Chapter 4

Arga semalaman tidak tidur, lebih tepatnya selalu terjaga sejak dia terbangun dan mendapati bahwa kristal milik Prabu hilang. Dalam wujud aslinya, pria itu berjaga di pohon dekat rumah Timun Mas, menanti kedatangan raksasa. Walau dia berjanji tidak akan ikut campur, tapi sebenarnya dia tetap akan turun tangan bila terjadi sesuatu pada kristal milik junjungannya, tidak peduli perjanjian yang telah dibuat oleh raksasa dan wanita tua itu.

Dia mendesah seandainya saja dia tidak menyerah pada kemalasannya, tentu hal merepotkan ini tidak akan terjadi. Sambil mengutuki diri, Arga berjanji akan berubah. Kebiasaannya untuk menuruti rasa kantuk telah terbukti membuat dia membayar mahal atas kesalahannya.

Sementara langit timur mulai memerah, dia mengetukkan jari di atas permukaan kayu yang tidak rata, bosan. Menunggu adalah pekerjaan tidak berguna tapi perlu dilakukan. Kokokan ayam pertama terdengar sayup-sayup dari lembah, suara bedebum membuat seringainya melebar. Tokoh utama kisah ini sudah lengkap.

Arga melompat bangun lalu mendarat di tanah, bersembunyi di balik pohon sambil menghilangkan keberadaannya. Perkara mudah, dia bisa membaur dengan keadaan sekitar, membuat tubuhnya nyaris tak terlihat. Saat ini dia akan menjadi pengamat saja.

Langkah Raksasa terdengar makin jelas, disusul dengan raungan keras memberi tahu keberadaannya. Pria itu dapat melihat Timun keluar dari pintu rumah dan berdiri tegak. Raut wajahnya tegas dan tekad bulat terlihat dari kedua mata hitam yang memandang ke arah kedatangan raksasa. Dalam hati, pria itu kagum pada keberanian gadis muda itu, mungkin saja bila dia seumuran dengan Timun, dia tidak segan-segan melamarnya .... Arga memutar bola mata, menyadari kalau alasan sebenarnya adalah dia terlalu malas berhubungan dengan wanita, tidak seperti sahabatnya, Adipati Utara.

"TIMUN!!!" Raungan Raksasa terdengar sekali lagi membuat Arga tersadar dari lamunannya dan memfokuskan perhatian pada sosok kecil menantang maut.

Timun menunggu hingga sosok Raksasa muncul dari balik bukit yang lebih tinggi, mereka bertatapan sejenak, sebelum kaki mungil gadis itu berlari menjauhi rumah dan Raksasa, ke arah barat daya.

Arga menahan napas, ternyata Timun menunggu sampai Raksasa melihatnya berlari, memastikan bahwa makhluk itu mengikutinya. Gadis cerdas. Arga makin yakin pilihannya menolong Timun adalah hal yang tepat.

Satu lompatan dan Arga ikut berlari di sisinya, menyamar menjadi angin untuk tidak ikut campur tapi tetap bisa melakukan sesuatu bila hal buruk terjadi. Timun lari secepat yang dia bisa, gadis tangkas itu melompati akar dan menghindari batang pohon. Dari belakang suara Raksasa mengaum terdengar murka. Geramannya membuat bulu kuduk berdiri dan langkah kakinya terhentak mengancam. Bumi bergetar ketika dia berlari mengejar Timun. Merasakan firasat buruk, gadis itu membuka kantong pertama dan mendapati bahwa benda itu berisi kumpulan duri.

Dengan cepat, Raksasa berhasil mengejar langkah Timun, tangannya terulur hendak meraih gadis itu.  Beruntung, Timun mengelak sebelum raksasa itu berhasil dan meraih duri dalam kantong lalu melemparkannya tepat ke arah Raksasa. Keajaiban terjadi, dari benda kecil yang dia lemparkan tumbuh batang bambu yang tingginya melebihi pohon tertinggi di hutan, membentuk semacam penjara yang menghambat pergerakan makhluk itu.

Sekali lagi terdengar raungan marah, tapi Timun tidak sekali pun menoleh ke belakang. Gadis itu berlari sekuat tenaga menjauhi rumah tempat dia tumbuh, dia tahu dia harus membawa raksasa itu sejauh mungkin dari ibunya dan kalau beruntung, dia bisa melalukan sesuatu dengan dua kantong yang tersisa agar hidupnya benar-benar tenang.

Suara batang bambu yang patah memberi tahu bahwa lawannya telah berhasil bebas dan tak lama kemudian bumi kembali bergoncang. Timun mempercepat larinya walau kakinya mulai terasa sakit dan napasnya mulai sesak.

"Dasar manusia kurang ajar!"

Geraman sang raksasa terdengar begitu dekat membuat gadis itu tergesa-gesa membuka kantong yang kedua. Tangannya merasakan sebuah serbuk halus dan ketika dia melihatnya, benda di tangannya adalah garam. Tidak sempat berpikir panjang, Timun langsung melemparkan garam itu ke belakang, mendapati bahwa perlahan tanah bergoncang hebat, bumi terbuka dan memunculkan air hingga membentuk sebuah laut kecil, membentang antara dirinya dan raksasa.

Sejenak, Timun berhenti, mengambil napas sambil melihat apakah laut itu bisa menjauhkannya dari raksasa. Demit itu tiba di tepi air dan memandang ke arah Timun, gadis itu dapat melihat beberapa luka di sekujur tubuh itu dan mengucurkan darah berwarna merah pekat, akibat dari usahanya mematahkan bambu. Timun merasa kalau raksasa itu akan menyerah tapi tidak. Mata bulatnya terbelalak ketika melihat sang raksasa terjun ke dalam air dan mulai berenang. Raungan kesakitan terdengar ketika lukanya terkena garam laut, membuat Timun bergidik. Makhluk itu benar-benar ingin menangkapnya.

Gadis itu memaksa kakinya kembali bergerak. Istirahat singkat yang didapatnya cukup untuk memulihkan napas. Dia hanya mendengar kecipak air itu akhirnya berhenti dan langkah berdentum menapak bumi dengan ritme yang lebih lamban. Sang raksasa kelelahan. Timun tahu kesempatannya hanya tinggal sekali, kantong dengan benang berwarna coklat yang tergenggam erat di tangannya. Jika ini gagal, dia akan tertangkap dan menjadi santapan makhluk jahat.

Setidaknya Ibu akan selamat.

Pikiran gadis itu begitu sederhana. Sambil mengingat wajah kalem yang menemaninya siang dan malam, Timun membuka ikatan kantong terakhir mendapati sebuah harum yang familiar menyapa hidungnya, bau terasi. Ingin dia bertanya-tanya mengapa ada bumbu dapur di sana tapi rasa takut mendesak gadis itu mengambil dan melemparkannya ke arah belakang.

Lagi-lagi bumi bergoncang hebat dan seakan kehilangan keberuntungannya, Timun terjatuh dan akibat itu kakinya terkilir. Jeritan sakit terlontar ketika dirinya memaksa bangkit. Dia menoleh untuk memeriksa berapa jauh dirinya dari si pengejar, hanya untuk mendapati bahwa tanah di belakangnya telah berubah menjadi kolam lumpur. Dia merangkak mundur ketika batasan kolam itu meluas, tidak lucu bila dirinya termakan oleh jebakannya sendiri. Raksasa yang mulai terhuyung muncul dari balik pepohonan, matanya terpaku pada Timun dan seringai muncul di wajahnya, jika sebelumnya laut dapat dia seberangi, apa artinya kolam lumpur kecil di hadapannya, apalagi melihat mangsanya akhirnya berhenti berlari.

Timun tidak bisa menahan rasa takut ketika dia melihat makhluk itu berjalan ke tengah kolam lumpur dengan percaya diri. Perlahan dirinya tenggelam dalam cairan lengket berwarna tanah dan Timun makin ngeri mendapati jarak mereka makin kecil. Dia berusaha bangkit tapi rasa nyeri membuatnya terduduk kembali. Sampai dia melihat seringai di wajah buruk raksasa berubah menjadi ketakutan.

"Tolong!"

Timun nyaris tidak mempercayai pendengarannya, dan yang lebih mengejutkan lagi, dia melihat raksasa mulai tenggelam. Lumpur itu seperti hidup dan tak berdasar, perlahan memakan tubuh bongsor sang demit.

"Tolong!"

Aliran kelegaan mengalir dalam benak Timun ketika melihat usaha si raksasa sia-sia. Seluruh badannya telah tenggelam menyisakan leher dan kepala yang perlahan juga lenyap. Akhirnya, sebuah senyum yang sudah seminggu lenyap dari wajah manisnya kembali, menatap ancaman yang kini tak berdaya.

"Hmm, sepertinya Mbah sudah salah."

Timun menoleh dan mendapati bahwa sosok pertapa berbaju putih telah berdiri di sampingnya, membuat gadis itu terlonjak kaget. Belum sempat dia pulih dari rasa terkejut, dia melihat sang pertapa mengetuk-ngetukkan tongkat ke tanah dan seketika kolam lumpur mengecil disertai dengan terangkatnya raksasa dari bumi. Mata Timun kembali terbelalak ketika menyadari bahwa pengejarnya telah terbebas.

Napasnya tertahan ketika menyadari bahwa musuhnya sedang melangkah mendekat.

Apa yang telah dilakukan oleh pertapa?!

___________________________________

Halo semuanya! Kali ini aku pamerin bayanganku soal Arga

Garis wajahnya tegas dan matanya dalam. Sekilas kelihatan gahar tapi hatinya hello kitty //dilempar batu sama Arga

Sebenarnya mau cari yang lebih terlihat kasar tapi tidak ketemu. Untungnya ketika diskusi dengan HalfBloodElf tentang penampilan Adipati Utara, ternyata cocok.

Adipati, sahabat Arga punya muka yang lebih ramah dan terkesan rapi. Dalam satu kata, metroseksual wkakakaka Ini nih castnya Adipati


Lagi-lagi ga nemu dia pake baju tradisional indonesia hahahaha jadi yah bisa dibayangkan sendiri lah. Temukan dia di cerita Bawang Putih Bawang Merahnya Halfbloodelf (Arga: Oi, Hantu Comberan, aku promoin kamu nih! Bayarannya mana?!)

Mereka berdua bisa membentuk boyben Bawanapraba //dilempar ke lumpur hidup

Segitu aja cuap-cuapnya hahahahah //plak

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top