[CHAPTER 2]

Hari berganti tapi pikiran dan hati Yamato masih terpaku pada satu nama. Kekosongan hatinya tetap tak terjawab dan kekelaman menyelubungi kemana pun dia pergi.

Untuk apa?

Untuk apa?

Untuk apa?

Pertanyaan itu senantiasa bergema dalam benaknya. Dia berusaha melakukan semua hal yang ditugaskan padanya. Bertarung, merawat kuda, bercocok tanam, mengisi waktu luang dengan berkumpul dengan Toudan lain. Namun dia tetap tidak menemukan jawaban. Dia tidak memiliki tujuan hidup selain kembali bertarung bersama Okita. Mungkin lebih baik bila dia tetap menjadi benda mati dan tak terpakai.

"Yamato-san." Lagi-lagi suara lembut itu mengganggunya. Yamato menoleh, matanya memandang datar walau ada senyum di bibirnya.

"Ya, Miyu-san." Dia tidak akan pernah memanggilnya dengan 'Aruji-sama' seperti Toudan lain. Karena baginya, tuannya hanya satu, untuk selamanya.

"Bisa menemaniku ke sebuah tempat?" tanyanya ramah.

Yamato hanya tersenyum sambil menunjuk sapu ditangannya. Hari itu dia bertugas membersihkan halaman Citadel dari daun-daun kering. Miyu tersenyum kecil.

"Tenang saja, aku akan meminta Midare untuk membantu." Miyu berkata sesantai mungkin, tapi Yamato tahu gadis itu tidak menerima alasan penolakan. Bagaimana pun juga, dia adalah Saniwa Citadel ini. Permintaannya adalah hal yang wajib dilakukan.

Yamato mengangguk dengan berat hati dan melangkah mengikuti gadis yang hari itu memakai kimono berwarna hijau daun dari katun halus dengan motif bunga-bunga kecil berwarna putih. Ketika Miyu membelakanginya, senyum di wajah Yamato memudar, menyisakan raut wajah kesal.

"Okita-kun tidak akan memaksaku seperti ini," gerutunya dalam hati sambil terus berjalan.

Miyu membawanya ke depan sebuah torii merah membuat Yamato bertanya-tanya apakah Miyu membawanya untuk misi? Namun tidak ada Toudan lain di sana. Baru saja dia berpikir demikian ketika sebuah suara masuk ke pendengarannya.

"Miyu-chan, kamu lama sekali."

"AH!" seru Yamato terkejut, menunjuk pemuda yang memiliki tahi lalat di ujung bibir sebelah kiri itu.

"AH!" balas Kashuu melakukan hal yang sama persis.

Baru saat itu Yamato teringat kalau mereka tidak berbicara selama beberapa hari terakhir ini, sejak pertengkaran mereka sambil memakan dango. Dia langsung membuang muka sambil melipat tangan di dada.

"Miyu-chan! Kenapa membawa orang itu kesini?!" gerutu Kashuu menunjuk ke arah Yamato. "Aku kira aku akan kencan berdua dengan Miyu-chan!"

Gadis yang baru menginjak usia dua puluh satu tersebut tertawa kecil melihat tingkah Kashuu. "Kita akan pergi ke tempat yang pasti kalian suka, jadi kalian harus rukun."

"Huh! Aku tidak mau!" Kashuu merajuk, mengerutkan wajahnya.

"Kashuu," ucap Miyu pelan dengan tekanan di suaranya.

Kashuu menggembungkan pipinya. Dia kesal tapi dia tahu kalau Miyu sudah seperti itu tidak ada gunanya melawan.

"Hmph! Pokoknya setelah ini Miyu-chan harus membelikanku sesuatu!" Kashuu berjalan lebih dulu memasuki torii.

"Yamato-san?" ajak Miyu menoleh ke arahnya.

Seraya menghela napas, Yamato mengikuti gadis itu melewati gerbang merah tersebut. Serta merta kabut pekat menyelimuti pandangannya. Dia mendengar langkah kaki Miyu yang berjarak semeter di depannya. Berjalan dan terus berjalan hingga perlahan kabut menipis dan mereka telah tiba di tempat yang sama sekali berbeda.

"Di mana ini?" tanya Kashuu memandangi orang-orang lalu lalang yang sama sekali tidak menyadari keanehan bahwa ada tiga orang asing muncul disana.

Rumah-rumah terbuat dari kayu dengan bagian-bagian dari tembok bata berjejer berhadapan, hanya terpisahkan oleh jalan setapak yang terbuat dari tanah yang mengeras karena terinjak kaki-kaki manusia dan roda-roda dari kereta kuda dari besi. Tanda bahwa Jepang sudah memasuki era di mana pengaruh luar sudah mulai masuk. Orang-orang memakai kimono di atas kemeja berkerah bahkan beberapa sudah mengadopsi budaya barat sepenuhnya. Keadaan cukup ramai, beberapa kereta kuda melintas membuat orang-orang harus menyingkir memberi jalan.

"Ini ...." Yamato berkata dengan napas tertahan. Dia mengenali jalan ini. Dia ingat dengan pasti toko-toko yang berjejer, toko kue, toko baju, lalu di ujung jalan itu ada rumah makan. "Edo ...."

Mata Kashuu membelalak, nama itu terdengar familiar. "Miyu-chan, apa itu benar?"

"Ya." Miyu tersenyum memandangi kedua Toudan-nya.

Yamato memandangi gadis itu dengan tatapan tidak percaya. "Apakah ... dia ada? Apakah ... d-dia masih hidup?" tanyanya gemetar.

Miyu mengangguk dan seketika Yamato merasa hatinya melonjak. Dia masih bisa bertemu dengan Okita! Senyum lebar menghiasi wajah Yamato. Kakinya tak sabar membawanya bertemu dengan pemuda itu!

"Tunggu sebentar." Miyu mengangkat tangannya, menghalangi Yamato yang nyaris berlari meninggalkan mereka. "Ingat, kita tidak boleh mengubah sejarah. Apapun yang terjadi jangan sampai Okita-san tahu siapa kalian apalagi sampai kalian bertemu dengan Beliau."

"Ya!" jawab Yamato tanpa berpikir panjang. Apapun akan dia sanggupi asal dia masih bisa melihat tuannya sekali lagi.

"Hoi!" teriak Kashuu ketika Yamato melesat meninggalkan mereka.

Dia melihat ke arah Miyu namun gadis itu mengangguk memberikan izin. Kebingungan, Kashuu pun berlari mengejar Yamato. Pemuda berambut hitam kebiruan tersebut dengan gesit menghindari orang-orang di sepanjang jalan.

Belok kiri, lalu lurus sampai bertemu kedai minum, belok kanan, setelah itu lewati penjual manjuu dan lurus ke selatan. Yamato mengingat setiap detil jalanan kota Edo seperti telapak tangannya. Ini adalah jalan yang dia lewati hari demi hari bersama Okita.

Langkahnya berhenti ketika tiba di sebuah sudut kota yang lebih sepi. Napasnya terengah tidak memadamkan binar kegembiraan di matanya. Dia berdiri di depan sebuah rumah sederhana, rumah yang begitu akrab, terbuat dari kayu dan tembok lengkap dengan pintu geser yang sedikit susah dibuka. Ada halaman kecil mengelilinginya, ditumbuhi pohon dan semak. Dia ingat segala detilnya, seakan baru tadi pagi dia meninggalkan rumah itu. Dia ingat hingga ke letak semua batu di sana. Okita masih hidup dan ada di rumah itu, beristirahat setelah Perang Toba. Ingin sekali dia melangkah masuk dan menyapa tuannya.

"Hoi!" seru Kashuu yang akhirnya berhasil mengejarnya, mengembalikan kesadaran Yamato, mencegahnya melakukan tindakan bodoh. Rekannya itu berusaha menenangkan napasnya yang naik turun. Dari wajahnya, Kashuu siap untuk menjitak Yamato. "Pelan-pelan kalau lari!"

Kashuu mengikuti pandangan Yamato, iris berwarna merah darah itu beralih dari memandang sahabatnya ke arah rumah. Perlahan mata itu membelalak.

"Jadi ini, rumah terakhir Okita-san?" tanya Kashuu lirih, ada kesedihan terselip dalam nadanya. Dia tidak pernah ke sana, bagian kehidupan Okita yang jauh darinya.

Yamato mengangguk pelan. "Ya."

Suasana hening turun di antara mereka. Terdengar keramaian teredam dari kejauhan. Masing-masing mengendapkan rasa yang telah lama berputar dalam hati. Kerinduan merayap halus mengisi dada mereka.

"Kamu ingat 'kan? Dulu Okita-san sering duduk di depan rumah sambil menyapa anak-anak kecil yang berlarian di sore hari?" Kashuu membuka pembicaraan, sebuah senyum kecil muncul di bibirnya yang berwarna merah. Matanya tak lepas dari rumah tempat Okita diam walau rumah yang dimaksud bukan itu.

"Ya," jawab Yamato ikut tersenyum. "Lalu Okita-kun akan menjadi setan dan berkejaran dengan mereka."

Kashuu tertawa kecil. "Kadang-kadang dia juga bermain pedang dan berpura-pura kalah."

Yamato ikut tertawa. "Padahal dia adalah ahli pedang terhebat yang pernah ada ...."

"... hanya dia yang bisa memakai kita dengan sempurna," tambah Kashuu melengkapi ucapan sahabatnya. Campuran antara rasa bangga dan sedih tampak dalam senyum tipisnya.

"Seandainya Penyerangan Ikedaya tidak pernah terjadi dan penyakitnya tidak membuatnya tumbang ...."

"... mungkin aku masih bisa bersama dengan Okita-san sampai akhir sepertimu." Suara pemuda itu bergetar.

Yamato menoleh ke arah Kashuu, alisnya berkerut sedih. Dia terdiam memilih kata-kata sebelum akhirnya berbicara, "Kamu tahu 'kan kalau Okita-kun sudah berusaha untuk memperbaikimu? Dia ... sama sekali tidak ingin membuangmu." Pemuda itu memegang kedua bahu Kashuu, berusaha meyakinkan partnernya.

"Aku tahu." Kashuu menyipit, berusaha menahan air mata. "Okita-san berkeliling mencari pandai besi yang bisa memperbaikiku tapi toh akhirnya aku ditinggalkan dan dilupakan ...."

Yamato kehilangan kata-kata untuk menghibur. Dia memandang Kashuu dengan tatapan pedih, ikut merasakan kesedihan pemuda berambut panjang tersebut.

"Tapi ...." Nada suaranya perlahan membaik. "Aku bersyukur bertemu dengan Miyu ...."

Kashuu tersenyum walau jejak sedih masih tertinggal di matanya. "Dia berkata aku cantik. Bahkan tanpa semua make up-ku, dia tetap bilang aku cantik ...."

Yamato perlahan melepaskan genggamannya dari bahu Kashuu. Denyut rasa sakit kembali masuk ke dalam hatinya, mengingat perbedaan pandangan mereka.

"Aku ingin sekali lagi berguna bagi tuanku ...." Kashuu berkata lirih, seperti mengucapkan permohonan pada dewa.

Hati Yamato terusik dan Kashuu menyadarinya.

"Masa lalu tidak bisa diubah." Kashuu memandangnya, berusaha meyakinkan.

"Selamanya tuanku hanya Okita-kun. Itulah masa lalu dan masa depanku." Yamato menggeleng pelan.

Kashuu mengerutkan alis.

"Kau tidak bisa keras kepala seperti itu--"

Terdengar suara pintu digeser tanda ada orang yang keluar dari rumah tersebut. Secara reflek, Kashuu menarik Yamato ke pinggir agar siapa pun yang keluar tidak melihat mereka. Ketika melihat punggung pria yang berjalan menjauhi mereka, mata kedua pemuda itu terbelalak. Sosok itu memakai kimono biru tua dengan hakama hitam, menyembunyikan tubuh kurusnya. Tanpa Okita menoleh pun, kedua pemuda mengenalinya.

Mata Yamato terbelalak sementara jantungnya melewatkan satu kali detakan. Tuannya benar-benar masih hidup!

Sedikit background dari Kashuu. Dia adalah uchigatana milik Okita, tapi waktu penyerangan Ikedaya yang terkenal itu, bilahnya patah. Sehingga dia menjadi tidak berguna. Setelah itu dia dibuang karena tidak bisa diperbaiki. Maka di sisa hidupnya, Okita hanya memakai Yamato. Itulah alasan perbedaan keterikatan kedua pedang itu terhadap masternya yang menjadi konflik utama kisah ini :'D

Seru kan sejarahnya? Whahahaha!

Art by Banafria, salah satu artist favoritku hahaha!

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top