22 - Warning from Daddy - Bisikan Membangkitkan Gairah
"Mike?" tanya Jeanny seraya menahan napas.
Detak jantungnya langsung naik beberapa denyut. Samar-samar dia dapat mencium bau parfum Mike, lembut, tidak mengintimidasi seperti parfum milik Dom. Untuk sesaat rasanya Jeanny ingin terus berada dalam dekapan hangat pengacara berkacamata itu. Namun, Jeanny segera menelan ludah dan menjauh dari tubuh pria matang itu.
"A-aku tidak apa-apa," jawab Jeanny gugup.
"Kakimu?" tanya Mike menyadari bebatan yang membalut mata kaki gadis itu, di balik sandal japit yang dipakai.
"Ah, aku hanya terkilir." Jeanny mengaitkan anak rambut yang jatuh di wajahnya ke telinga, berusaha menutupi kegugupannya.
Mengapa keberadaan Mike membuat dirinya tidak bisa mengendalikan diri? Aura pengacara itu lembut dan menenangkan tapi entah mengapa Jeanny sering kali salah tingkah, apalagi saat Mike menatapnya lekat seperti saat ini.
Mike memperlebar senyumnya. "Buku mana yang ingin kau ambil?" tanya ramah sambil memegangi tangga, bersiap memanjat begitu Jeanny menyebutkan judul buku yang dia inginkan.
Rasa hangat memenuhi dada Jeanny melihat bagaimana sikap Mike yang begitu manis, siap menolongnya bagai pangeran berkuda putih.
"Buku yang itu." Jeanny menunjuk buku bersampul biru dari rak ketiga dari atas.
Mike dengan cekatan mengambil buku itu dan turun. Sebuah kegesitan yang tidak diduga oleh Jeanny. Dengan senyum lebar, Mike menyerahkan buku itu pada Jeanny.
"Ada lagi?" tanya Mike simpatik. "Aku akan membantumu mengambil buku, kau tidak mungkin memanjat tangga dengan kaki seperti itu."
"Ta-tapi, aku tidak ingin merepotkan ...."
"Aku tidak merasa direpotkan. Kebetulan aku juga ingin membaca buku dari bagian ini, jadi sekalian aku mencari buku yang kumau. Bagaimana?" Mike memamerkan senyum penuh karisma yang membuat jantung Jeanny kehilangan satu detaknya.
Dia membalas senyum Mike sebelum menyebutkan beberapa judul yang dia inginkan. Sekitar lima belas menit berikutnya, Mike dan Jeanny sudah duduk di salah satu meja perpustakaan dengan tumpukan buku di depan mereka. Pria itu ternyata hanya mengambil satu buku untuk dibaca, berbeda dengan Jeanny yang membawa sekitar empat buku untuknya.
"How to be a good Personal Assistant?" Mike membaca salah satu buku Jeanny dengan ekspresi heran. "Kau melamar pekerjaan baru?"
"Dom menawariku untuk menjadi PA-nya," jawab Jeanny sambil mengeluarkan ponsel untuk memfoto halaman-halaman yang dia butuhkan, sebelum ke komputer di perpustakan untuk mengetik tugasnya.
"Menjadi PA Dom?" Alis tebal Mike bertaut dengan keraguan. "Kau akan menerimanya?"
Jeanny memandang Mike dengan tatapan sengit, merasa dipojokkan dengan pertanyaan beruntun dari pria itu. "Memangnya kenapa? Bukan urusanmu aku mau bekerja apa."
Mike mengembuskan napas, menyadari bahwa dia sudah keterlaluan. Pria itu meletakkan buku itu di atas meja sambil tersenyum menenangkan. "Aku hanya khawatir, Jeanny. Menjadi PA seseorang berarti kau akan berada di dekat Dom terus menerus ...."
"Ada apa dengan Dom?" balas Jeanny masih kesal. Sejak awal Mike terkesan ikut campur dan semakin hari, Jeanny merasa kalau pria itu sedang berusaha menghasutnya untuk meninggalkan sang pemilik kasino. Padahal Dom bersikap begitu manis pada dirinya, bahkan menawarkan jalan keluar atas permasalahan yang dia hadapi.
Pria berkacamata itu tersenyum lemah. "Kau pasti sudah bosan aku berkata ini berulang kali, Dom itu berbahaya, Jeanny. Kau seharusnya menjauh darinya ...."
"Aku membutuhkan pekerjaan ini!" sahut Jeanny menaikkan nada suaranya, membuat seluruh mata tertuju pada mereka dengan tatapan kesal. Gadis itu langsung menutup mulutnya dan meminta maaf. Dia menoleh ke arah Mike dengan alis berkerut dalam. Dia memang berterima kasih pada Mike yang telah membantunya mengambil buku, tapi keberadaan pria itu justru membuatnya tidak bisa fokus pada hal yang seharusnya dia lakukan.
"Uang tidak jatuh dari langit, Mike. Kau tahu itu. Aku perlu pekerjaan ini untuk membeli obat ibuku. Jika kau tidak ingin aku bekerja pada Dom, apa kau bersedia menawari pekerjaan yang sama?" balas Jeanny lebih tenang tapi lebih tajam.
Mike menggeleng pelan. "Firmaku sedang tidak membutuhkan PA dan pekerjaan lain membutuhkan gelar sarjana hukum untuk bisa diterima."
Jeanny menutup bukunya dengan suara keras. "Jika demikian, Tuan Mike yang Terhormat, Anda tidak berhak untuk melarangku."
Dengan rasa marah yang menggelegak, Jeanny mengambil buku-buku dan meninggalkan Mike. Dia tidak tahan jika harus bersama dengan orang seperti pria itu. Tukang atur, tukang perintah, tukang ikut campur! Mike tidak mengejarnya. Pria itu sepertinya sadar bahwa Jeanny butuh menenangkan diri sebelum melemparkan buku bersampul keras ke hidung mancungnya.
Setelah secara resmi meminjam buku dari petugas perpustakaan, Jeanny melangkahkan kakinya yang masih berdenyut nyeri ke arah apartemennya.
Cuti yang diberikan Dom usai dan Jeanny kembali bekerja. Dia melakukan tugasnya dengan baik walau kakinya sesekali terasa sakit bila dipaksa berjalan. Beruntung, Dom mengizinkannya memakai flats alih-alih heels.
Benar, bila dibandingkan Mike, Dom jauh lebih perhatian dan mengerti keadaannya.
Jeanny masih kesal pada sikap Mike yang pura-pura peduli, tapi pada akhirnya hanya bisa menyudutkannya tanpa memberi solusi. Pria itu sempat mengirim pesan padanya, tapi Jeanny masih terlalu marah untuk membuka apalagi membalas. Dia biarkan ikon pesan tak terbaca menyala di ponselnya.
"Aku akan mengantarmu pulang."
Suara bariton Dom terdengar begitu seksi di telinga Jeanny membuat gadis yang masih membawa nampan berisi rokok menoleh. Ini adalah pekerjaan terakhirnya menjadi Cigarette Girl sebelum resmi menjadi PA Dom. Bau mint dari bibir Dom menggoda Jeanny untuk mengecupnya. Dia hanya perlu mengangkat kepala untuk merasakan manisnya bibir pria matang itu.
Memabukkan. Nyaris saja Jeanny terbuai, sebelum dering mesin yang memuntahkan koin-koin bergema. Seseorang sedang mendapatkan jackpot. Suasana kasino langsung berubah menjadi hiruk pikuk merayakan kemenangan.
"Apakah itu tidak merepotkan?" tanya Jeanny setengah berbisik, merasakan debaran jantungnya menggila. Pesona maskulin Dom memang bukan sesuatu yang bisa diabaikan. Parfumnya yang memancarkan aroma oud membuat Jeanny mabuk kepayang.
"Apa yang tidak untukmu, Sweety?" bisik Dom di telinga gadis itu membuat bulu kuduknya meremang. Pria itu mengambil nampan dari tangan Jeanny dan menyerahkannya ke cigarette girl lain yang melintas. Walau enggan, wanita itu menerimanya sebelum melenggang pergi. Gerakan Dom membuat Jeanny melihat bagaimana otot-otot Dom bergerak di balik kemeja ketat sutra. Untung mereka berada di keramaian, jika tidak, mungkin Jeanny akan melakukan hal yang akan disesalinya.
Dom menggiring Jeanny menuju lift yang menuju ke basement, meninggalkan hiruk pikuk lantai judi. Ketika pintu lift tertutup, suasana ramai pun teredam, menyisakan mereka berdua dalam kotak sempit. Jeanny menggenggam tangannya sendiri untuk menahan diri.
"Bagaimana dengan kakimu?" tanya Dom dengan mata yang mengarah pada pergelangan kaki gadis itu. Matanya berkedut tidak suka ketika melihat ada bebatan kain putih di kulit mulus Jeanny.
Tanpa menunggu jawaban Jeanny, Dom langsung mengangkat gadis itu layaknya seorang putri.
"DOM!" jerit Jeanny, tepat saat itu pintu lift terbuka.
Tanpa mempedulikan teriakan gadis itu, Dom melangkah mantap ke mobilnya. Dia mendudukan Jeanny di kursi penumpang sebelum membuka pintu pengemudi. Dalam waktu semenit, mobil itu sudah meluncur ke arah jalan raya.
Jeanny duduk bersebelahan dengan Dom sambil terus menenangkan dirinya. Dia masih bisa merasakan otot dada dan tangan Dom yang begitu kukuh menggendongnya seakan-akan dia seringan bulu.
Hangat.
Pipi Jeanny merona. Mungkin, Dom memang semanis itu. Kecurigaan Mike benar-benar tidak beralasan sama sekali.
Perjalanan yang diselingi dengan obrolan kecil itu akhirnya berakhir ketika mobil mewah itu berhenti di depan kompleks apartemen sederhana. Dom lagi-lagi ingin menggendong Jeanny, tapi mati-matian ditolak oleh gadis itu. Terlalu banyak mata yang memandangi mereka dan Jeanny belum siap dengan konsekuensi yang harus dia tanggung untuk tindakan itu.
Dom akhirnya membantunya berjalan dengan melingkarkan tangannya ke bahu Jeanny dan menggenggam tangan gadis itu. Wajah Jeanny memanas ketika merasakan dekapan kuat Dom yang memberikannya rasa aman.
Beginikah rasanya dicintai?
Jeanny ingin menikmatinya lebih lama, tapi ketika dia tiba di pintu apartemen, ada sebuah sosok yang menantinya.
Question's Time:
💋 Siapa yang menunggu Jeanny di depan pintu apartemennya?
💋 Apakah Dom benar-benar jatuh cinta dengan Jeanny?
💋 Haruskah Jeanny menyerahkan dirinya pada Dom?
Tekan ⭐ kalau kamu suka part ini! Jangan lupa bagikan ke teman-temanmu biar makin seru cerita ini!
Holy Kiss,
💋
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top