36 - Daddy's Fact - A Sexy Founding

Fakta-fakta yang didapat Mike dari ruang kerja Victor sungguh sesuai dengan dugaannya. Bukti bahwa pimpinan SWS itu telah melakukan penggelapan uang donasi sudah didapat. Namun, ia tak ingin gegabah. Sebab bukti-bukti ini saja belum cukup untuk menyeret Victor ke balik jeruji besi, ia juga harus mempunyai saksi yang kuat. Terlebih lagi jika ia ingin membuktikan keterlibatan Domivic Petrov.

Sebagai orang yang melakukan pekerjaan amal di SWS, Mike sudah banyak mendengar keluhan dari keluarga penghuni shelter ini terutama mengenai biaya perawatan yang kian hari kian mahal, tapi fasilitas malah semakin dikurangi. Mungkin salah satu dari mereka bersedia menjadi saksi di pengadilan, jika penangkapan Victor pada akhirnya akan meringankan beban biaya perawatan.

Tak ingin aksinya diketahui oleh Victor maupun Dom, Mike segera memotret beberapa dokumen yang bisa membuktikan kecurangan Victor Kromm.

Untung saja Victor mendata semua secara manual dan tidak di dalam komputer yang penuh password. Mungkin pria itu menyangka kalau lebih aman menyimpan dalam bentuk manual di era serbacanggih seperti sekarang.

Bahkan, untuk pengelihatan orang awam akuntansi saja, semua jelas.

Jurnal akuntansi khusus yang dibuat Victor sebenarnya sangat detail tentang mana harga yang dinaikkan, mana yang tidak diserahkan untuk kepentingan SWS. Mana dana yang diambil sepenuhnya, mana yang diambil sebagian.

Mike menduga, Victor mencatat semua kejahatannya dengan detail untuk mengantisipasi kebohongan macam apa yang harus dilakukan untuk menutupi uang-uang yang masuk ke kantong pribadinya.

Sementara laporan keuangan SWS yang terlihat untuk dilaporkan ke atasannya lebih halus dan penuh kecurangan tersembunyi. Harga yang dinaikkan sedikit-sedikit. Jumlah anggota yang tinggal di SWS pun banyak yang hanya data palsu.

Mike bisa yakin kalau Victor bekerja sendiri untuk urusan penggelapan uang SWS ini.

Setelah membereskan lagi tempat yang berantakan, ia cepat-cepat keluar, berjalan menjauh, dan berlagak tidak ada apa-apa.

Toh, Jeanny dan Dom akan segera ke kantor meninggalkan SWS dan Victor untuk sementara.

Mike menyempatkan diri menemui Jeanny di apartemennya keesokan harinya, berterima kasih karena berkat pertolongan gadis itu ia bisa mendapatkan bukti-bukti yang dibutuhkan.

"Bagaimana hasilnya?" tanya Jeanny yang juga penasaran.

Mike mengedarkan pandangan, memastikan tidak ada siapa pun yang mungkin mendengarkan pembicaraannya dengan Jeanny.

"Kau tak akan percaya. Ternyata semua dugaanku benar, Victor korupsi," jawab Mike sambil berbisik.

Jeanny refleks menutupi mulutnya dengan tangan untuk meredam keterkejutannya. Bola matanya melebar, seolah meminta Mike menjelaskan semua temuannya.

"Menurutku sebaiknya kau segera memindahkan Margaret ke tempat perawatan lain. Apalagi kemarin ibumu hampir saja bunuh diri. SWS sudah tidak aman bagi Margaret. Aku akan mencarikan tempat yang memiliki rekomendasi terbaik dalam hal biaya dan perawatannya untukmu," bujuk Mike.

Sebenarnya Mike berharap dengan keluarnya Margaret dari SWS, Jeanny bisa sedikit menjauh dari Dom. Aura lelaki itu terlalu berbahaya bagi wanita sepolos Jeanny.

Alis wanita muda itu bertaut, keningnya berkerut. Terlihat sekali jika ia tengah berpikir.

"Hmmm, baiklah. Aku hanya menginginkan yang terbaik untuk Mom, termasuk jika aku harus memindahkannya."

Jeanny pun berpikir akan pulang menengok Margareth sambil menceritakan niatnya.

Jeanny memandang ponselnya dan terkejut kalau dia lupa kalau dirinya harus melaporkan keberadaan setiap beberapa jam.

'Aku di SWS. Kau di mana? Apa masih di apartemen?'

Jeanny menepuk dahinya. Dia janji akan bertemu Dom di sana hari ini menanyakan soal kemarin.

'Aku ke SWS sekarang.'

Dengan langkah tergesa, dia pun bergerak menuju SWS.

Dom ternyata sudah menunggu di gerbang. Bahkan tanpa ragu, Dom langsung merengkuh tubuh Jeanny saat hendak turun dari taksi, mengangkatnya dengan lembut ke dalam.

Wajah Jeanny semerah tomat ketika Dom dengan seksi berbisik, "I miss you, Sweety! "

Jeanny masih berpegangan erat pada tubuh maskulin Dom, meski kedua kakinya sudah menjejak lantai dengan aman.

"Jadi, bisa kaujelaskan ke mana saja kau tadi?" tanya Dom sambil membimbing Jeanny ke kursi di samping ranjang Margaret.

Gadis itu rasanya tidak rela lengan kukuh Dom menjauh dari punggungnya. Namun, ia harus mempertahankan fokusnya agar bisa berpikir jernih saat bicara dengan Dom dan tetap dapat memperhatikan ibunya.

"Aku kesiangan bangun karena memikirkan nasib Mom kemarin," jawab Jeanny berbohong. Ia tak mungkin mengatakan jika ia baru saja bertemu dengan Mike. Dom pasti tidak akan suka.

"Lalu?"

Jeanny membuang pandangannya dari Dom, lalu beralih kepada Margaret yang kini terbaring di ranjang.

"Kemarin apa yang kau bicarakan pada Mom?" Jeanny menarik napas.

"Aku hanya berusaha menenangkan Margareth. Tampaknya sesuatu membuatnya kambuh di sini. Dokter menjelaskan apa?" Mata Dom melembut sambil membelai pipi Jeanny dengan punggung tangannya lembut.

"Hmmm, menurutnya kita harus menjauhkan Mom dari stress yang bisa memicu depresinya kambuh."

Dom mengangguk-angguk. Ia baru saja mengalami bagaimana susahnya menghadapi Margaret yang sedang kambuh.

"Kalau begitu kita biarkan ibumu beristirahat. Aku ingin kau temani makan siang. Nanti suster yang menjaganya." Suara Raja Kasino itu tak menerima bantahan.

Dom mengajak Jeanny makan siang di sebuah restoran tak jauh dari SWS. Restoran itu bukan suatu tempat yang mewah dan Dom menyewa seluruh restoran untuk mereka.

Jeanny masih saja belum terbiasa dengan perlakuan Dom, rasanya sulit dipercaya ada pria yang memujanya dan rela melakukan apa saja untuknya.

Seharusnya gadis itu merasa senang. Namun, wajah Jeanny justru terlihat murung. Pikiran Jeanny masih terus terpusat pada kata-kata Mike. Bagaimana caranya ia mengatakan kepada Dom untuk memindahkan ibunya dari SWS agar pria itu tidak tersinggung. Apalagi selama ini Dom memperlakukan ibunya dengan sangat baik.

"Ada apa? Sepertinya ada yang kaupikirkan," tuding Dom saat mereka duduk menunggu pesanan makan siang.

"Eh, tidak apa-apa. Makanannya belum datang?" Jeanny berusaha mengelak.

Dom tampak tidak terpengaruh, wajah tegasnya menatap lekat Jeanny hingga gadis itu salah tingkah.

"Katakan Jeanny, apa ada yang mengganggumu?"

"Hmmm, aku ingin memindahkan Mom dari SWS segera," kata Jeanny sambil memilin jari-jarinya. Ia bahkan bicara tanpa berani menatap Dom.

"Mengapa tiba-tiba? Apa ada yang kurang?"

"Ti–tidak. Bukan seperti itu, hanya saja aku mendengar desas-desus kalau SWS mengambil uang dari donatur," jawab Jeanny cepat.

Jemari Dom memegang dagu Jeanny lalu menghadapkan wajah gadis itu ke arahnya. Kedua mata pria itu menatap tajam Jeanny. Insting pria itu langsung waspada. Jangan-jangan Jeanny hanya berpura-pura polos di hadapannya, atau justru ia terlibat dalam penggelapan uang. Dom harus menyelidikinya sampai tuntas.

"Dari mana kau tahu tentang penggelapan dana dari donatur? Siapa yang memberitahumu?" cecar Dom.

"Eh itu, aku juga tidak tahu pasti. Namun, banyak dari keluarga pasien yang curiga karena biaya perawatan selalu naik, tetapi fasilitasnya tetap begitu-begitu saja."

"Kau kenal siapa yang bicara seperti itu? Apakah kata-katanya bisa dipercaya? Kami, manajemen SWS, selalu berusaha memberikan yang terbaik bagi para penghuni shelter. Jika pun harus menaikkan tarif itu karena biaya pengobatan yang terus naik," kata Dom memberi pembelaan.

Jeanny menggeleng, ia tidak mungkin berkata jika Mike yang memberitahunya. Dom tidak akan percaya. Bosnya itu sudah antipati terhadap Mike.

"Aku nggak kenal, mereka berbisik-bisik di lobi."

Pria pemilik kasino itu mencatat dalam hati petunjuk dari Jeanny. Ia harus segera mencari tahu siapa yang berani melakukan korupsi di wilayah bisnisnya.

"Oke, aku janji akan menyelidiki masalah ini. Namun, kuharap kau tidak terburu-buru memindahkan ibumu. Tidak mudah menemukan shelter seperti SWS, sedangkan Margaret butuh perawatan dan pengawasan yang intensif," bujuk Dom dengan suara serak yang terdengar seksi.

Pandangan mata Dom melembut. Pria matang itu mendekatkan wajahnya ke arah Jeanny, menatap dengan intens bibir ranum gadis di hadapannya. Jarak bibirnya dengan bibir Jeanny hanya tinggal satu inci dan ia akan tahu bagaimana rasanya menjelajah mulut mungil gadis itu.

Dom melihat Jeanny mulai memejamkan mata dan menahan napasnya. Namun, alih-alih menyambut ciuman darinya, gadis muda itu justru menghindar dengan sedikit mendorong dada bidang Dom.

"Maafkan aku, Dom. Kurasa aku belum siap."

Dom tersenyum canggung. Harga dirinya agak terluka, tetapi dia tidak ingin Jeanny menjauh jika memaksa.

"It's okay, Sweetheart! Aku menghormati keputusanmu dan akan menunggu sampai kau merasa siap."

Hati Jeanny terasa hangat. Pria di hadapannya sangat gentle, tak salah rasanya jika ia memberikan hatinya. Jeanny memberanikan diri untuk menggenggam jemari Dom.

"Terima kasih atas semua pengertianmu, Dom."

Question's Time:

💋 Kenapa juga Jeanny jual mahal?

💋 Apa jangan-jangan hati Jeanny ke Mike?

💋 Apakah Dom bakal tahu kalau Victor koruptornya? Bakal diapain tuh?

Tekan ⭐ kalau kamu suka part ini! Jangan lupa bagikan ke teman-temanmu biar makin seru cerita ini!

Holy Kiss,

💋

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top