Chapter 11 - Tears and Words
Author's POV
Setelah kepergian Hinata, (Y/n) duduk termenung di kursi meja makan. Ia duduk di tempat yang biasa ia pakai. Sementara itu, tatapannya tertuju pada kursi kosong di hadapannya. Kursi yang biasa Hinata pakai ketika mereka makan bersama.
(Y/n) menelungkupkan wajahnya ke dalam tangannya yang terlipat. Seketika rasa sepi sudah menantinya sejak tadi. Ditambah rasa sedih yang menumpuk di saat yang bersamaan. Hingga satu tetes air mata lolos menuruni pipinya.
"Eh, mengapa aku menangis?"
Ia mengusap pipinya. Namun, air matanya mengalir semakin banyak. Tak lama kemudian, isak tangis yang tertahan terdengar dari arah gadis itu. Terdengar pilu di telinga dan tersirat kesedihan yang mendalam.
***
(Y/n) membuka matanya. Ia masih duduk menelungkup di kursi meja makan. Lehernya terasa pegal. Punggungnya pun demikian. Sepertinya ia tertidur cukup lama di sana setelah menangis hingga waktu sudah berubah sore.
Ia bangkit dari duduknya. Mendekat pada kompor. Ia menyalakannya dan mulai merebus air yang ada di dalamnya.
Selama menunggu air itu mendidih, pikirannya melayang. Kilasan-kilasan kejadian yang selama ini ia dan Hinata lalui terputar di dalam kepalanya bak kaset yang rusak. Terus-menerus hingga (Y/n) merasa ingin menangis lagi. Padahal waktu yang mereka lalui hanyalah satu minggu. Tidak terlalu lama dan tidak terlalu cepat.
"Mengapa aku menjadi cengeng seperti ini?" gerutunya kesal pada dirinya sendiri di saat air matanya mulai mengalir lagi.
Ia mematikan kompornya saat itu juga. Lalu, (Y/n) berjongkok. Ia menenggelamkan wajahnya di sela-sela antara kedua lututnya. Tak dapat dihindari, air mata mulai mengalir dari matanya. Mengapa ia bisa merasa sesakit seperti ini? Mengapa kepergian Hinata bisa terasa semenyedihkan ini?
Tangannya mengusap wajahnya dari cairan bening itu. Ia menepuk kedua pipinya. Berusaha meyakinkan dirinya sendiri jika ia baik-baik saja saat ini. Bahkan, ia bisa melalui saat-saat yang tragis dan menyakitkan setelah kematian orang tuanya. Jika saat itu ia sanggup, maka saat ini juga.
Berbekal tekad yang baru saja ia buat, (Y/n) berdiri lagi. Ia menyalakan kompor lagi lalu merebus ramen ke dalamnya. Ia tahu, ia tidak boleh terus merasa sedih ataupun menangis. Tidak ada yang perlu ia tangisi lagi.
Selesai merebus semangkuk ramen, (Y/n) membawanya ke atas meja makan. Setelah mengucapkan satu kata yang biasa ia ucapkan sebelum makan, ia pun mulai menyeruput kuah ramen itu. Rasa hangat menjalar dari dalam mulutnya menuju kerongkongan.
Selesai makan, gadis itu tak langsung tidur. Ia pergi ke kamar mandi untuk mandi. Selama beberapa saat ia berendam di dalam air hangat dalam bath up. Pandangannya tertuju pada langit-langit kamar mandi berwarna putih yang tidak terlalu besar itu.
Mengeringkan tubuhnya dengan handuk, memakai piyamanya, lalu (Y/n) pun keluar dari kamar mandi. Ia melangkahkan kakinya menuju kamarnya yang berada tak jauh dari sana.
Ia segera berbaring di atas tempat tidur. Tangannya mencari keberadaan ponselnya di atas meja nakas di samping tempat tidurnya. Setelah menemukannya, ia segera mengirim sebuah email pada Hinata.
From: (your email name)@gmail.com
To: [email protected]
Subject: Hai.
Shouyo, apa kau sudah tidur?
Ia menekan tombol kirim berbentuk segitiga itu. Setelah itu, ia membuka aplikasi lain di ponselnya. Namun, karena ia tak tahu harus melakukan apa, jadi (Y/n) hanya menggeser-geser layar utama ponselnya.
Email dari Hinata masuk ke kotak pesan di ponsel (Y/n). Dengan cepat, ia segera membacanya dalam hati.
From: [email protected]
To: (your email name)@gmail.com
Re: Hai.
Belum! Aku tidak bisa tidur karena memikirkanmu, (Y/n) ≧﹏≦
Tetapi, aku harus tidur sekarang. Besok jadwalku sudah padat ╥﹏╥
(Y/n) terkekeh pelan. Ia segera mengetik balasannya.
Jangan sampai kau kurang tidur. Aku tidak mau melihat penampilanmu di esok hari dengan sekeliling matamu yang berwarna hitam.
Ia terdiam sejenak. Memikirkan bagaimana reaksi Hinata setelah melihat pesan balasannya. Sebuah email baru masuk lagi ke dalam kotak pesan (Y/n).
Tenang saja. Aku bisa menutupinya dengan kacamata hitam. Aku tidak ingin tidur sekarang. Rasanya aku hanya ingin menghabiskan sisa hari-hariku bersamamu.
(Y/n) mengernyit heran melihat isi balasan dari Hinata. Terlihat aneh menurutnya. Namun, karena ia pikir itu hanyalah menurutnya saja, (Y/n) pun mengabaikannya. Ia langsung mengirim pesan lagi.
Pada akhirnya, mereka berdua terus mengirim email tanpa henti hingga (Y/n) jatuh tertidur tanpa melihat email terakhir dari Hinata.
Sayonara, (Y/n).
***
(Y/n) sudah bangun sejak pagi tadi. Hari ini ia memutuskan untuk membersihkan rumahnya. Banyak debu dan kotoran yang menempel hingga ke sudut rumahnya. Karena keberadaan Hinata selama seminggu di rumah ini, gadis itu jadi lupa dengan kegiatan rutinitasnya yaitu membersihkan rumah. Ia hanya ingat untuk memasak ketika Hinata bersamanya.
Ia memutuskan untuk menyalakan televisi ketika ia sedang membersihkan ruang tengah rumahnya. Agar suasana di sana tidak terlalu sepi, pikirnya. Suara si pembawa berita di televisi seketika menarik perhatian (Y/n). Gadis itu menaikkan volume televisinya sebelum mulai mengelap meja dengan kain lap.
Sedetik setelah mendengar apa yang si pembawa berita katakan, (Y/n) menjatuhkan kain lap yang sedang dipegangnya ke atas lantai. Air mata mulai menggenangi pelupuk matanya. Kedua tangannya bergetar hebat. Tatapannya menatap tak percaya ke arah televisi di depannya.
"Pagi tadi, Hinata Shouyo ditemukan tak bernyawa di dalam apartemennya. Penyanyi terkenal yang sudah debut sejak enam tahun yang lalu itu diduga melakukan bunuh diri. Tidak ada alasan mengapa ia melakukannya. Namun, saat ini orang tua Hinata Shouyo tengah menangis akibat anak mereka yang telah tiada."
***
"Mengapa kau mengakhiri hidupmu, Shouyo?" (Y/n) bergumam getir.
Hanya ada ia seorang diri di sana. Ia berdiri di depan makam Hinata. Tangannya bergerak meletakkan sebuket bunga lily putih ke atas makam.
(Y/n) tidak mengatakan apa-apa. Ia hanya terus bertanya hal yang sama pada Hinata yang kini telah tiada. Tangannya merogoh saku hoodie-nya. Sebuah amplop yang terlihat lecek berada di genggamannya. Amplop pemberian dari Hinata.
Ia pun membukanya perlahan dengan tangannya yang bergetar. Sebuah kertas berwarna putih berada di dalamnya. (Y/n) segera membacanya dalam hati dengan perasaan bercampur aduk.
──────
(Y/n), jika kau sudah membaca surat ini, itu artinya aku sudah tak berada di dunia ini. Aku sudah pergi ke tempat yang jauh sekali. Maafkan aku yang meninggalkanmu. Aku tahu, apa yang kulakukan ini sama dengan apa yang kulakukan pada kau dan Noya-san sepuluh tahun yang lalu. Ah, kau mungkin melupakannya. Namun, aku selalu mengingatnya hingga menimbulkan luka di dalam hatiku.
Ketika aku bertemu denganmu hari itu, aku memaksamu menuruti permintaanku. Ya, menonton konser Kageyama-san. Maafkan aku yang memaksamu. Sebelum bertemu denganmu di hari itu, aku benar-benar sudah mencarimu ke manapun. Namun, aku tidak pernah bertemu denganmu. Mungkin Kami-sama masih belum ingin kita berjumpa lagi. Tetapi, aku merasa bahagia sekali ketika pertemuan itu terjadi. Pertemuan yang sudah sangat kurindukan.
Kau pasti bertanya-tanya mengapa aku mengakhiri hidupku sendiri. Karena aku tahu kau adalah gadis yang bersifat kritis. Aku akan beritahu padamu. Aku tidak memiliki alasan apapun di saat aku melakukannya. Aku hanya berpikir jika dunia ini lebih baik tanpa aku. Maaf karena aku egois. Aku sama sekali tidak memikirkan bagaimana perasaanmu dan juga orang-orang yang menyayangiku.
Kini, aku telah menyakitimu sebanyak dua kali. Yang pertama adalah di saat aku meninggalkanmu dan tak menepati janji di antara kita bertiga saat itu. Yang kedua kalinya adalah ini. Tetapi, kali ini aku tidak akan kembali. Jadi, jangan tunggu aku untuk kembali, (Y/n).
Aku ingin memberitahu sebuah hal yang selama ini kusembunyikan darimu. Sebenarnya, aku, kau dan Noya-san adalah teman masa kecil. Kau mungkin tak ingat kami, namun kami selalu mengingatmu. Aku sempat merasa sedih di saat kau lupa padaku dan Noya-san. Namun, setelah kau mengizinkanku untuk tinggal di rumahmu selama tujuh hari, aku sudah cukup merasa senang.
Aku punya permohonan untukmu, (Y/n). Jangan salahkan dirimu sendiri. Jangan salahkan dirimu yang telah melupakan aku dan Noya-san. Kini, kau sudah mengingatnya bukan? Meskipun aku telah pergi, setidaknya masih ada Noya-san di sisimu.
Sekali lagi, maafkan aku, (Y/n). Mungkin aku memang tak pantas untuk dimaafkan. Namun, aku mohon maafkan aku. Maafkan keegoisanku. Hanya untuk kali ini saja. Yang terakhir kalinya.
Dari teman masa kecilmu,
Hinata Shouyo
──────
(Y/n) membeku. Isi surat itu terlalu menyakitkan baginya. Bagaimana bisa Hinata merahasiakannya selama ini? Apakah ia tak pernah sekalipun menginginkan (Y/n) untuk ingat padanya? Mengapa?
Masih banyak pertanyaan yang (Y/n) ingin tanyakan. Namun, meskipun ia menanyakannya berkali-kali, ia tahu jawabannya tidak akan pernah ia temukan.
Masih sambil berderai air mata, (Y/n) mengecek isi amplop itu. Sebuah foto meluncur keluar dari sana. (Y/n) pun mengambilnya.
Di foto itu, tampak (Y/n), Hinata dan Nishinoya tengah tersenyum lebar. (Y/n) berdiri di tengah mereka. Kedua tangannya membentuk huruf 'V'. Sementara itu, Nishinoya dan Hinata merangkulnya. Mereka terlihat bahagia.
(Y/n) mendekap foto itu di dadanya. Tangisnya semakin menjadi. Ia masih tak percaya jika semua ini adalah nyata.
Kini, yang tersisa hanyalah air mata, foto di masa lalu, dan kata-kata yang tertulis pada surat itu.
— Tamat —
Yo minna!
Akhirnya cerita ini tamat😌
Jangan kecewa sama endingnya ya😊🙏🏻
Terima kasih bangett untuk kalian semua yang sudah baca, vote serta comment🥺❤
Kalau kalian ada waktu, cek juga book Wina yang lainn!!(*´꒳'*)
Masih ada Epilog ya. Jangan dihapus dulu dari library kalian💃✨
I luv ya!
Wina🌻
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top