02.
02
Henry mengetuk-ngetuk jari tangannya ke meja dengan gelisah.
Lama sekali.
Dia melirik ke jam saku yang sedari tadi diletakkan di meja. Waktu menunjukkan masih ada sepuluh menit lagi menuju jam yang disepakati. Namun, Henry sudah datang tiga puluh menit lebih awal dan menunggu, yang terasa seperti berabad-abad.
Akio Kai, sang butler menunggu dengan tenang sambil berdiri di belakang Henry. Dia menatap ke depan dengan hampa. Raut wajahnya datar tanpa ekspresi. Sesekali dia menoleh ke arah majikannya, kalau-kalau Henry meminta sesuatu, tapi selain itu dia berdiri layaknya patung.
Kurang lima menit, seorang pria berambut pirang dengan kacamata berjalan masuk ke ruangan pertemuan dengan sebuah senyum penuh kharisma.
"Mr. Myrtle?" tanyanya sambil menyodorkan tangan untuk bersalaman.
"Mr. Wayne!" seru Henry lega. Dia segera berdiri dan menyambut tangan Wayne.
"Maaf saya telah membuat Anda menunggu. Panggil saja saya Harold." Pria itu menuruti gestur mempersilakan dari Henry untuk duduk.
"Tidak, tidak, saya yang datang lebih awal." Henry menjawab dengan sebuah senyum kecil. "Jadi kita langsung menuju poin utama saja. Terima kasih sudah mengizinkan pertemuan ini, saya ingin bertanya, apakah Anda adalah praktisi alkimia? Apakah Anda bisa menghidupkan orang mati?"
Harold terperangah ketika Henry menerjangnya dengan pertanyaan-pertanyaan yang tidak akan dia dengar dari keluarganya.
"Ah, saya memang praktisi Alkimia, walau bidang saya lebih ke penciptaan elixir untuk kehidupan yang lebih panjang ...."
"Apakah Anda bisa menghidupkan orang mati?" ulang Henry memotong penjelasan Harold membuat pria itu kembali tertegun.
"Ya ... secara teori itu bisa ...."
Henry menahan napas. "Benarkah?"
"Ya," jawab Harold lebih yakin. "Walau langkah ke sana masih jauh, asal dengan dana dan persediaan bahan yang tepat saya bisa mencobanya."
Henry terdiam sejenak. "Saya bersedia memberi Anda apa yang Anda butuhkan, hanya saja saya ingin Anda melakukan riset untuk menghidupkan anak saya yang sudah meninggal," ucapnya tenang dan tegas. Hanya dengan pengamatan tajam orang dapat melihat matanya dipenuhi kabut kesedihan.
Harold tidak langsung menjawab. Mulutnya menganga mendengar tawaran Henry.
"Mr. Myrtle," ucap Harold hati-hati. "Benda yang saya butuhkan adalah benda yang tidak lazim dan dana yang saya butuhkan tidak sedikit. Apakah Anda yak---"
"Ya," potong Henry tanpa ragu. "Apa pun yang Anda butuhkan untuk eksperimen alkimia Anda, saya akan menyediakannya. Akio, dengarkan baik-baik, apa pun yang diminta oleh Harold, selama itu berhubungan dengan eksperimennya, berikan."
Sang butler yang sejak tadi diam, menganggukkan kepala. "Baik, Master."
Harold masih tidak mempercayai nasib baik yang mendatangi dirinya tapi kesadarannya segera mendesaknya untuk menerima tawaran yang terlalu mudah ini. Dia langsung menjabat tangan Henry tanda dia bersedia.
"Kabari saja, kapan saya bisa mulai bekerja. Saya akan mempersiapkan diri dan mulai mencari riset yang relevan."
"Saya saat ini sedang membangun sebuah manor agar Anda bisa fokus melakukan penelitian." Dia menuliskan kontaknya pada secarik kertas. "Ini kontak saya, kirimkan saja telegram jika Anda membutuhkan sesuatu. Selama itu dalam kekuasaan saya, saya akan memberikannya pada Anda."
Harold langsung tersenyum lebar, menerima kertas itu, merasa mendapat jackpot dalam judi hidup.
"Tentu saja, Mr. Myrtle. Saya tidak akan mengecewakan Anda. Coba ceritakan lebih jauh tentang keadaan anak Anda supaya saya bisa menyesuaikan kebutuhan apa saja yang diperlukan."
Henry menarik napas sebelum membuka mulut, sementara pikirannya melayang ke saat di mana Akio membawa pulang sebuah kain putih berbercak tanah dalam pelukan.
Tangan Henry gemetar ketika membuka bungkusan itu, menemukan tulang belulang John Myrtle dan jam saku yang selalu dibawa oleh anaknya. Kesedihan yang selama ini tertahan, keluar bagai air bah. Air matanya mengalir tanpa henti sementara dia berlutut memeluk yang tersisa dari anaknya. Dingin dan bisu. Dia tidak akan lagi mendengar John memanggilnya ayah.
Satu kali lagi.
Dia akan bertemu dengan John sekali lagi dan mendengar suara putranya, bahkan jika harus turun ke neraka sekali pun.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top