[CHAPTER 4]
Yamato merasa tidurnya terganggu oleh bayangan-bayangan yang silih berganti menghalangi sinar matahari pagi. Lalu, dia mendengar orang berbisik. Alisnya berkerut menunjukkan ketidaksukaan karena tidurnya teganggu. Ketika matanya terbuka, cahaya menerjang kedua iris berwarna biru itu tanpa ampun membuatnya silau.
"Sssh! Kashuu-kun, kamu membuatnya terbangun." Suara Miyu terdengar sementara Yamato mendapatkan sebagian penglihatannya. Perlahan warna putih memudar dan warna-warna lain mulai muncul.
"Aku tidak peduli. Miyu-chan tidak boleh melakukannya," balas Kashuu dengan lebih keras.
Yamato akhirnya mendapat seluruh penglihatannya dan mendudukkan badan di atas futon. "Ada apa pagi-pagi?" tanyanya sambil mengusap mata yang terasa lengket.
Miyu memandang Kashuu dengan tatapan menuduh. Kashuu menghindari tatapan itu dengan membuang muka dan melipat tangan di dada. Saniwa muda itu menghela napas lalu tersenyum ke arah Yamato.
"Yamato-san, ada yang ingin aku bicarakan denganmu." Miyu berkata pelan. "Setelah selesai berganti pakaian, aku menunggumu di kamar sebelah."
Yamato masih berusaha mencerna perkataan Miyu ketika gadis itu berdiri dan berjalan menuju pintu geser, membukanya dan keluar sebelum menutupnya kembali.
"Ada apa, Kashuu?" tanyanya, berharap mendapat penjelasan.
"Kamu akan tahu nanti," balas Kashuu sekadarnya lalu mengikuti gadis itu.
Yamato mengumpulkan sisa kesadarannya sambil bertanya-tanya apa yang telah terjadi. Dia menguap sambil merenggangkan badan, memasukkan sebanyak mungkin udara ke paru-paru. Rasa segar mengalir cepat. Dia teringat bahwa Okita berada dekat dengannya membuat wajahnya semringah. Dia segera berdiri dan berganti pakaian. Dia siap menyambut hari baru ini.
Tiga puluh menit kemudian, ketika dia membuka pintu geser di kamar Miyu, gadis itu sudah duduk berlutut menghadapnya di ujung ruangan. Di sampingnya Kashuu duduk sambil merengut dan membuang muka. Futon sudah dibereskan sehingga ruangan itu dapat beralih fungsi menjadi tempat untuk duduk dan berbicara. Yamato menghela napas sambil melewati pintu geser lalu menutupnya. Dia merasa udara di ruangan itu berat.
"Duduklah." Miyu mempersilakan.
Yamato berlutut di depan gadis itu tanpa banyak bicara. Dia melihat Miyu merogoh saku kimononya dan mengeluarkan sebuah botol tembus pandang dari kaca berisi pil-pil berwarna putih. Ada tulisan tangan di kertas yang menempel di botol tersebut. Mata Yamato terbelalak, menduga apa itu.
"Ini adalah obat untuk penyakit Okita-san." Miyu meletakkan benda itu di depannya. "Aku akan memberikan ini padamu, terserah kamu mau memakainya atau tidak." Miyu menyorongkan botol itu ke depan Yamato, tapi belum melepaskannya. "Bila kau memutuskan memberikan benda ini pada Okita-san ...."
Pemuda itu memandang botol di hadapannya sementara jantungnya berpacu dalam dada. Dia menelan ludah. Dia bisa menyelamatkan Okita.
"... ingatlah satu hal, tidak ada yang tahu sebesar apa konsekuensi dari sejarah yang akan berubah," ucap Miyu lagi tapi Yamato sama sekali tidak mendengarkannya.
Matanya terpancang pada botol di tangan Miyu. Tangannya gemetar, menahan diri agar tidak menyambar benda itu. Dia sudah bersabar selama ini, tidak ada salahnya dia bersabar sebentar lagi. Perlahan, Miyu melepaskan tangannya dan seketika itu pula Yamato mengambil botol dan menggenggamnya erat di dada.
Yamato memandang M iyu dengan tatapan penuh tekad seakan berkata, "Walau kamu menghalangi sekalipun, aku tetap akan melakukannya."
Tanpa ragu Miyu melihat ke kedalaman mata biru tersebut, membaca setiap pesan dengan jelas. Gadis itu hanya tersenyum tipis. Dia sudah tahu keputusan Yamato.
"Terima kasih," pamit pemuda itu.
Yamato berdiri dan membuka pintu geser lalu berlari sekencang yang dia bisa ke rumah Okita. Tidak dihiraukannya para pejalan kaki yang bersumpah serapah ketika dia menabrak mereka. Pikirannya hanya tertuju pada sosok itu.
Dengan ini, penyakit Okita akan sembuh! Dengan ini, Okita akan hidup lebih lama. Dia mengulang kata-kata itu dalam benaknya. Rasa gembira meluap dari dalam diri, tapi di sudut hatinya ada beban berat mengingat konsekuensi dari tindakannya.
Tidak apa-apa. Dia bahkan tidak peduli bila seluruh Jepang hancur, selama tuannya diizinkan hidup sehari lebih lama.
Dilihatnya rumah Okita makin membesar dalam pandangannya, tanda dia semakin dekat. Di depan rumah tersebut, dia melihat seorang ibu-ibu yang dikenalinya sebagai kakak perempuan Okita sedang menyapu halaman. Okita Mitsu, demikian Yamato mengingat namanya, memandang pemuda yang tiba-tiba muncul di depan rumahnya dengan terkejut. Wanita itu menahan diri agar tidak berteriak. Napas Yamato menderu karena berlari tapi dia tidak ingin menunda waktu lebih lama.
"Permisi," ucap Yamato tersenyum ramah pada wanita yang memandanginya dengan curiga. "Aku teman dari Okita Souji-san."
Okita Mitsu hanya diam sementara Yamato berjalan mendekat. Wanita itu memandang Yamato dengan tatapan menyelidik, ada rasa takut dan tegang di mata yang sama.
"Aku dengar dia sedang sakit, jadi aku membawa obat untuknya." Yamato menunjukkan botol di tangannya. "Obat ini aku dapatkan dari seorang pertapa yang tinggal di gunung, Beliau bilang bisa menyembuhkan penyakit apa pun."
Yamato tahu dia berbohong, tapi bila dia sanggup mengubah sejarah dunia demi Okita, apalah artinya bila dia melakukan satu kejahatan lagi.
Mata hitam Okita Mitsu ganti memandangnya dengan tatapan ragu dan sedikit curiga.
"Aku tidak berbohong. Obat ini benar-benar bisa menyembuhkan penyakit apapun." Yamato kembali berkilah. "Aku juga salah satu dari Shinsengumi, anggota dari divisi yang dipimpin oleh Okita Souji-san." Yamato menunjukkan jubah berwarna biru toskanya.
Melihat itu, wajah Okita Mitsu berubah ramah. Sebuah senyum kembali muncul di wajahnya yang menunjukkan tanda-tanda penuaan. Yamato memberikan botol itu pada wanita yang menerima sambil mengangguk. Tak lupa dia terus menyunggingkan senyum.
"Tolong berikan kepada Okita Souji-san. Semoga beliau cepat sembuh. Aku permisi dulu." Yamato membungkukkan badan.
"Siapa namamu?" tanya wanita itu ketika Yamato hendak berbalik.
Pemuda itu langsung terdiam di tempat. Pikirannya berkecamuk. Dia bisa menyebutkan namanya, tapi itu hanya akan membuat lebih banyak pertanyaan. Namun, siapa yang akan percaya bila dia adalah pedang dari Okita yang menjadi manusia?
"Aku dikenal sebagai Yamato." Dia tersenyum sebelum membalikkan badan dan berlari pergi.
Yamato menunggu di balik pagar kayu rapat dan mendengar suara pintu geser dibuka. Ada suara-suara teredam dari dalam, setidaknya suara seorang wanita dan seorang pria. Yamato tersenyum. Obat itu telah tiba di tangan Okita. Dia hanya berdoa agar Miyu tidak berbohong dan obat itu sungguh-sungguh dapat menyembuhkan penyakit. Hatinya kembali memohon agar Okita dapat hidup lebih panjang.
Ketika suara-suara itu menghilang, diganti oleh suara Okita Mitsu menyapu halaman, dia masih ada di sana, enggan beranjak. Dia telah menemukan tempatnya. Pertanyaan telah terjawab. Dia tahu apa yang menjadi tujuan hidupnya.
Entah sudah berapa lama dia berdiri, Yamato tidak menghitung. Yang dia tahu, Miyu dan Kashuu akhirnya menghampirinya. Dilihatnya kedua orang itu berjalan mendekat dari arah penginapan. Hati Yamato terasa berat karena tahu apa yang akan mereka lakukan padanya.
"Sudah kuduga kamu disini," sapa Miyu.
Gadis itu tetap tersenyum tapi dia melihat wajah Kashuu tertekuk dalam, pemuda itu masih tidak menyetujui tindakan Miyu yang memberikan obat pada Yamato. Beberapa kali mata mereka bertemu dan Yamato dapat menangkap campuran kekecewaan dan penghakiman terpancar dari iris merah sahabatnya.
"Sudah kamu berikan?"
Yamato mengangguk.
Miyu terdiam dan berpikir sejenak. Tidak ada tanda-tanda dia menyesal memberikan Yamato botol itu. "Kalau begitu, kita sudah bisa kembali ke Citadel. Ayo...."
Yamato bergeming bahkan ketika Miyu dan Kashuu membalikkan badan hendak pergi. Miyu menyadari hal tersebut dan berhenti.
"Ada apa, Yamato-san?"
Pemuda itu tak langsung menjawab. Dia mengambil napas dalam lalu mengembuskannya. Ada hal yang bergejolak dalam dadanya. Dia merasa sudah meminta banyak hal pada Miyu, tapi dia masih ingin meminta satu hal lagi.
"Yamato-san?" panggil Miyu sekali lagi.
"Miyu-san ...." Yamato memandang gadis itu dengan tatapan penuh tekad. "Aku ingin tinggal di sini lebih lama."
Mata Miyu membulat.
"Apa kamu sudah gila?!" sergah Kashuu meledak. Dia mencengkram syal putih milik Yamato yang menggantung di leher. "Mau sampai kapan kamu tinggal di masa lalu?!"
Pemuda itu menepis tangan Kashuu dan mendorong rekannya mundur.
"Aku mohon!" Yamato memandang Miyu dengan keteguhan tak tergoyahkan, mengabaikan Kashuu. Dia tidak ingin terlibat dengan orang yang dengan mudah membuang tuannya.
Gadis muda itu menghela napas dan kembali menutup mata. Detak jantung Yamato makin cepat, dia berdoa sekuat tenaga agar Miyu meloloskan keinginan egoisnya. Bagaimana pun juga, dia dapat bergerak seperti ini karena kekuatan Miyu. Dilihatnya sang Saniwa terdiam sejenak sebelum dia menyentuh pundah Kashuu, tanda untuk melepaskan Yamato.
"Baiklah jika itu maumu. Aku dan Kashuu-kun akan kembali ke Citadel terlebih dahulu."
"Miyu-chan!!!" seru Kashuu kaget, ganti dia memegang pundak Miyu. "Apa yang kamu lakukan?! Tidak cukupkah si bodoh ini mengacaukan sejarah?!"
Dia merasa Saniwanya telah kehilangan kewarasan. Miyu seperti baru saja membenturkan kepalanya hingga lupa tujuan mereka bertarung.
Miyu tersenyum. "Kashuu-kun, aku tidak bisa menggerakkan tanganku."
Kashuu melepaskan tangan dari bahu Miyu tapi wajahnya masih shock. Miyu mengambil kantong uang dari kimononya dan memberikan kepada Yamato dua keping emas.
"Gunakan dengan baik," pesan gadis itu. "Hanya saja, aku meminta satu hal. Jangan bertemu dengan Okita atau menjelaskan siapa dirimu pada siapa pun. Keberadaan dua benda yang sama dalam satu waktu dalam jarak yang terlalu dekat dapat menimbulkan penyimpangan sejarah. Jika hal itu terjadi, aku akan terpaksa membawamu kembali."
Yamato mengangguk. Pemuda itu menatap Miyu dengan tatapan penuh terima kasih. Kashuu benar, Miyu adalah seorang Saniwa yang baik dan mungkin akan menjadi tuan yang luar biasa bila Yamato mau mengakui dia. Namun, Yamato sudah menentukan pilihan. Tempatnya adalah di sisi Okita. Tidak akan ada lagi tuan selain dia.
"Terima kasih, Miyu-san." Yamato membungkuk dalam penuh hormat.
Miyu menghela napas. Gadis itu melihat ke arah Yamato dengan tatapan yang penuh dengan berbagai macam emosi, alisnya berkerut tipis tanda dia sedang berpikir. Untuk sesaat suasana sunyi. Miyu tampak enggan meninggalkan Yamato.
"Miyu-chan?" panggil Kashuu heran melihat Saniwanya tertegun.
"Ah! Maaf, sepertinya aku melamun." Miyu tertawa kecil lalu membungkuk dan pamit, "Kalau begitu aku permisi dulu."
Miyu berbalik dan berjalan menjauh meninggalkan Yamato di belakang. Kashuu mengikuti tetap dengan mengerucutkan bibirnya. Ketika mereka cukup jauh, Kashuu kembali berulah.
"Miyu-chaaaaaan!!!" Kashuu kembali mengguncang gadis itu dengan memegang bahunya. "Kenapa kamu biarkan Yamato bertindak seenaknya?! Bukankah selama ini kita bertarung untuk melindungi sejarah?!"
Miyu tertawa kecil, baru ketika Kashuu berhenti, dia melanjutkan, "Kashuu-kun, ada banyak hal yang menjadi misteri." Miyu memandang ke arah Yamato yang kini terlihat kecil di antara orang-orang lalu lalang. Sebuah senyum tipis muncul di wajahnya tapi segera menghilang berganti tatapan sedih. "Kadang kita harus melihatnya sendiri agar kita bisa kembali berjalan maju."
Kashuu memandang Saniwanya dengan tatapan bertanya-tanya. Miyu kembali tersenyum melihat wajah pemuda yang memiliki tinggi sama dengannya. Dia menyentuh pundak Kashuu untuk menenangkan toudan-nya sebelum berjalan ke arah kabut yang kembali turun. Kashuu menghela napas sebelum mengikuti Miyu. Dia menoleh sekali ke belakang, mengucapkan selamat tinggal pada partner yang pernah bersamanya.
Aku merasa Yamato bisa menjadi sekeras kepala itu. Dibandingkan Kashuu yang berusaha menyenangkan pemiliknya yang sekarang, Yamato lebih terikat pada Okita, tuan pertamanya. Terlihat dari line-line nya di Touken Ranbu. Berbeda dengan Kashuu yang jarang sekali menyebut Okita, Yamato bahkan mengadopsi visual dari Okita lengkap dengan jubah Shinsenguminya.
Alasan itulah yang membuatku membuat kisah ini. Kurasa Yamato tidak semudah itu menerima pemilik barunya dan butuh 'usaha' dari sang Saniwa untuk memenangkan kesetiaan Yamato.
Kira-kira apa yang akan dilakukan Miyu? :D
Art by Banafria
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top