuk melepas sepatunya. (Y/n) berdiri di depan Kenma dan ketika lelaki itu mendongak, wajahnya tampak terkejut.
"Okaeri, Kenma-kun."
Kenma masih diam dengan posisi yang sama. Hingga akhirnya wajahnya kembali normal. Seketika kecanggungan menyelimuti mereka. (Y/n) yang selalu to the point kini mendadak terdiam dengan kikuk. Kenma sendiri juga ikut diam tanpa memulai percakapan.
Pada akhirnya (Y/n) membuka suara, "Aku sudah memasak makan malam. Apakah kau ingin mandi dulu atau makan malam denganku?"
Ya, pertanyaan itu. Pertanyaan yang sudah jarang Kenma dengar belakangan ini. Kini ia merasa... rindu. Rindu dengan suara (Y/n), senyumnya, tawanya dan juga rindu dengan gadis itu. Terlalu banyak kerinduan yang menumpuk hingga akhirnya membuat Kenma berakhir memeluk (Y/n) dengan erat.
Yang dipeluk hanya bisa membeku. Namun, cairan bening yang selama ini (Y/n) tahan mulai tampak mengalir. Bersamaan dengan tangan mungilnya yang perlahan melingkari punggung Kenma.
Mereka sama-sama terdiam. Menikmati waktu kebersamaan mereka yang selama ini telah terbuang sia-sia. Hanya karena sebuah kesalahpahaman semata saja hubungan mereka mulai merenggang. Kenma tidak mengatakan apa-apa, begitu pula dengan (Y/n). Tetapi, secara ajaib perasaan mereka saling tersampaikan.
"Kenma-kun."
"Hm?"
"Ada bau parfum lain di pakaianmu."
Komentar yang keluar dari bibir (Y/n) itu membuat mereka melepaskan pelukan. (Y/n) menatap Kenma lurus dan ia juga membalas tatapan (Y/n).
"Aku bisa jelaskan. Tolong dengarkan aku dulu, (Y/n)."
Kalimat yang sama. Kalimat yang sama kini berganti diucapkan oleh Kenma. Seolah menutup telinganya rapat-rapat, (Y/n) berlari ke kamarnya. Meluapkan kekesalan dan kesedihannya di dalam sana. Meninggalkan Kenma dengan penuh penyesalan dan juga kesedihan.
Sekali lagi hubungan yang perlahan membaik itu kini mulai retak lagi.
***
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top