44 - Daddy's Confession - Pernyataan yang Menghancurkan

Dua minggu sudah berlalu sejak kekacauan yang terjadi. Jeanny melanjutkan hidupnya walau terasa sia-sia. Setiap malam dia dihantui mimpi buruk, merasakan serangan Charles seakan kembali terjadi. Gadis belia itu terbangun dengan baju lengket terkena keringat dingin dan membuatnya enggan untuk kembali terlelap. Akibatnya, kantung matanya menghitam dan dia terpaksa menegak obat tidur untuk bisa terlelap.

Sering kali Jeanny masih menangis mengingat perlakuan Dom padanya. Hari-harinya terasa kosong tanpa kehadiran pria itu walau Jeanny tahu apa yang telah dilakukan oleh Dom. Masih ada rasa sayang yang tersisa dalam dirinya membuat dia merindukan pria yang pernah mengisi hari-harinya. Beruntung, ibu, Mike dan Christine bergantian menemaninya, membuat hari-hari lebih mudah dijalani walau ketakutan dan kegelisahan masih menggelayutinya erat.

Ponselnya berdering, menunjukkan nama Mike di layar. Jeanny yang sedang mandi dan bersiap menuju ke rumah perawatan Margareth yang baru terjengit kaget. Dia semakin mudah terkejut sejak kejadian itu. Perlu waktu beberapa saat hingga Jeanny tenang dan mengangkat telepon.

"Jeanny, are you okay?" tanya Mike di ujung sambungan. Pertanyaan rutin yang dia lontarkan setiap menghubungi gadis itu.

"Baik," balas Jeanny tersenyum. Dia merasa bersalah karena sudah menuduh Mike macam-macam padahal pria itu benar-benar peduli pada Margareth dan dirinya. Mike pula yang mencarikan rumah perawatan baru dan membantu proses pemindahan Margareth.

"Apakah kau sudah tahu kalau Dom sudah tertangkap?" tanya Mike basa basi.

"Ya ...," jawab Jeanny.

Dia tahu Mike bertanya demikian hanya untuk formalitas. Mereka bersama menonton berita di televisi bagaimana Dom ditangkap oleh polisi dari salah satu rumah amannya sebelum dia melarikan diri ke luar negeri. Jeanny melihat dengan mata kepala sendiri bagaimana Dom digiring ke dalam mobil polisi dalam berita salah satu skandal terbesar di kepolisian.

Bersama dengan jatuhnya Dom, polisi-polisi korup yang selama ini menerima upeti dari Dom juga ditangkap, semua berkat bukti yang disiapkan oleh Victor. Kaki tangan Dom yang itu benar-benar menepati janjinya untuk ikut menyeret Dom ke neraka.

Saat itu Jeanny berada dalam pelukan Margareth yang semakin lucid sejak obatnya diganti di rumah perawatan baru. Dugaan Mike tentang usaha Victor dan Dom untuk membungkam para korban perdagangan manusia benar. Kondisi Margareth makin membaik begitu lepas dari SWS.

Jeanny merasa bodoh karena selama ini dia menari di atas telapak tangan Dom dan Victor.

"Apakah kau ingat tentang permintaanmu seminggu lalu?" tanya Mike hati-hati.

Jeanny terdiam sejenak sebelum menjawab, "Ya."

Terdengar helaan napas. "Aku mendapat kabar dari kontakku di kepolisian, Dom sudah bisa ditemui. Pemeriksaan atas dirinya sudah selesai dan dia bisa menerima tamu dengan pengawasan ketat." Mike terdiam sesaat sebelum melanjutkan, "Apakah kau masih mau bertemu dengannya? Kau tahu, kondisimu belum stabil, Jeanny. Aku tidak ingin mimpi burukmu semakin sering."

Kekhawatiran di suara Mike membuat Jeanny tersenyum tipis, merasakan penghiburan dari seseorang yang benar-benar mendukungnya.

"Aku tidak apa-apa, Mike. Aku perlu bertemu dengan Dom untuk mengetahui yang sebenarnya. Aku ... perlu mendengar jawaban dari mulutnya agar aku bisa melanjutkan hidup."

"Bahkan jika itu adalah jawaban yang membuatmu hancur?"

"Aku ... masih berharap dia kembali, Mike. Aku tahu itu bodoh ... tapi aku tidak bisa menahan diriku."

Hening.

"Baiklah," jawab Mike pada akhirnya dengan nada menyerah. "Aku akan menjemputmu dalam waktu tiga puluh menit bersama Christine."

Panggilan terputus.

Jeanny tidak ingat bagaimana dia bisa tiba di kantor polisi didampingi oleh Mike dan Christine. Perjalanan terasa begitu cepat ketika dirinya terkurung dalam pikiran. Yang Jeanny ingat adalah bagaimana Jeanny akhirnya duduk di sebuah ruangan dengan meja dan kursi. Di kanannya berdiri Mike yang menemani Jeanny, memastikan bahwa Dom tidak akan bisa melukai gadis itu lagi.

Pria itu terlihat berantakan. Janggut yang berantakan, katung mata tebal, dan rambut yang tidak tersisir. Namun walau demikian, dia masih tersenyum ketika melihat Jeanny.

"Dom," ucap Jeanny ketika akhirnya Dom duduk di depannya. Dia dapat melihat dua polisi berdiri di belakang pria itu, menjaga agar Dom tidak kabur. "Bagaimana keadaanmu?"

Dom tidak menjawab. Dia memandang Jeanny tajam membuat gadis itu merasa terintimidasi.

Jeanny merasa dirinya ingin menangis. Dia pernah mencintai Dom dengan begitu sangat. Pria yang pernah menyelamatkannya dari kesepian dan memanjakannya. Namun semuanya hanyalah kamuflase. Seluruh upaya Dom tidak lebih dari usahanya untuk menjerat Jeanny agar bersedia menjadi barang dagangannya secara sukarela.

"Dom, aku hanya ingin bertanya satu hal. Apakah kau pernah mencintaiku?" tanya Jeanny dengan suara bergetar. Dia hanya perlu mengetahui jawabannya. Jika Dom mencintainya, dia bersedia untuk menemani Dom melewati hukuman yang harus ditanggung.

Pria itu mendengkus mendengar pertanyaan Jeanny. "Kau tahu mengapa aku selalu mengincar remaja naif dan bodoh sepertimu? Itu karena orang-orang sepertimu sangat mudah untuk percaya dengan kata-kata cinta dan menyerahkan segalanya."

Jeanny tertegun mendengarnya. Dia menutup mulut dengan tangan untuk mengendalikan diri.

"Kau adalah salah satu yang menantang, membuatku ingin menaklukkanmu sebelum kujual. Itu adalah pengalaman yang menyenangkan."

"Bohong ...," bisik Jeanny menolak kenyataan. Air mata mulai mengalir di pipinya. Mike langsung memberi tanda pada polisi untuk membawa Dom keluar. Dia tidak ingin Jeanny kembali histeris.

"Seandainya berhasil, kau akan menghasilkan uang yang besar karena klien menginginkan barang yang masih perawan. Usahamu untuk bertahan dari rayuanku membuahkan hasil. Lain kali aku harus menjual barang yang serupa untuk untung yang berlipat ganda!"

Jeanny tidak lagi mendengar perkataan Dom. Dia berdiri dan segera berlari keluar dan memeluk Christine. Mike memastikan Dom dibawa pergi dari sana sebelum menyusul Jeanny. Gadis itu menjerit di lorong kantor polisi sementara Christine berusaha menenangkannya.

Perkataan Dom adalah tamparan terakhir untuk gadis itu, meruntuhkan semua harapan dan ilusi bahwa Dom mencintainya. Seluruh waktu yang mereka lewati hanyalah kerajaan yang dibangun di atas pasir. Hanya Jeanny yang mencintai Dom, sementara pria itu tidak pernah benar-benar menyayanginya. Segala sikap manis hanyalah kepalsuan, penuh dengan tipu daya dan kepura-puraan.

Mike ikut menepuk pundak Jeanny.

"Aku tidak akan pernah bisa bahagia, Christine, Mike," ucap Jeanny dalam isaknya. "Aku tidak pernah dicintai."

"Ada kami yang menyanyangimu, Jeanny," ucap Christine terus mengelus punggung Jeanny. "Dan suatu ketika kau akan menemukan kebahagiaanmu walau bukan dengan Dom."

Tangisan Jeanny semakin menjadi, tidak peduli tatapan dari para polisi dan penjahat yang melewati lorong itu. Perkataan Christine meresap dalam benak Jeanny, memberikannya harapan kecil untuk terus melanjutkan hidup, tapi untuk saat ini, Jeanny masih ingin menangis, mengeluarkan segala rasa sakit dari luka yang menganga.

Dom tidak pernah minta maaf dan Jeanny tahu dia harus merawat luka itu sendiri agar dia bisa terus berjalan maju.

Suatu hari di masa depan, mungkin, Jeanny bisa melihat ke masa ini dan berterima kasih karena masih ada orang-orang yang mendukungnya.

Question's Time:

💋 Enaknya si Dom dikasih hukuman apa?

Tekan ⭐ kalau kamu suka part ini! Jangan lupa bagikan ke teman-temanmu biar makin seru cerita ini!

Holy Kiss,

💋

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top