25 - Daddy's News - Tatapan Dingin sang Daddy
Jeanny sebenarnya enggan, tapi akhirnya dia mengangkatnya. Mike tak melakukan basa-basi dan langsung ke pokok permasalahan.
"Ibumu dalam kondisi delusional," ucap Mike membuat kepala Jeanny berdentam sakit. "Dia terus memanggil-manggil namamu dan berusaha melukai diri sendiri."
Napas Jeanny memburu. Dia berusaha mencari pegangan, tapi pada akhirnya, dia hanya bisa menghempaskan diri ke sofa di ruang kantor Dom. Tubuhnya terasa lemas dan kakinya kehilangan tenaga. Jeanny menutup wajah dengan tangannya untuk menahan tangis panik.
"Jeanny?" panggil Mike memastikan gadis itu baik-baik saja.
"Y-ya ... aku mendengarkan," balas Jeanny menarik napas dalam.
"Kau di mana? Aku akan menjemputmu. Kakimu masih sakit, 'kan?"
"A-aku masih di kantor. Aku akan minta Dom untuk mengantarkan."
Terdengar hening. Mike tidak langsung membalas. Rasa ragu dan tidak senang menggantung di benaknya tapi akhirnya dia berkata, "Baiklah, aku tunggu sambil memantau keadaan. Para suster sedang menangani."
Jeanny mengangguk tanpa sadar walau Mike tidak dapat melihatnya. "A-aku akan segera ke sana. Te-terima kasih, Mike. Please, beri tahu aku jika ada perkembangan."
"WIll do."
Sambungan diputus, meninggalkan Jeanny yang merasa goyah dan putus asa. Dia harus bertemu dengan ibunya sekarang. Akhirnya, walau masih merasa lemah, Jeanny berhasil berdiri dan berjalan menuju ruang rapat, tempat di mana Dom berada.
Di depan pintu kaca buram itu, Jeanny kembali goyah.
Haruskah dia mengganggu Dom di saat penting seperti ini?
Jeanny yakin Dom di dalam sedang membahas rencana-rencana bernilai jutaan dolar yang akan menyangkut kasino dan investasi. Masalah Jeanny terasa begitu remeh bila dibandingkan dengan apa yang sedang ditangani oleh Dom. Ibunya memang penting bagi Jeanny, tapi dia tidak yakin bila harus menunggu Dom karena masalah itu. Bahkan ini bukan pertama kalinya Margareth mengalami serangan panik seperti ini. Rasa khawatir bercampur kalut membuat pikiran Jeanny penat.
"Apa yang kau lakukan di sini?" Sebuah suara membuat gadis itu menoleh.
Seorang wanita berambut pirang bergelombang dengan balutan busana kantor mahal berdiri di hadapannya sambil memegang tablet. Bibirnya yang penuh berwarna merah sementara mata birunya menatap rendah ke arah Jeanny. Bahkan saat Jeanny memperhatikannya, dia dapat melihat wanita itu menaikkan ujung bibirnya dalam senyum yang menghina.
Jeanny seakan dapat membaca ekspresi itu.
"Mainan baru Dom yang tidak tahu diri."
Gadis itu menelan ludah. Pikirannya sedang mempermainkannya. Bahkan jika benar, orang itu tidak berhak untuk menghakiminya.
"Aku ingin bertemu dengan Mr. Petrov," jawab Jeanny berusaha tampil meyakinkan.
"Oh, ada keperluan apa?" tanya wanita itu sambil melenggang anggun mendekati pintu.
Jeanny menghela napas, bergelut dengan prinsipnya sendiri. Haruskah dia berbohong atau berkata jujur? Jika berkata jujur, wanita di hadapannya itu akan makin memandangnya rendah, tapi jika bohong, Jeanny tidak bisa.
"Ada hal penting yang harus kusampaikan," balas Jeanny mengangkat kepalanya tinggi berusaha tampil percaya diri. Dia memutuskan untuk tidak berbohong tapi juga tidak berkata jujur. Yang akan dia sampaikan memang penting, setidaknya penting untuk dirinya. "Aku adalah PA Mr. Petrov yang baru."
Wanita itu tertawa pelan. Tawa merdu yang menggoda. Setiap pria pasti akan tergoda dengan cara tertawanya.
Apakah termasuk Dom?
Jeanny bisa merasakan rasa cemburu membakarnya perlahan, seperti bara api yang perlahan-lahan memanas. Dia perlu menarik napas lagi untuk menenangkan diri. Pada akhirnya, dia bukan siapa-siapanya Dom. Hubungan mereka tak lebih terbentuk dari perhatian Dom kepadanya. Jika Dom berhenti, hubungan mereka juga akan selesai. Jeanny merasakan dadanya nyeri. Dia tidak berani berharap Dom benar-benar mencintainya seperti cerita dongeng, tapi membayangkan dia harus berpisah dengan pria itu membuat Jeanny muram.
Hubungan mereka memang serapuh itu.
"Personal assistant?" balas si wanita. "Jika memang kau adalah PA Mr. Petrov, mengapa kau berdiri saja di depan ruang rapat? Antara kau berbohong tentang pekerjaanmu atau kau berbohong tentang hal penting yang harus disampaikan?"
Wanita pirang itu melangkah mendekati Jeanny. Aroma parfum manis yang terlalu tajam segera menusuk penciuman gadis itu. Dia berusaha untuk tidak terbatuk ketika sang wanita mendorong Jeanny dengan telunjuknya yang memiliki kuku sempurna berwarna merah marun.
"Jadi lebih baik kau tahu diri dan segera menyingkir dari tempat ini, Mr. Petrov hanya bermain-main denganmu. Begitu dia bosan, kau akan bernasib sama dengan para wanita yang berusaha mencari perhatiannya."
Dorongan wanita itu membuat Jeanny goyah. Kakinya berdenyut nyeri di saat yang tidak tepat dan membuat keseimbangannya hilang. Jeanny terjatuh di lantai marmer dingin sambil meringis. Sang wanita itu hanya tersenyum sinis dan membalikkan badan, berjalan ke arah pintu ruang pertemuan. Namun saat dia menoleh, pintu ruangan terbuka dan Dom muncul di baliknya.
Wajahnya yang tampan itu tampak dingin. Dia hanya melirik ke arah Jeanny yang masih duduk di lantai sebelum menatap ke arah si wanita pirang.
"Apa yang terjadi?" tanyanya tajam. Matanya menyipit berbahaya ke arah sang wanita.
"A-aku hanya terjatuh karena kakiku sakit," ucap Jeanny berusaha bangkit tapi kakinya kembali nyeri membuat dia kembali terhuyung. Beruntung, sebelum dia menghantam lantai, Dom dengan sigap menangkapnya.
"Apakah kau senang membuatku khawatir?" tanya Dom dengan nada kesal dalam suaranya. "Kau kuminta untuk tetap di kantorku dan tidak menurut."
"Ma-maaf ...," balas Jeanny menunduk bersalah. "Mommy ... sakit, aku harus menjenguknya."
Tatapan Dom melunak. "Baiklah, aku akan mengantar ...."
"Mr. Petrov," sela sang wanita yang membawa tab itu. Dia menunjukkan sesuatu di dalam tabnya membuat alis Dom berkerut. "Anda perlu menyelesaikan masalah ini secepatnya."
Dom tampak tidak senang sebelum dia memandang Jeanny yang sudah berdiri tegak di hadapannya. "Aku tidak bisa mengantarmu, tapi Miss Woodrow di sini yang akan membantumu."
Wajah si pirang langsung berubah kecut membuat Jeanny menahan tawa.
"Tidak perlu, Dom. Aku akan naik kendaraan umum, aku hanya ingin meminta izin untuk pulang lebih awal." Jeanny berusaha untuk tersenyum seakan tidak terjadi apa-apa. "Dan aku bisa turun sendiri," tambahnya dengan wajah memerah. Dia masih membayangkan bagaimana Dom menggendongnya begitu saja hingga tiba di dalam mobil.
Dom tampak tidak senang, tapi dia tidak berkomentar lebih banyak. Sepertinya laporan yang dibawa oleh Miss Woodrow benar-benar penting.
"Hati-hati dan segera telepon aku jika terjadi sesuatu," ucap Dom dengan tegas sebelum berjalan masuk kembali ke ruang pertemuan, meninggal kan Jeanny yang menatapnya hingga sosoknya lenyap di balik pintu.
Si wanita pirang itu juga ikut masuk membuat Jeanny merasakan ketidaknyamanan dalam hati. Namun dia segera menyingkirkan perasaan itu dan memfokuskan diri pada kondisi ibunya. Tidak ada waktu untuk memikirkan cinta jika orang yang paling dia sayangi sedang bergumul dengan maut. Jantung Jeanny berdebar keras selagi dia bergerak turun dalam lift. Tanpa membuang waktu dia segera memanggil taksi. Hal yang sehari-hari tidak mungkin dia lakukan karena tidak ingin mengeluarkan uang lebih banyak dari seharusnya. Namun hari ini adalah perkecualian, dia harus segera tiba di rumah peristirahatan ibunya.
"Ke SWS," perintah Jeanny begitu dia masuk ke kursi bagian belakang.
Sang supir tidak banyak bertanya dan menjalankan argo sambil memutar musik. Jeanny yang terduduk di belakang akhirnya bisa mengambil waktu untuk berpikir. Dia mengirim pesan pada Mike dan suster kenalannya, berkata bahwa dia sudah di jalan.
Diiringi oleh musik dan suara jalanan yang teredam, Jeanny terdiam. Dia menutup wajahnya dengan tangan sebelum air mata mengalir. Pikiran-pikiran intrusif yang sejak tadi diredam keluar begitu saja.
Bagaimana jika ibunya benar-benar tiada?
Question's Time:
💋 Kira-kira berita apa yang diterima Dom sampai tidak bisa menemani Jeanny?
💋 Apakah mommy-nya Jeanny bakal selamat?
💋 Kalau kamu jadi Dom, bakal milih Jeanny atau Miss Woodrow?
Tekan ⭐ kalau kamu suka part ini! Jangan lupa bagikan ke teman-temanmu biar makin seru cerita ini!
Holy Kiss,
💋
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top