terakhir, kopi tanpa gula

Scaramouche membenci menunggu. Sebenarnya memang demikian. Tetapi di kala ia harus menunggu seorang pelayan membawakan barang yang ia minta, lelaki itu bisa menunggu dengan tenang. Ia mengeluarkan ponsel dari saku celananya, kemudian membalas pesan singkat dari (Y/n).

Melihat pesan itu, Scaramouche pun teringat jikalau ulang tahun (Y/n) hanya tersisa dua hari lagi. Dalam waktu sesingkat itu, ia baru berhasil menemukan kado yang tepat untuk sang kekasih. Tetapi bukan masalah cepat atau lambat yang diperhatikan. Melainkan mengenai kehadirannya nanti tepat di hari ulang tahun gadis itu.

Pelayan yang sama memanggil dirinya. Scaramouche pun memasukkan ponselnya kembali sebelum beranjak ke arah kasir. Benda yang ia inginkan rupanya masih memiliki stok. Dengan demikian, buncahan rasa bahagia seketika memenuhi benaknya.

Masih dengan perasaan yang sama, Scaramouche berjalan santai menuju rumahnya. Tatapannya mengarah ke sekitar. Hari sudah mulai berubah menjadi malam. Membeli kado bisa selama itu, ternyata.

Mendapati sebuah vending machine di ujung trotoar, Scaramouche pun memutuskan untuk membeli minuman di sana. Ia memasukan selembar uang, menekan tombol, lalu mengambil minuman yang dikeluarkan di bawah mesin. Dengan perlahan, ia membuka kaleng minuman itu. Menimbulkan suara desisan yang terdengar samar.

Selama beberapa detik Scaramouche terdiam di sana. Berniat untuk menenggak habis minumannya. Namun, di saat yang sama ia malah menjatuhkan kaleng minuman itu ke atas aspal. Rasa sakitnya bukan main di kala terasa ada sesuatu yang menusuk perutnya.

Lelaki itu hendak mengejar sang pelaku. Rasa sakit di perutnya itu rupanya lebih menyakitkan dari yang ia kira. Dengan demikian, Scaramouche hanya bisa duduk di sana. Ia menyandarkan tubuhnya pada sebuah dinding. Gelap mulai menyelimuti keadaan. Membuat dirinya hampir tak terlihat sebab cahaya yang remang-remang.

Masih dengan sisa kesadaran yang ada, Scaramouche mengeluarkan ponselnya. Menekan angka dua pada list quick dial number-nya. Di seberang sana, Kaizen pun menjawab. Ia sempat bertanya ke mana Scaramouche pergi.

"Aku... aku rasa sebentar lagi aku akan melanggar janjiku."

"Apa maksudmu?! Di mana kau sekarang?!" Kaizen terdengar marah. Merasa bahwa perkataan Scaramouche terlalu rancu.

"Aku di..." Scaramouche melihat ke sekitarnya, "di minimarket dekat rumah," jawabnya.

"Tunggu aku di sana."

Scaramouche terkekeh sekaligus meringis karena rasa sakit di perutnya. "Sebentar, Kaizen. Sebagai antisipasi, tolong... berikan benda yang ada... di dalam sakuku untuk (Y/n). Itu adalah... kado ulang tahun untuknya dariku. Juga... sampaikan maaf dariku. Kupikir aku... akan selalu bisa menepati ucapanku sendiri. Ternyata... tidak."

"Jangan banyak bicara, Bodoh! Sampaikan semuanya itu sendiri! Kumohon bertahanlah!"

Setelah berkata demikian, Kaizen menutup panggilan telepon. Ia bergegas pergi secepat mungkin ke tempat yang disebut oleh Scaramouche. Dengan sekuat tenaga, ia berlari. Sementara di sisi lain Scaramouche tetap berusaha untuk bertahan.

Sial, ini sangat sakit. Kini ia bertanya-tanya di dalam benaknya mengapa seorang aktor di film action masih bisa bergerak meskipun tertusuk atau ditembak. Sungguh tidak masuk akal jika rasa sakitnya benar-benar sesakit ini.

Di detik-detik terakhir, pikiran Scaramouche dipenuhi oleh semua kenangannya bersama dengan (Y/n). Kenangan yang tampak sepele namun sebenarnya sangatlah indah.

"Ah... aku benar-benar mencintai (Y/n), ya," gumamnya.

Untuk sesaat lelaki itu tersenyum. Senyum yang tampak begitu bahagia. Menjelaskan bahwa dirinya memang benar-benar merasa bahagia.

Sebab ketika Kaizen tiba di sana, saudara kembar satu-satunya itu sudah menutup mata. Untuk selamanya.

***

"Scara... telah tiada, (Y/n)."

Setelah seutas kalimat itu benar-benar dikatakan oleh Kaizen, di saat itu pula tangis (Y/n) pecah. Ia menangis sekencang mungkin, sekeras mungkin. Mengabaikan keberadaan sedikit orang yang ada di restoran itu.

Gadis itu tidak bisa percaya. Sama sekali tidak bisa. Scaramouche yang masih tertawa bersamanya di hari itu kini benar-benar telah tiada. Apa yang harus (Y/n) lakukan ke depannya? Tanpa Scaramouche di sana? Tanpa kekasihnya itu? Apakah ia masih bisa melalui semuanya sama seperti dulu? Ketika Scaramouche masih ada di sisinya?

Semua pertanyaan itu menyatu menjadi benang kusut yang tak dapat terurai. Scaramouche benar-benar tidak akan kembali ke dunia ini. Ia telah tiada, tak bersisa. Meninggalkan (Y/n) di sini dengan semua kenangannya yang singkat, namun indah.

"Semua yang terjadi hari ini memang disusun oleh Scara. Ia yang mengatur semuanya. Maka dari itu, ia sempat tak bisa menghubungimu di beberapa sebelum ulang tahunmu, (Y/n). Tolong maafkan dirinya," ujar Kaizen pelan.

Sebab bukan hanya (Y/n) yang terluka. Kaizen pun demikian. Bahkan lebih-lebih dari gadis itu. Scaramouche yang telah tiada sama seperti kematian dirinya sendiri. Namun, tubuh dan jiwanya masih tetap berada di sini. Ia juga menangis sekuat mungkin, sekencang-kencangnya. Ia bahkan tak sempat berkata sampai jumpa untuk yang terakhir kalinya. Percakapan terakhir mereka hanya melalui ponsel saja. Tak menduga jika itu akan menjadi yang terakhir kalinya.

"Aku selalu memaafkannya. Tetapi, kini ia sudah tiada. Apa yang harus aku perbuat?" racau (Y/n) dengan wajahnya yang tampak kusut.

Kaizen tak bisa menjawabnya. Sebab dirinya sendiri pun tidak tahu apa jawaban dari pertanyaan (Y/n) itu. Lelaki itu juga tak yakin apabila ia masih bisa menjalani kehidupan sehari-harinya sama seperti dulu. Tiga hari setelah kematian Scaramouche terasa seperti badai yang tak pernah berakhir bagi Kaizen. Tiga hari sama dengan tiga tahun baginya. Bahkan lebih dari itu.

Kini keduanya sama-sama terdiam. Kaizen yang masih terpuruk dengan kematian adik kembarnya. Sementara (Y/n) merasa begitu dalam dukanya karena dibohongi habis-habisan. Namun, di sisi lain, gadis itu tetap tidak bisa mempercayai kenyataan saat ini.

Secepat itukah? Secepat itukah Scaramouche pergi meninggalkannya? Bak musim semi yang terasa lebih singkat dibandingkan dengan musim dingin. Bagaimanapun juga, (Y/n) menolak untuk percaya. Logika dan akalnya tetap berfungsi, tetapi perasaannya mati rasa.

***

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top