Chapter 6 - When It Rains

Author's POV

Setelah bel pulang sekolah berbunyi, (Y/n) langsung bergegas pulang ke rumahnya. Ia mengabaikan panggilan Nishinoya dari belakangnya. Namun, lelaki itu juga tak mengejarnya ketika (Y/n) mulai menjauh.

Saat ia sampai di rumahnya, (Y/n) berjalan mendekat ke pintu rumahnya. Menggesernya, melepas sepatunya, lalu menatap ke sekelilingnya.

"Tadaima!" serunya.

Namun, tidak ada sahutan siapapun dari dalam sana. Hanya ada keheningan yang menyapanya.

(Y/n) mulai panik. Ia mengecek semua ruangan di dalam rumahnya. Bermaksud mencari Hinata. Mungkin saja lelaki itu tak mendengar sapaannya dari pintu depan.

"Di mana dia?"

Hasilnya nihil. Hinata tak berada di manapun. Seketika (Y/n) teringat dengan memo yang ia tinggalkan di atas meja makan. Ia langsung beranjak ke dapur.

Setelah menemukannya, sarapan yang ia siapkan untuk Hinata telah tandas. Bahkan, peralatan bekas makannya pun telah dicuci bersih. Secarik kertas di atas meja menarik perhatian (Y/n). Ternyata, kertas itu adalah kertas yang sama dengan yang ia tinggalkan pagi tadi. Namun, kini tulisannya bertambah.

Shouyo, ini sarapan untukmu. Aku pergi ke sekolah hari ini. Habiskan sarapanmu ya. Dan ingat, jangan pergi ke manapun selama aku belum pulang ke rumah.

- (Y/n)

(Y/n)-san, maaf aku melanggar perintahmu. Aku ingin pergi ke luar sebentar. Tidak akan lama. Kuusahakan aku kembali sebelum kau pulang sekolah.

- Shouyo

Ia menghela napas. Sama seperti dugaannya, Hinata pasti pergi ke luar saat ia tak ada di sini. Itu artinya, memo ini ia tinggalkan sejak beberapa saat yang lalu. (Y/n) hanya berharap Hinata belum keluar terlalu lama.

Setelah (Y/n) mengambil kunci rumah yang digantung di dekat kulkas, ia memakai sepatu kets-nya. Lalu, ia mengunci pintu rumahnya dan mulai mencari Hinata.

***

"Shouyo!"

Hinata menoleh. Dari kejauhan, seseorang tampak sedang berlari mendekat ke arahnya.

"Noya-san!" sahut Hinata ketika lelaki itu tiba di dekatnya.

"Bagaimana kabarmu, Shouyo?" Nishinoya duduk di samping Hinata. Mereka sama-sama menatap ke arah taman di depan mereka.

"Baik. Bagaimana denganmu?" Hinata bertanya balik.

Nishinoya tersenyum lebar. "Ya, aku juga," jawabnya. Ia menatap Hinata sejenak, "Kau terlihat berbeda dengan rambut berwarna hitam," komentarnya.

Hinata terkekeh. "Tetapi kau masih bisa mengenaliku, Noya-san."

"Aku dengar, kau satu sekolah dengan (Y/n). Apakah dia mengingatmu?" tanya Hinata seraya menoleh pada Nishinoya.

Nishinoya menggeleng. Tatapannya tersirat kekecewaan. "Tidak. Dia tidak mengingatku. Namun, sepertinya dia tahu jika saat itu bukan hanya ada aku dan dirinya saja."

Mata cokelat Hinata membulat. "Apa kau memberitahunya siapa orang itu?" desaknya.

Nishinoya menggeleng lagi. "Aku tidak memberitahunya siapa dia. Namun, cepat atau lambat (Y/n) pasti akan tahu, Shouyo."

"Aku tidak akan membiarkan itu terjadi," ucap Hinata tegas.

"Mengapa, Shouyo? Mengapa kau tidak memberitahu pada gadis itu jika saat itu juga ada kau di sana? Mengapa?" cecar Nishinoya.

"Aku... aku tak ingin (Y/n)-san tersakiti lagi. Karena saat itu dia tersakiti oleh diriku, maka dia melupakan kita, Noya-san! Dia melupakan kita! Apa kau tahu betapa sakitnya hatiku ketika dia tak mengingatku saat aku bertemu lagi dengannya?! Padahal aku sudah bersusah payah mencarinya selama ini." Hinata meremas pakaiannya, tepat di bagian dada.

"Itu bukan salahmu, Shouyo. (Y/n) sendirilah yang memilih untuk melupakan kita. Melupakan masa lalunya. Itu adalah haknya. Kita tak bisa berbuat apa-apa," ucap Nishinoya berusaha menenangkan.

Hinata terdiam. Perkataan Nishinoya ada benarnya. Ia memang tak bisa memaksa (Y/n) untuk selalu mengingatnya. Gadis itu punya kehidupannya sendiri, begitu pula dengan dirinya.

"Aku ingin pulang, Noya-san."

Nishinoya menatap kepergian Hinata dengan tatapan yang sendu. Punggung lelaki itu tersirat kesedihan yang mendalam.

"Shouyo..."

***

(Y/n) menoleh ke kanan dan ke kiri. Ia sibuk mencari keberadaan Hinata di sepanjang perjalanan dari rumahnya. Sejak tadi, ia selalu memperhatikan setiap sudut jalanan. Barangkali Hinata berada di sana.

Hujan tiba-tiba turun membasahi Bumi. Awalnya hanya gerimis biasa. Namun, beberapa detik setelahnya hujan itu kian menderas. Membuat beberapa orang yang tak membawa payung pun panik dan memilih untuk berteduh.

"Sial. Mengapa justru hujan turun di saat seperti ini?" gerutu (Y/n) sambil berteduh di bawah halte bus.

Ia masih menoleh ke sana dan ke sini sambil mencari keberadaan Hinata. Barangkali Hinata ikut berteduh di sekitarnya. Sayangnya, gadis itu tak ingat sama sekali untuk meminta alamat email lelaki itu. Ia lupa jika saat ini zaman sudah sangat canggih. Bahkan orang yang hilang pun bisa langsung ditemukan dengan cepat.

Setelah hujan mulai mereda, (Y/n) memutuskan untuk beranjak dari sana. Ia tak memiliki waktu yang banyak jika hanya untuk berteduh di sana.

Masih sambil berlari kecil, (Y/n) menelusuri trotoar sambil menutupi kepalanya dengan tangannya. Melindungi dirinya dari hujan yang turun. Pakaian seragamnya sudah basah kuyup.

Seorang lelaki dengan hoodie yang dikenakannya terlihat sedang berjongkok di tepi trotoar. Tidak ada orang yang memperhatikannya. Hanya ada segelintir orang yang meliriknya sejenak lalu mengabaikannya.

(Y/n) langsung mendekat ke arah orang itu. Ia yakin jika orang itu adalah Hinata yang ia cari sejak tadi. Dan, benar saja, ketika ia mendongak, manik cokelatnya bersitatap dengan manik (e/c) milik (Y/n).

Hinata menatap (Y/n) sejenak. Lalu, tak lama air matanya ikut mengalir bersama sang hujan yang turun. (Y/n) tersadar ketika Hinata sudah menghambur ke pelukannya. Ia menangis keras di pelukan gadis itu. (Y/n) membalas pelukannya.

Setelah melepas pelukan itu, (Y/n) menatap Hinata dengan kesal. "Mengapa kau melanggar perintahku?" kesalnya.

Hinata menatap ke semua arah. Sebagai tanda ia sedang merasa gugup. "Maaf, (Y/n)-san. A-Aku harus menemui seseorang tadi," ungkapnya sambil menunduk.

(Y/n) hanya menghela napas panjang. Ia menepuk-nepuk pucuk kepala Hinata yang basah karena hujan. "Jangan membuatku khawatir, Shouyo."

"Tidak. Aku tidak akan melakukannya lagi! A-Aku janji!" Ia mengulurkan jari kelingkingnya pada (Y/n).

(Y/n) menyambut uluran jari kelingking Hinata. Ia menautkan jari kelingkingnya juga.

"Mengapa kau tidak pulang jika kau sudah selesai bertemu dengan orang yang ingin kau temui?" tanya (Y/n) ingin tahu.

Hinata menunduk dengan wajah memerah karena malu. "A-Aku tak ingat jalan pulang," cicitnya.

"Aku minta alamat email-mu," todong (Y/n).

"E-Eh? Untuk apa?" Hinata menatapnya kaget.

"Supaya aku bisa langsung memberitahu jalan pulang jika kau tersesat lagi. Tapi, kuharap ini adalah yang pertama dan terakhir kalinya." (Y/n) mengulurkan ponselnya.

Hinata mengambil ponsel milik gadis itu. Lalu, ia mengetik alamat email-nya sendiri di sana. Setelah selesai, ia mengembalikannya pada (Y/n).

"Kau juga, (Y/n)-san."

"Apa?" (Y/n) mengalihkan pandangannya dari ponselnya kepada Hinata.

"Kau juga. Jika ada sesuatu yang terjadi, beritahu padaku."

"Ya. Pasti."

***

Yo minna!

Untuk kalian semua yang sudah baca juga vomment, terima kasih bangett🥺❤✨

Yang puasa, tetap semangat ya!( ̄∇ ̄)

I luv ya!
Wina🌻

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top