10 - Getting Closer with Daddy - Bibir yang Dirindukan
Sebuah dering panggilan yang terdengar dari sebuah ponsel di atas meja. Suara itu menyelamatkan Jeanny dari hasrat yang mulai mencengkeram logikanya setiap kali ia berada di dekat Dom.
"Duduklah! Aku terima telepon dulu," perintah Domivick sembari menunjuk sofa yang berada di seberang meja kerjanya.
Jeanny menurut. Tak ingin menguping pembicaraan Dom, ia pun duduk santai sambil mengedarkan pandangan ke seluruh sudut kantor Domivick yang terkesan sangat maskulin dengan dominasi warna cokelat. Ruangannya sangat luas, mungkin sekitar tiga kali luas apartemen studionya. Desain interiornya yang klasik dan modern membuat gadis belia itu terkagum-kagum.
Lampu hias tergantung di atas sofa tempat Jeanny duduk. Sementara di setiap sudut sofa tamu itu terdapat lampu duduk dengan penutup berbentuk kerucut terpotong. Tak jauh dari sofa, terdapat sebuah meja bundar dikelilingi oleh empat buah kursi, yang Jeanny duga sebagai tempat rapat. Guci besar diletakkan di atas meja sudut dan lukisan-lukisan beraliran realis dipajang menghiasi dinding di setiap sisi. Di belakang meja kerja Domivick terdapat lemari kaca besar berisi dokumen dan buku-buku.
Ketika Dom menghampiri, gadis manis itu sedang menatap jendela besar yang menyajikan pemandangan kota Las Vegas. Pemandangan itu pasti akan bertambah indah jika ketika matahari mulai terbenam dan lampu-lampu mulai dinyalakan.
Alih-alih duduk di hadapan Jeanny, Dom justru memilih duduk di samping gadis itu. Meskipun di antara mereka terentang jarak satu lengan, pesona ketampanan dan dominasi Dom membuat Jeanny sulit berkonsentrasi.
"Jadi, apa yang membawamu ke sini? Kau mau menerima tawaranku, kan?" cecar Dom sambil meletakkan sekaleng minuman bersoda di depan Jeanny.
"Thank you," jawabnya spontan.
Sepintas gadis itu memandang wajah tampan Dom, lalu menunduk sembari memilin jemari tangannya. Jeanny menarik napas panjang dan mengembuskannya perlahan-lahan untuk menenangkan degup jantungnya.
"A-aku sangat berterima kasih atas tawaranmu. It's an honour, but I can't. Sorry," ucap Jeanny menggeleng. Ia bahkan tak berani bicara dengan menatap bosnya.
Dom mendekatkan diri ke arah Jeanny, lantas memegang dagu gadis itu hingga mata mereka saling bertemu. "Why?" tanya pria itu dengan suara rendah.
Jeanny mengerjap, berusaha sekuat mungkin agar pendiriannya tidak goyah. Semalaman ia tidak bisa tidur akibat memikirkan tawaran pekerjaan ini. Namun, berkali-kali pun ia memandangi tagihan-tagihan bulanannya yang bertumpuk, khayalan indah tentang bekerja di dekat Dom, sampai sejumlah fasilitas yang mungkin akan menaikkan level kehidupannya, Jeanny tetap tak mampu menjawab 'iya'.
"Because of you," tukas Jeanny cepat.
Hanya itu kalimat paling jujur yang bisa Jeanny ucapkan. Benar, memang karena Dom ia menolak pekerjaan bagus di depan matanya. Sebab setiap kali berada di dekat pria itu, Jeanny merasa dirinya berada di atas roller coaster. Entah sampai berapa lama ia mampu mengontrol hasrat mendamba yang bergelora di dalam dirinya.
Alis Dom terangkat, bertaut. Jawaban yang diberikan gadis di hadapannya ini sungguh di luar dugaannya.
"A-aku hanya mengukur diri. Aku hanya lulusan high school dengan nilai yang juga hanya sedikit di atas rata-rata. Bahkan sejak aku melangkah dari kasino menuju kantor megahmu ini entah sudah berapa pasang mata yang menatapku dengan sinis dan curiga." Jeanny menjeda kalimatnya. Ketika dilihatnya Dom menunggu penjelasannya, ia pun meneruskan. "Aku khawatir jika salah bicara atau bertindak saat mendampingimu bekerja nantinya. Intinya aku tidak ingin membuatmu malu di depan klien dan kolegamu, hingga pada akhirnya justru menjatuhkan image baikmu," urai Jeanny.
Dom tertawa mendengar uraian Jeanny. Gadis itu memang berbeda, ia tidak serta-merta memanfaatkan Dom dengan segala kekayaan dan kekuasaannya.
"Tak usah khawatir soal itu, aku bisa memasukkanmu ke dalam kursus kepribadian. Kujamin dalam satu minggu saja kau bisa tampil layaknya kontestan Miss Universe," yakin Dom.
Jeanny melongo mendengar kata-kata bosnya. Pria itu benar-benar pantang menyerah dalam mendapatkan keinginannya.
"Aku akan menaikkan tawaran gajimu. Kau akan menerima tiga kali lipat dari gajimu sebagai cigarette girl. Kau bisa hidup dengan nyaman, melanjutkan kuliah, bahkan kau juga bisa memberikan perawatan terbaik untuk ibumu." bujuk Domivick.
"Ba-bagaimana kau tahu tentang ibuku?" tanya Jeanny tergegap-gegap.
"Jeanny, Jeanny, apa kau lupa dengan wewenangku?!" Dom tertawa sopan. "To know everything, I just need one call," ujarnya seraya mengacungkan jari telunjuknya di depan wajah Jeanny.
Jeanny menghela napas, wajahnya memucat. Gadis itu mengempaskan punggung pada sandaran sofa. Seharusnya ia tidak perlu heran, bukankah ia sudah menyaksikan sendiri bagaimana berkuasanya pria itu.
Dom melihat arlojinya. Tak lama kemudian ia bangkit dari sofa, lalu berjalan ke meja kerjanya. Sementara ekor mata Jeanny tak berhenti mengikuti gerak-gerik laki-laki gagah itu.
"Ini!" Dom menyerahkan sebuah amplop besar berwarna cokelat kepada Jeanny.
Gadis belia itu meraihnya. "A-apa ini?" Ia bertanya sambil membuka benang pengait amplop tersebut.
"Kontrak kerja personal assistant. Read and think it carefully! Kembalilah ke sini jika kau sudah menandatanganinya."
Jeanny merasa kalimat terakhir Dom mengisyaratkan bahwa laki-laki itu menyuruhnya pergi.
"Tentu, akan kupikirkan kembali baik-baik setelah kubaca surat kontrak ini," jawabnya sambil tersenyum.
"Good!" seru Domivick sembari mengelus pipi Jeanny dengan lembut. "Sayang sekali, ada klien yang harus kutemui saat ini." Jemari Dom menyusuri bibir Jeanny yang dilapisi lipstik berwarna merah menyala.
Belaian lembut Dom meninggalkan jejak hangat di kulit Jeanny. Gadis itu memandang Dom dengan penuh damba. Perlahan ia memejamkan mata, bibirnya membuka seolah siap menerima ciuman panas dari lelaki itu.
"Excuse me, Sir, Mr. Ronald dari Arch Enterprise sudah tiba."
Sebuah ketukan diiringi suara mezzo-sopran sang sekretaris dari balik pintu kantor membuyarkan angan Jeanny. Tangan kekar Dom telah lepas dari wajah cantik gadis belia itu, menyisakan rasa rindu yang menyiksa. Namun, kesadaran menarik akal sehat Jeanny, membuatnya melangkah mundur, menjauh dari jangkauan Dom.
"Suruh masuk!" seru Domivick dari ruangannya.
Sang sekretaris dengan sikap anggun nan profesional mengantarkan tamu penting Dom.
"Silakan, Tuan," katanya sambil membukakan pintu. Setelah itu, ia pun kembali ke meja kerjanya.
Sementara itu Jeanny juga segera berpamitan kepada Dom dan berjalan keluar. Ia mengangguk sopan ketika berpapasan dengan tamu bosnya yang menatap dirinya tanpa berkedip.
Jeanny melihat jam di tangannya. Waktu pergantian shift sebentar lagi, itu artinya ia harus bergegas memakai seragamnya dan mulai bekerja. Jeanny mengambil seragam cigarette girl dari lokernya, kemudian berjalan menuju ruang ganti.
Ia bersenandung riang seiring suasana hatinya yang gembira. Tangan kecilnya menyentuh kembali bagian wajah yang tadi dibelai oleh Dom. Rasa hangat menjalar di tubuhnya.
Namun, kesenangannya berubah menjadi petaka ketika Jeanny keluar dari ruang ganti hendak menuju lokernya. July dan Fabienne dengan tatapan sinis tak bersahabat telah menunggunya di depan pintu.
"Rupanya kau tak mendengarkan peringatan kami, Jalang!" seru July sambil mendesak Jeanny ke sudut dinding. "Ada perlu apa kau ke kantor big boss?"
Jeanny berusaha tetap tenang dan tidak panik. Mereka akan senang jika melihatnya ketakutan. "Bukan urusanmu!" tukasnya.
"B**ch!" Tangan Fabienne mencengkeram mulut Jeanny. "Sudah merasa cantik kau sampai berani menggoda Tuan Petrov? Dasar pelacur kecil, kelihatannya saja sok polos, sok suci! Jangan-jangan kau menawarkan tubuhmu?!" Gadis berwajah Latin itu melepaskan tangan dari wajah Jeanny sambil mendorongnya.
Mata biru Jeanny memandang tajam ke arah kedua seniornya itu mendengar lontaran kata-kata yang begitu mengoyak batinnya. "Aku tidak serendah itu!"
Sebuah tamparan keras menghantam pipi Jeanny. "Berani melawan sekarang, hah?!" July berkata tegas.
Jeanny memegang pipinya yang terasa sakit. Namun, ia tidak akan memberi kesenangan pada seniornya itu dengan menangis. Mungkin ia hanya perlu menambahkan riasan untuk menutupi bekas tamparan ini nanti. Tangan gadis itu mengepal, menahan emosinya. Ia tidak boleh gegabah. Jika ia melawan dan membuat keributan, manajernya bisa saja memecatnya.
"Kuperingatkan sekali lagi, jauhi Tuan Petrov, atau kau akan menyesal!" seru Fabienne.
Setelah kedua seniornya itu pergi, Jeanny mengembuskan napas lega. Ia kembali ke lokernya, menaruh baju, mengambil kotak make up kecil, lalu merapikan riasan wajahnya. Ia tersenyum menatap pantulan wajahnya di cermin. Senyum palsu yang siap menyambut para tamu berkantong tebal.
Saatnya bekerja.
Jeanny berjalan dari satu sudut kasino ke sudut kasino yang lain, menjajakan rokok, permen, minuman, dan juga camilan. Wajah-wajah senang dari orang-orang yang menang dan wajah-wajah frustrasi jadi pemandangan sehari-hari di arena penuh pertaruhan ini.
Lelah berkeliling, Jeanny memutuskan untuk berdiri di samping slot machine. Pikirannya mulai melayang lagi pada tawaran kerja personal assistant. Jika ia menjadi asisten pribadi Domivick Petrov, tentu tidak ada yang berani menghina apalagi menamparnya. Pesona dan kekuasaan Dom akan membuatnya turut dihormati. Tentu ada harga yang harus dibayar, Jeanny harus mati-matian menunjukkan profesionalismenya, ia harus menyingkirkan perasaannya kepada bosnya itu.
Sial, seseorang yang tengah berjalan tergesa ke arah loket penukaran koin, menabrak kotak produk Jeanny. Membuatnya sedikit limbung hingga tak sengaja menyenggol seorang wanita. Beruntung ia bisa segera menyeimbangkan tubuhnya hingga tidak terjatuh.
Sayang, keberuntungan itu tak bertahan lama.
"Apa kau buta?!" maki seorang wanita cantik berparas Asia. Open shoulder dress asimetris berwarna birunya tampak basah dan kotor oleh noda dari cocktail yang tumpah di tangannya.
Jeanny ternganga mendengar makian yang ditujukan kepadanya. Wajahnya memucat panik saat melihat amarah di mata wanita seksi itu. Sebuah alarm dalam dirinya memperingatkan timbulnya masalah baru. Astaga, apa ini hari sialnya?!
Question's Time:
💋 Jeanny di-bully lagi sama rekan kerjanya. Apa kamu pernah mengalami bullying?
💋 Aw aw aw, siapa wanita seksi yang melabrak Jeanny?
💋 Apa Dom kali ini akan turun tangan? Kira-kira Dom belain Jeanny atau Si cewek seksi?
Tekan ⭐ kalau kamu suka part ini! Jangan lupa bagikan ke teman-temanmu biar makin seru cerita ini!
Muah,
💋
[29/10/2020]
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top