14 - Daddy Protection - Kuncian Rapat yang Tak Terelakkan

Dom mencibir. "Pengecut!"

Satu detus memelesat mengenai punggung si penguntit hingga ambruk.

Akan tetapi, tampaknya si penguntit masih gigih. Ia terseok-seok, mencengkeram kaki Jeanny yang telah menuai tremor di sekujur tubuh.

Detus kedua Dom hadiahkan mengenai tangannya. Bercak darah memercik, menyentak Jeanny yang mulai kehilangan kesadaran. Ia tendang belati milik penguntit itu sejauh mungkin, sebelum kembali bangkit dan membalikkan keadaan.

Dom berlari menghampiri gadis itu. "Jeanny!?"

Ia tepuk-tepuk lembut pipi Jeanny sampai kesadarannya mulai berkumpul, sebelum benar-benar pingsan di tempat.

"Bisa berdiri?"

Sorot mata Jeanny masih terpaku ngeri ke pria penguntit itu. Ia spontan mencengkeram lengan Dom.

"Kita harus pergi dari sini," bujuk Dom mengangkat Jeanny yang dirasa tak mampu berdiri. Bahkan omongannya tidak didengar.

Kemudian Dom menggendong Jeanny untuk segera keluar dari tempat bau tengik dan pesing itu.

Di dalam kuda jingkrak merahnya, Jeanny masih membisu. Dom pun memarkir sejenak supercar-nya di depan swalayan kelontong 24 jam. Ia kembali membawa sebotol air isotonik dingin.

"Jeanny, do you hear me?"

Jeanny masih bergeming, memeluk diri sendiri, sorot matanya menatap kosong ke depan.

Dom tersenyum jail. Ia tempelkan botol berembun itu ke pipi Jeanny. Gadis itu terlonjak hingga memunculkan pekikan parau.

Beberapa kerjap, Jeanny menoleh kepada sosok rupawan yang berantakan berbalut setelan formal. Gadis itu menerka-nerka apakah ini mimpi tiba-tiba bertemu malaikat charming.

Jeanny pun menggeleng pelan.

"Dom ...?"

"Oh, God! Kukira aku harus bernegosiasi dengan para malaikat Tuhan agar kau kembali ke sisiku."

Pipi Jeanny merona perlahan mendengar selera humor atasannya itu. Ia pun menenggak minuman segar itu begitu Dom kembali menawarkannya.

"Aku akan mengantarmu pulang, okay?"

Jeanny mengangguk.

"Kau sudah berjanji untuk tidak hanya merespons anggukan, kan?"

"Iya. thank you." Jeanny tersenyum malu.

"Anytime."

"Terima kasih sudah mengantarku pulang," ucap Jeanny menunduk malu. Ia peluk erat tas selempangnya. "Lagi-lagi aku merepotkan Tuan Pet—maksudku, Dom."

Dom yang berdiri menjulang begitu dominan, merunduk. Ia membelai anak rambut Jeanny yang menjuntai bebas nyaris menyentuh bibir lembap merah jambu. "Bagaimana jika aku tidak sedang berada di jalan itu?"

Jeanny kontan mendongak.

Kemudian ujung jari maskulin itu mengapit dagu mungil si gadis. Netra biru cerah itu terlihat berkaca-kaca.

"Jeanny, ini Las Vegas. Tempat ramai sekalipun tak menjamin kau aman," ucap Dom seraya membelai dagu gadis itu dengan ibu jarinya. "Kau harus memiliki seseorang yang mengenalmu dengan baik, yang mampu melindungimu."

Jeanny menyela. "A-Aku bisa menjaga diriku sendiri. Kau tidak perlu khawatir."

"Really?" Dom memiringkan kepala. "Bagaimana jika aku sedang tidak berada di sana, tadi itu?" ulangnya.

Bibir Jeanny terkatup. Lidahnya kelu.

"Kenapa kau pulang lewat jalan yang tidak biasanya?" tanya Dom kemudian.

"Itu ...."

"Siapa pria tadi? Kau mengenalnya?"

"A-Aku bingung." Gadis itu menggeleng. Dahinya mengernyit. "Aku merasa akhir-akhir ini ada yang mengikutiku setiap pergi dan pulang."

Netra emas itu menuntut penjelasan lebih dalam ketika Jeanny berani menatapnya.

"Aku pikir, kalau melewati jalan lain, aku bisa terhindar."

"Kenapa kau tak lapor padaku, Honey?" tukas Dom.

"Maaf, kupikir hubungan kita hanya masalah pekerjaan," kilah Jeanny mencoba mundur hingga menabrak pagar besi apartemen studionya.

Dom justru merapatkan jarak. "Masalah pekerjaan apa yang kau maksud? Apakah aku seorang atasan tidak boleh memastikan keamanan partner kerjanya?"

"Ah, aku hanya pekerja sekelas buruh. Mungkin di bawah itu, kan?"

"Sungguh?" Dom menangkup lengan Jeanny yang gemetaran. "Jeanny ...," panggilnya begitu dalam dan lembut.

Dada gadis itu berdebar tak keruan.

"Semua yang bekerja di kasinoku penting. Meskipun hanya membawakan liquor ke pengunjung. Terlebih bagi yang membutuhkan perlindunganku." Dom mengecup punggung tangan Jeanny yang membeku di tempat. "Jika terjadi sesuatu kepadamu, terlebih wajahmu yang berharga ini, aku pastikan hidup orang itu bagai di neraka."

"D-Dom ...."

"Good night, Baby." Dom pun melepas sentuhannya, mundur ke belakang perlahan. "Jangan abaikan pesanku. Jika kau melakukannya lagi, aku tak menjamin kau tetap masih utuh pulang ke rumahmu," pungkasnya menatap tajam Jeanny.

Begitu supercar atasannya tertelan di persimpangan menuju Jalan Las Vegas Boulevard sisi selatan, bahu Jeanny merasa dingin dan hampa.

Ingin rasanya Dom menetap di sini lebih lama. Mengesampingkan pikiran itu, Jeanny bergegas naik ke kamar apartemennya. Ia terus terngiang-ngiang ucapan Dom. Benar, keberuntungan tidak selalu datang kedua kalinya.

Dada Jeanny lagi-lagi bergemuruh. Ia merasa bersalah sekaligus berbunga-bunga mendapati pesan beruntun Dom dengan segala kekhawatirannya. Gara-gara pikirannya disibukkan oleh masalah biaya perawatan dan tersendatnya aliran dana SWS, bagaimana kelangsungan hidup ibunya di masa yang akan datang.

Gadis itu akhirnya terlelap dengan tidur mendekap ponsel usangnya, setelah berbalas pesan romantis dengan Dom. Setidaknya kehadiran pria itu membuat kesenangan tersendiri yang pantas ia terima di masa mudanya.

Tidak disangka, insiden semalam membuat pundak Jeanny pegal-pegal tidak keruan di bangun paginya. Ia harus bergegas karena sif siangnya tak menoleransi keterlambatan. Jangan harap Dom akan memberi perlakuan khusus kepada bawahan yang tidak disiplin.

Usai mandi guyuran shower dingin dan segera bersiap—memulas wajah berbekal bedak dan pelembap bibir secukupnya, Jeanny menyambar biskuit, lalu meneguk cepat jus jeruk untuk mengganjal perutnya. Gadis itu menggerutu, dampak dari kejadian semalam ia sampai lupa menyetok susu kotak siap tenggak.

Langkah kakinya berlari kecil-kecil menuju tempat pemberhentian bus. Terdapat food truck makanan cepat saji, seketika perut Jeanny bergemuruh. Namun, sialnya antrean mengular. Sepertinya yang tengah terburu-buru bukan hanya dirinya. Gadis itu mendesah, lagi-lagi harus melewatkan sarapannya. Persetan, toh nanti ia bisa menggantinya dengan makan siang, daripada ketinggalan bus, harus menunggu lima belas hingga dua puluh menit untuk menaiki bus giliran berikutnya.

Sembari menunggu deuce di halte, jempol gadis itu mulai berselancar di jejaring sosial untuk mendapatkan berita lokal terkini. Terutama perkiraan cuaca. Terdengar bisik-bisik calon penumpang lain sambil memperlihatkan layar ponselnya kepada teman sepenunggunya. Jeanny tak ambil pusing, paling juga mereka tengah membicarakan berita panas terkait skandal orang-orang high profile.

Namun, samar-samar Jeanny mendengar keganjilan.

"Apa kau sudah baca berita Nevada Local News pagi ini? Beritanya baru delapan jam yang lalu."

"Memangnya ada apa?" sahut penumpang lain merapat.

Alis Jeanny berkerut karena tak begitu bisa mendengar percakapan mereka. Tiba-tiba ia menemukan pranala breaking news yang menjadi trending topic pagi ini. Sayangnya, deuce sudah datang, Jeanny pun spontan menekan home dan memasukkan ponsel ke saku seraya melangkah masuk.

Setiba di depan pintu yang menghubungkan lorong menuju bangsal para karyawan tingkat buruh, Jeanny dihadang oleh manajernya.

Gadis itu menggigit bibir bawahnya. "Apa aku melakukan kesalahan? Kupikir jam kerjaku masih sepuluh menit lagi."

Manajer itu bersedekap, sorot matanya penuh cela. "Aku tidak mengerti, tapi Big Boss memerintahkanku untuk memulangkanmu jika kau datang ke sini."

"A-Apa? Aku dipecat!?" pekik Jeanny, langsung menutup mulutnya merasa kurang sopan.

"Bukan!" tukas manajer itu seraya berdecak. "Justru sebaliknya, Beliau memberimu izin cuti sampai kau mau bekerja lagi di sini."

"Kenapa?" tanya Jeanny mengerjap bingung.

"Mana kutahu! Dan bukan urusanku!" Melihat gelagat Jenny hendak memaksa masuk, manajer itu menghalangi jalan. "Ayolah, kembali sana ke asalmu. Jangan buat laporan kerjaku buruk. Jika aku melihatmu di sini, gaji per jamku akan dipotong setiap satu jam kau berada di kasino," omel manajer pria gembrot itu terus-menerus.

"T-Tapi ...?" protes Jeanny seraya mencerna maksud itu semua, hingga manajernya membentak.

"Aku sibuk! Selamat Siang, Miss Valentine!"

Sang manajer akhirnya berhasil mengusir Jeanny.

Gadis itu menggerutu, kenapa tidak disampaikan langsung melalui pesan daring saja. Ia merutuki nasibnya yang membuang dua dolar untuk tiket bus ke sini. Apa manajer itu sengaja? Apa untungnya juga!

Kemudian Jeanny memilih opsi mengisi waktu luang tanggung itu bersama ibunya. Berharap kali ini tidak ada yang mengusik ketenangan quality time ibu dan anak. Terutama pria berkacamata mencurigakan itu! Si Mr. Johansson!

Question's Time:

💋 Oh, no! Masih belum jelas siapa stalker itu! What do you think? Apakah itu debt collector atau musuh Dom? Kenapa Jeanny yang diincar kalau itu musuh Dom?

💋 Pernahkah kalian jadi target labrak pacar orang?

💋 Di tempat kalian transportasi apa yang paling sering dipakai anak sekolah dan orang-orang pergi-pulang kerja?

Tekan ⭐ kalau kamu suka part ini! Jangan lupa bagikan ke teman-temanmu biar makin seru cerita ini!

Fresh Kiss,

💋

[4/11/2020]

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top