15 - The Cold CEO Meets Daddy - Terjepit Di Antara Dua Pria Matang

Jeanny menarik napas dalam-dalam selagi lift yang dinaiki bergerak ke atas. Di tangan, gadis itu memegang map yang berisi kontrak pekerjaan menjadi personal assistant Dom. Bahkan setelah membulatkan tekad dan menandatangani berkas itu, dia masih tidak percaya bahwa nasibnya akan berubah.

Penjelasan Dom mengenai pekerjaan PA membuat Jeanny bertanya-tanya apakah memang bisa semudah itu, tapi dia bertekad untuk tidak menyia-nyiakan kesempatan ini. Dia akan belajar menjadi PA yang baik bukan hanya demi uang, tapi juga untuk menambah nilai pada dirinya. Sungguh disayangkan Jeanny harus berhenti sekolah karena ekonomi, tapi bukan berarti dia akan berhenti belajar.

Ketika pintu lift terbuka seiring dengan denting terdengar, Jeanny melangkahkan kaki menuju kantor Dom dengan tekad baru. Dia bertemu dengan sang sekretaris yang tersenyum ramah padanya.

"Apakah Tuan Petrov bisa ditemui? Saya ingin menyerahkan kontrak kerja ...."

Harusnya kontrak ini diserahkan ke bagian HRD tapi anehnya Dom memintanya menyerahkan langsung.

"Maaf, Nona Valentine, Tuan Petrov saat ini sedang menerima tamu," jawab sang sekretaris membuat kekecewaan muncul di hati Jeanny. Dia tidak akan bertemu Dom.

Tunggu, mengapa harus kecewa?

Jeanny menampar dirinya secara mental untuk mengembalikan senyum profesional ke wajahnya. Dia menyerahkan map berisi berkas pada sang sekretaris.

"Kalau begitu, saya minta tolong untuk menyerahkan ini pada Tuan Petrov--"

"Aku akan mengantarmu kembali ke hotel." Suara Dom yang berwibawa menggoda telinga Jeanny membuat detak jantungnya bertambah. Gadis itu langsung menoleh ke arah pintu kantor yang terbuka. Dom sedang berdiri, menahan pintu untuk seseorang yang Jeanny tidak pernah lihat.

"Tidak perlu." Pria misterius yang sama tinggi dengan Dom menjawab dengan tegas dan dingin. "Aku tahu kota ini seperti telapak tanganku."

Jeanny menahan napas melihat sosok yang nyaris seintimidatif Dom. Rahangnya yang kaku, mata birunya yang sedingin es, rambut pirang yang dipotong rapi membuat gadis itu merasakan bahwa pria itu tidak boleh dilanggar. Dia hanya bisa tertegun melihat dua pria matang yang menjulang di hadapannya.

"Oke, sampai jumpa waktu makan malam, Axel." Mata Dom akhirnya menangkap sosok Jeanny yang memeluk map. Dia langsung melewati Axel dan berjalan mendekati gadis itu. Terlalu dekat malah. Jeanny dapat mencium aroma musk yang maskulin dan membuat pikirannya meliar. "Apa yang kau lakukan di sini?"

Jeanny menelan ludah sambil mengurung kembali imajinasinya walau matanya tidak bisa lepas dari bibir Dom yang nyaris saja dia rasakan. Mungkin waktu itu lebih baik dia menyerah dan membiarkan Dom melumat bibirnya, merasakan lidah pria itu menerobos dan ....

"Ehm!" Jeanny menampar dirinya kembali secara mental. Dia menyodorkan map kepada Dom. "A-aku mau menyerahkan ini. Kapan aku bisa mulai bekerja sebagai PA?"

Gadis itu dapat melihat Axel mengangkat alisnya tanda heran. Dom yang menyadari tatapan Jeanny tertuju pada Axel mengerutkan alis tidak suka.

"Jeanny, lihat aku," titahnya sambil memegang dagu gadis itu dan mengarahkan agar tatapan mereka bertemu. Tiba-tiba saja Jeanny merasa suhu di ruangan itu naik seiring dengan wajahnya yang memanas. Dia menyadari dirinya tersesat dalam mata gelap Dom. Berbahaya. Pria itu tampak ingin melahapnya.

"Tugas pertamamu adalah menemaniku makan malam dengan Axel. Dia adalah CEO dari Crown Land Development yang akan membangun kasino megahku berikutnya." Bibir Dom membentuk seringai, membuat Jeanny merasa pria itu akan memangsa dirinya.

Tanpa bisa berbuat apa-apa, Jeanny hanya bisa mengangguk paham membuat Dom tersenyum puas. Pria itu senang Jeanny menurut dan tunduk padanya. Tanpa ragu, dia meraih pundak Jeanny lalu membalikkan badan gadis itu menghadap Axel. Sentuhan Dom terasa begitu posesif, membuat Jeanny merasa dirinya dimiliki. Bukan perasaan yang buruk, tapi Jeanny merasa malu, apalagi di hadapan rekan kerja Dom.

"Axel, Jeanny Valentine, PA-ku yang baru."

Lagi-lagi Axel menatap tajam ke arah Jeanny, sebelum sudut kiri bibirnya terangkat seakan memahami apa maksud Dom. Namun, Jeanny tidak tahu apa arti dari percakapan bisu dua pria berpengaruh itu. Dia merasa seperti kelinci di tengah dua binatang buas.

Beruntung, telepon Axel berbunyi. Dia meminta izin dengan matanya sebelum berjalan menjauh dari mereka berdua.

"Halo, Mysha," ucap pria itu ketika Jeanny mengamati perubahan ekspresi Axel yang tidak terduga. Dia dapat melihat sebuah senyum tipis tersungging di wajah dingin Axel.

"Ayo," ajak Dom sebelum menggiring Jeanny pergi ke arah lift, membuat gadis itu tidak memiliki pilihan selain mengikuti bosnya. Dia masih ingin tahu lebih banyak tentang Axel serta siapa yang membuat wajah dingin pria itu melunak.

Dom melihat itu dan tidak suka. Dia mempercepat langkahnya menuju lift.

"Ki-kita akan ke mana?" tanya Jeanny selagi mereka dalam perjalanan turun.

Dom tidak langsung menjawab. Dia melihat jam tangannya. "Masih ada waktu," gumamnya seakan tidak mendengar pertanyaan Jeanny.

Bunyi denting memberi tahu bahwa mereka sudah tiba di lantai satu. Dom kembali meraih pundak Jeanny dan membawanya ke pintu utama kasino. Jeanny merasa tidak nyaman berjalan di bawah tatapan mata ingin tahu para koleganya, termasuk duo jalang yang memandangnya dengan tatapan tajam. Jeanny menghela napas, sepertinya setelah ini dia harus menghadapi mereka di ruang ganti.

Di depan pintu mewah kasino, petugas valet memberikan Dom kunci mobil yang sudah terparkir rapi membuat Jeanny akhirnya menggeliat, berusaha melepaskan diri dari Dom.

"Kita akan ke mana?" tanya Jeanny lagi dengan panik ketika usahanya gagal dan Dom membuka pintu kursi penumpang dan mengarahkan Jeanny duduk di sana.

"Kau butuh baju dan sepatu yang baik untuk menemaniku makan malam bersama Axel," ucap Dom tanpa basa-basi sebelum menutup pintu. Jeanny ternganga sementara Dom memutari mobil dan membuka pintu pengemudi. Tak lama kemudian, mobil mewah dengan dua kursi itu meluncur membelah sore kota Las Vegas.

Jeanny ingin memprotes tapi tatapan tajam Dom membuat bibir gadis itu terkunci. Perjalanan mereka lalui tanpa banyak bicara hingga mereka berhenti di sebuah shopping mall elit yang membuat mata Jeanny terbelalak kagum. Dom membukakan pintu untuk Jeanny dan menarik gadis itu keluar sebelum menyerahkan kunci pada petugas valet lain. Semuanya terjadi begitu cepat. Jeanny bahkan belum mengumpulkan kesadarannya ketika dia duduk di sebuah layanan spa dan salon di mall tersebut.

"Dom!" pekik Jeanny ketika seorang pegawai memberikannya jubah mandi berbahan handuk yang tebal dan nyaman untuk berganti pakaian.

"Persiapkan dirimu untuk tugas pertama." Hanya itu yang diucapkan oleh Dom sebelum dia menghilang, meninggalkan Jeanny di tangan-tangan pekerja yang terampil.

Masih bingung dengan apa yang terjadi, Jeanny membiarkan dirinya menjalani serangkaian perawatan mulai dari membersihkan tubuh, membalurinya dengan produk yang membuat kulitnya sehalus bayi, dipijat, rambutnya dipotong dan dirapikan, hingga sentuhan terakhir make up yang membuat Jeanny nyaris tidak mengenali dirinya sendiri.

Untuk apa?

Jeanny bertanya-tanya sambil memandangi wajahnya di kaca. Matanya yang berbentuk almond diberi sapuan eyeshadow berwarna pink dengan eyeliner yang mempertegas bentuknya. Pipinya dibuat menjadi lebih tirus dan diberi warna dengan blush on. Bibirnya yang penuh diberikan warna merah yang menurut Jeanny terlalu vulgar.

Bagaimana kalau lipstiknya coreng moreng jika dia akhirnya berciuman dengan Dom?

Membayangkan itu membuat wajah Jeanny memanas dan segera mengusir pikirannya jauh-jauh. Dia berusaha menyadarkan diri bahwa Dom melakukan ini hanya untuk membuat Jeanny layak menemaninya bertemu klien. Rambutnya diangkat menjadi sanggul modern yang anggun sementara telinganya dihiasi dengan anting-anting panjang terbuat dari perak. Seorang pegawai membawakan dua kotak putih yang ketika dibuka membuat Jeanny kembali menahan napas. Sebuah gaun putih strapless asimetris menjuntai ketika dia mengangkatnya. Cantik, dengan hiasan kristal swarovzky berbentuk bunga yang elegan di bagian pinggang dan dada. Kotak lainnya dibuka dan Jeanny mendapati sebuah sepatu berwarna emas dengan ujung runcing setinggi sepuluh senti.

Terlalu cantik. 

Dada Jeanny berdebar ketika dia mengganti pakaian dan memakai sepatu tersebut. Pas sekali. Bagaimana Dom bisa tahu ukuran tubuhnya? Sebelum ini pun pria itu membelikan baju dengan ukuran tepat. Wajah Jeanny terasa panas ketika menyadari bahwa pria matang itu memperhatikan tubuhnya.

Astaga.

Rasanya ingin tenggelam ke laut pasifik. Apakah Dom menganggap tubuhnya menarik?

"Akhirnya selesai juga. Kukira kau akan membuatku menunggu lima puluh tahun lagi."

Suara bariton yang dalam membuat Jeanny mengangkat kepala dan mendapati Dom sudah berdiri di hadapannya sambil tersenyum puas. Pria itu mengambil tangan Jeanny dan mengecup ujung-ujung jari membuat tubuh Jeanny panas dingin, menginginkan bibir itu mengecupnya di tempat lain. Jeanny menelan ludah.

Dom kemudian menuntunnya kembali ke dalam mobil tanpa banyak bicara. Jeanny ingin sekali bertanya, apa maksud dibalik kebaikan hati Dom yang membuatnya terbang ke langit ketujuh ini. Memanjakan dan memperlakukannya dengan manis, membuat dadanya berdebar-debar dengan perasaan yang membuat Jeanny ingin melemparkan diri ke dalam pelukan hangat pria itu.

Tidak boleh.

Jeanny berusaha menyadarkan dirinya. Ini semua hanya demi pekerjaan.

Dom membawa Jeanny ke hotel bintang lima tempat janjinya dengan Axel. Lagi-lagi pria itu membukakan pintu untuknya dan menuntun Jeanny keluar. 

Bukankah dirinya yang menjadi PA bagi Dom? Mengapa pria itu memperlakukannya bak putri?

Jeanny tidak mengerti.

Ketika bertemu dengan Axel, pria itu kembali menatap ke arah Jeanny dengan sudut bibir terangkat, membuat Dom mengeratkan pelukannya pada pundak Jeanny.

"Kau suka?" tanya Dom membuat Jeanny memandangnya penuh tanya.

Axel menggeleng. "Tidak. Aku sudah menemukan seorang gadis yang membuatku ingin membangun hidup dengannya."

Jeanny tertegun menatap Axel. Mata biru yang dingin itu melembut hingga dirinya ikut merasakan cinta yang memancar di sana. Jantung Jeanny kembali berdebar-debar. Dia ingin ditatap seperti itu oleh pria yang dia cintai. Jeanny melirik ke arah Dom yang masih memandang ke arah Axel sambil tersenyum miring.

"Terserahmu saja."

Axel mendengkus. "Kau akan tahu rasanya jika kau sudah menemukan orang yang tepat."

"Mungkin." Dom melemparkan tatapan ke arah Jeanny, hanya sedetik tapi cukup membuat gadis itu menahan napas.

Apakah itu berarti dirinya?

Question's Time:

💋 Siapa yang ingin lihat Axel hidup lagi? Angkat tangan di sini!

💋 Bagi yang belum kenal Axel, mampir dong ke CEO Project. Yang mana? Yang gambarnya paling hot itu dengan judul "Night with CEO". Dijamin deh ga kalah seru sama cerita ini!

💋 Menurut kalian, apa sih maksud Dom mendandani Jeanny bak princess? Tebak-tebak dong!

Tekan ⭐ kalau kamu suka part ini! Jangan lupa bagikan ke teman-temanmu biar makin seru cerita ini!

Much of Kisses,

💋

[6/11/2020]

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top