17 - Fear the Daddy - Keraguan yang Menggoda
Jeanny ternganga ketika melihat berita yang muncul di pop-up ponselnya. Tiba-tiba saja dia merasa kedinginan. Bulu kuduknya meremang sementara tangannya gemetar. Dari thumbnail foto, Jeanny merasa mengenali sang korban. Itu yang membuat detak jantungnya meningkat sementara keringat dingin keluar dari tubuhnya.
Tidak mungkin!
Ingin sekali gadis itu menolak kenyataan yang sepertinya disodorkan semesta kepadanya. Menggigit bibir bawah untuk menguatkan diri, gadis itu memutuskan untuk membuka lebih jelas berita kriminal itu. Kaki Jeanny lemas. Dia menjatuhkan diri ke tempat tidur, sementara napasnya memburu.
Pria itu ....
Jeanny menelan ludah. Benar, korban adalah pria yang menyerangnya tiga hari lalu. Tidak mungkin dia melupakan wajah orang yang nyaris membunuhnya, bila tidak dihentikan oleh Dom. Sekarang pria itu meninggal tanpa diketahui siapa pembunuhnya dan dibuang di saluran pembuangan air.
Pasti bukan kebetulan.
Jeanny memeluk dirinya ketakutan. Walau dia berusaha untuk tidak memikirkannya, kecurigaannya jatuh pada satu orang.
Domivick Petrov.
Gadis itu merasakan dirinya gemetar. Sikap Dom, ancamannya pada pria itu terasa begitu nyata. Jelas, pemilik kasino itu tidak main-main dengan ucapannya. Jeanny berusaha menyingkirkan kejadian itu dari kepalanya tapi suara Dom yang rendah dan tajam terus terngiang di telinganya.
Apa yang harus dia lakukan?
Jeanny bimbang. Dia sudah terlanjur menerima pekerjaan dari Dom dan dia tidak memiliki alasan untuk menghindari orang itu. Bahkan jika dia berniat menjauh, bagaimana dengan gaji dan fasilitas yang sudah dia terima? Ibunya mendapat obat-obatan yang lebih layak, Jeanny juga bisa menabung dan makan lebih sehat daripada makanan cina. Gadis muda itu gamang dengan kebenaran yang berbayang-bayang.
Itu hanya imajinasimu!
Dia menggelengkan kepala kuat-kuat agar pikiran aneh itu pergi. Tidak ada bukti bahwa Dom melakukannya. Polisi juga bilang kalau kasus itu masih dalam investigasi, belum ada tersangka. Mungkin saja itu hanya kebetulan. Orang jahat seperti itu pasti memiliki banyak musuh dan bisa jadi kematiannya tidak berhubungan dengan Jeanny sama sekali.
Benar, pasti seperti itu. Jeanny merasakan dirinya mendapatkan ketenangan dan bangkit dari tempat tidur. Melirik jam, Jeanny tahu sudah waktunya dia kembali bekerja. Dia masuk ke dalam kamar mandi dan mengguyur dirinya dengan air dingin. Kesegaran segera menggantikan rasa penat, gadis itu berhasil menyingkirkan pikiran buruknya ke sudut kepala. Berulang kali dia mengucapkan mantra bahwa hal itu tidak ada hubungan dengannya. Bahwa yang terpenting dia berhati-hati agar kejadian itu tidak terulang lagi.
Namun, mengapa sudut firasatnya berkata bahwa Dom adalah dalang dari semua ini?
Jeanny tiba di loker tempatnya berganti pakaian. Walau pekerjaannya kini tampak prestisius menjadi PA dari Dom, tetap saja, keseharian Jeanny tidak banyak berubah. Datang menggunakan transportasi umum sebelum berganti pakaian dan menggunakan make up di ruang loker. Dia membutuhkan setiap sen yang bisa dihemat untuk memberikan penghidupan yang layak bagi sang ibu dan dirinya. Dia ingin memiliki rumah yang cukup besar agar mereka berdua dapat tinggal bersama. Sesederhana itu keinginannya.
Selama Jeanny melakukan tugasnya dengan baik sebagai PA, Dom tidak banyak komentar. Toh, pekerjaan sederhana seperti menemani Dom menemui para pejudi kelas atas rekan bisnis tidak membutuhkan banyak tenaga. Jeanny hanya perlu dandan secantik mungkin dan menjadi boneka.
Pekerjaan yang sebenarnya tidak ingin Jeanny lakukan, tapi dia membutuhkan uangnya.
Sambil menghela napas, Jeanny mengeluarkan gaunnya dari loker dan berjalan menuju kamar ganti, baru pada saat itu dia menyadari sesuatu yang ganjil. Suasana ruang loker itu suram. Ini adalah pergantian shift besar sehingga banyak orang yang mondar-mandir di sana, para wanita yang biasanya suka bergosip nyaring membanggakan produk kecantikan terbaru tampak kalut. Sebagai ganti suara melengking dan tawa, bisik-bisik rendah menyebar bagai dengung lebah. Jeanny yang melewati tengah ruangan seketika menyadari bahwa tatapan mereka terarah padanya. Namun, bukan tatapan mencemooh dan merendahkan seperti biasanya, tatapan mereka dipenuhi oleh rasa takut. Gerakan tubuh mereka menjauh dari Jeanny dan ketika gadis itu menoleh, mereka tidak berani menatap matanya.
Apa yang terjadi?
Mata Jeanny bertemu dengan mata hitam Fabienne. Namun, wanita itu justru memalingkan wajah. July yang berada di sampingnya juga melakukan hal yang sama. Jeanny jelas dapat melihat teror di mata mereka. Ruang ganti itu berangsur sepi, satu per satu keluar tergesa seakan tidak ada yang ingin berada lebih lama dengan Jeanny di sana. Gadis itu terpaku, bertanya-tanya apa yang terjadi.
"Katakan padaku, ada apa di sini?" tanya Jeanny sambil melangkah ke arah July dan Fabienne.
"Jangan ganggu kami! Kami berjanji tidak akan mengata-ngataimu!" July terburu-buru memasukkan barangnya ke loker dan berjalan pergi. Fabienne mengikuti di belakangnya, menghindari tatapan Jeanny.
"Tunggu!" seru gadis itu, kali ini dia yang menghadang mereka. Mata birunya menuntut penjelasan tanpa takut.
Kedua wanita itu segera mengambil jalan memutar, menghindari Jeanny. "Ja-jangan! Tuan Petrov tidak akan mengampuni kami!"
Mendengar nama Dom disebut membuat Jeanny tertegun. Dia membiarkan July dan Fabienne keluar dari ruangan.
Benarkah firasatnya?
Jeanny mengganti baju seraya berpikir. Jantungnya berdebar keras mengingat berita yang dia dengar tadi. Kematian orang yang membahayakan nyawanya, tingkah laku para pekerja lainnya. Ini bukan sekadar kebetulan. Jeanny mengigit bibir bawahnya sambil berusaha menenangkan diri.
Bagaimana kalau Dom memang berada di balik semua ini?
Ketakutan menjalari punggung Jeanny yang terbuka karena hari itu gaunnya bermodel backless. Bukan sekadar hawa dingin biasa, tapi sesuatu yang membekukan tulang. Jika Dom memang orang seperti itu, berapa lama hingga Jeanny jatuh ke sisi buruknya dan menderita?
Membayangkan hal itu membuat gadis itu gemetar. Namun, dia tidak membiarkan dirinya gamang terlalu lama. Dia memikirkan sang ibu beserta beban yang harus dia tanggung. Jeanny menegakkan tubuhnya dan melangkah keluar dari kamar ganti. Dengan cepat dia memasukkan baju kasualnya ke dalam loker dan keluar dari ruangan. Para tamu tidak boleh tahu ketakutannya. Dia di sini untuk bekerja. Mengeratkan genggaman tangannya yang gemetar, Jeanny melangkah dan memasang topeng senyum untuk pekerjaannya.
Walau berusaha tegar, bukan berarti Jeanny bisa menyingkirkan pikiran itu sepenuhnya dari kepala. Ketika Dom selesai menjamu seorang tamu yang menghabiskan ribuan dolar setiap harinya di kasino, kesempatan bagi Jeanny akhirnya tiba ketika pria itu kembali melangkah ke dalam kantornya yang bernuansa kayu dan maskulin. Lampu yang sengaja diredupkan agar Dom bisa beristirahat sebelum dia harus menyapa tamu lain. Jeanny melakukan tugasnya dengan baik, membawakan handuk hangat serta kopi ke meja pria itu.
Bayangan tentang mayat pria penyerangnya dan kondisi di ruang loker membuat Jeanny gemetar. Saat ini dia hanya berdua dengan pria berbahaya yang mungkin bersedia untuk membunuh demi mendapatkan tujuan. Hati kecilnya berkata, Dom tidak seperti itu, tapi logikanya berkata lain dan Jeanny tidak tahu mana yang harus dipercaya. Sebelum dia sempat mengendalikan diri, sebuah pertanyaan sudah meluncur dari mulutnya tanpa bisa dikendalikan.
"Apakah kau pernah membunuh seseorang?"
Mata emas Dom yang tadi menutup langsung terbuka dan menatap Jeanny tajam.
Question's Time:
💋 Menurut kalian, apakah Dom benar-benar yang membunuh penyerang Jeanny?
💋 Ada yang bisa nebak Dom bakal jawab Jeanny seperti apa?
💋 Apa sih alasan Jeanny dijauhi sama pegawai lain?
💋 Kira-kira Jeanny bakal ngapain setelah ini?
Tekan ⭐ kalau kamu suka part ini! Jangan lupa bagikan ke teman-temanmu biar makin seru cerita ini!
Eiffel Kiss,
💋
[9/11/2020]
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top