chapter 21
Pria Cuping Bertindik itu tersandar ke dinding oleh pukulanku. Dia meludah darah lalu terkekeh, mengusap sudut bibir. "Apa ini, kau menyembunyikan kekuatanmu?"
Aku berdiri di hadapannya, menatap datar. "Aku sudah bilang tadi, aku tak mau dipukul lagi." Terlebih aku ingin cepat-cepat mengakhiri pertarungan ini. Selain perutku lapar, semua orang di lobi menonton aksiku. Sanju, Yume, anak-anak sekelasku, Buk Lami, dan lainnya. Aku tidak bisa konsentrasi karena pikiranku sedang mencari alasan jelas saat ditanyakan nanti.
"Kecepatan reaksi, teknik, dan pengendalianmu berada di level tertinggi. Kau tidak punya celah sedikit pun. Mengantisipasi semua kecohanku. Begitu aku mengincar titik butamu, kau langsung mengisinya dengan pertahanan yang sulit." Pria itu terkekeh sambil menatapku. "Menarik. Aku belum pernah bertemu lawan sekuat ini, apalagi seorang bocah. Siapa namamu, Nak? Siapa kau sebenarnya?"
"Paman tak perlu tahu namaku," sahutku formal. Aku harus selalu sopan walau dia mafia sekali pun.
Dia beranjak bangun. "Apa kau seorang mata-mata? Anak polisi? Atau dari pasukan khusus? Tidak mungkin seorang bocah SMP tahu teknik-teknik bertarung yang mematikan. Kau bukan bocah biasa."
Aku berdecak, uring-uringan menjawab, "Aku hanya siswa yang sedang mengikuti darmawisata sekolah. Bukan orang penting."
"Tutup mulut, ya? Baiklah. Akan kupaksa kau bicara!" Dia meradak ke arahku, mengayunkan kaki kanan. Dia tidak punya serangan lain apa?
Aku spontan menghindar dengan jarak tipis, menangkap kakinya, menyiku perutnya. Menyeringai, dia pun mencengkeram tanganku sambil membebaskan kaki, langsung mengarah lututnya ke kepalaku. Orang ini sengaja membuka jalan agar aku menyerang perut?
Di detik-detik krusial, aku memutar tangan kananku yang dia cengkram, menarik bajunya segenap tenaga. Ketika dia terdorong ke depan, aku segera mengangkat lengan. DUAK! Wajahnya persis mengenai sikuku.
Dia mundur, meringis kesakitan. Darah mengalir dari hidung. Aku pun juga kesakitan, mengusap-usap lengan yang bergetar seperti tersengat listrik.
"SIALAN!" Kali ini Orang Cuping Bertindik itu menyerang berdasarkan emosi. Dan sebelum pukulannya mendarat, aku berputar, menerjang wajahnya sekali lagi. Mafia itu tersungkur ke samping, berdiri cepat, menghujamku dengan pukulan beruntun. "MATI KAU!"
Tetapi dua detik, lima detik, delapan detik. Kenapa dia malah merasakan sakit kedua tangannya yang sedang meninju? Berhenti menonjok, betapa kagetnya dia melihatku sudah berdiri mantap dengan kuda-kuda pertahanan siku. Jadi yang dia pukul adalah siku?!
"Aku mengakui kemampuanmu, Paman Mafia, namun ini harus berakhir. Aku tidak mau melukai harga dirimu sebagai mafia," ucapku nyaris berbisik.
Tanpa tahu apa yang kulakukan, dia tidak sempat bereaksi ketika jemariku menyentuh perutnya. Aku menghela napas panjang, mengepalkan tangan. "Pukulan satu inci."
BUGH! Dia terbanting ke dinding, terkapar pingsan. Hiy! Anrod mencicit ketakutan demi menyaksikannya, tak berani buka mulut.
"Yosh, sudah selesai."
Hening beberapa saat sampai akhirnya semua tawanan serempak mengembuskan napas lega. Darvan memeluk erat tunangannya. Begitu pun yang lain, saling bantu-membantu melepaskan belitan di badan.
Yume berlari ke arahku. Aku tersenyum. Apa dia khawatir padaku?
"EROL!" seru Yume melewatiku begitu saja, tergesa-gesa menghampiri Erol. "Bangun, Erol! Kau bisa mendengarku? Bangunlah Erol! Semuanya sudah berakhir."
Aku tertegun, menoleh. Anak-anak lain juga melewatiku seolah aku tidak ada di depan mereka, menangisi Erol yang kesusahan bernapas.
"Panggil ambulans! Siapa pun panggil ambulans!" Yume berseru histeris.
"Kita harus menolong anak muda itu. Dia berani melawan mafia-mafia itu demi kita."
"119? Ada yang terluka di Hotel Thavilia."
Kak Darvan dan Kak Rainna bergabung ke kerumunan, memandang khawatir sekaligus merasa bersalah. Mereka semua bersitungkin ke tempat Erol, pahlawan yang berani menantang empat belas mafia menyelamatkan mereka.
Aku tertawa sumbang. Bagaimana denganku? Apa tidak ada yang peduli padaku?
"Tobi ...." Sanju memanggil lemah.
Tubuhku bergetar, tersenyum getir. Hanya Sanju seorang yang melihat diriku. []
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top