Part 42 - (END) Take Me Home

Take me Home~Jess Glynne

***

Rayhan menatap pada dua makam yang berjejer di depannya. Baru saja seminggu lalu ia berada di tempat ini bersama Angela dan sekarang ia kembali lagi ke tempat ini sendirian.

Sebenarnya tidak sepenuhnya sendirian. Daniel dan Budi menunggunya di kejauhan. Mereka memberikan privasi untuknya.

Ia meletakkan bunga di kedua makam tersebut. Rumput-rumput kecil sudah mulai tumbuh memenuhi makam ayahnya. Betapa waktu berlalu dengan begitu cepat. Rasanya baru kemarin ia berada di kantor bersama ayahnya dan membicarakan tentang segala hal menyangkut perusahaan.

Ayahnya...ralat, ayah angkatnya...

Awalnya ia agak terpukul mengetahui kenyataan tersebut, tapi akhirnya ia sadar bahwa ada hal yang lebih penting dibanding sebuah status.

Ayah angkatnya menyayanginya seperti anak kandung semenjak ia masih kecil. Rayhan masih mengingat dengan jelas kebersamaan mereka sejak usianya lima tahun meski samar. Saat mereka sekeluarga berjalan-jalan, Rayhan seringkali duduk di atas bahu ayahnya. Ayahnya juga yang selalu memujinya setiap kali ia mendapat prestasi di sekolah meski bukan yang terbaik. Kadangkala ia juga sering dihukum saat terpergok melakukan kenakalan bersama Daniel, tapi Rayhan tahu itu semua untuk kebaikannya.

Betapa mulianya hati Ryan Pramoedya yang tidak hanya memberikan namanya tapi juga lengkap dengan kasih sayangnya untuk Rayhan.

"Papa...terimakasih untuk segalanya." Rayhan mengelus pelan nisan yang bertuliskan nama Ryan Pramoedya bin Hadinata Pramoedya. "Maafkan juga aku karena telah mengambil kasih sayang yang seharusnya kau berikan pada anakmu yang sesungguhnya."

Benar...Ia menyesal dengan segala perbuatan yang dilakukannya atas dasar kebencian. Betapa Rayhan menyesal telah membuat Angela pergi dan mendatangkan Tania sehingga membuat ayahnya menanggung kesedihan berlipat ganda. Itu adalah kesalahan terbesar yang pernah ia lakukan seumur hidup. Dan Rayhan tidak terlalu berharap dosanya itu akan termaafkan.

Tapi ia harus tetap menyampaikan satu hal yang sejak berhari-hari lalu membuatnya tidak bisa tidur dengan tenang.

Satu hal yang telah dipikirkannya secara mendalam dan akhirnya ia berhasil mendapatkan keputusan. Sebuah keputusan besar kedua yang lebih berisiko menghancurkannya lagi. Tapi semuanya terasa benar, sehingga ia berani mengambil risiko itu.

"Aku mencintai Angela..." ucap Rayhan dengan lirih hingga hampir menyerupai bisikan.

Ia mencintai Angela sejak mengenal kecerobohan gadis itu. Ia mencintai Angela yang payah dan semrawut. Ia mencintai Angela sebelum mengetahui di dalam tubuh gadis ceroboh itu mengalir darah Pramoedya yang sesungguhnya. Dan kini ia mengakuinya di hadapan Ryan Pramoedya meski terlambat.

Ia akan melamar Angela, meski dulu ayah angkatnya berkali-kali mengancam Rayhan untuk tidak mendekati putrinya tersebut. Mungkin itu salah satu sisi protektif Ryan Pramoedya agar putrinya itu mendapatkan yang terbaik sehingga ia bisa meninggalkan dunia ini dengan tenang. Rayhan merasa ia mungkin bukan pilihan yang terbaik di mata Ryan Pramoedya, tapi ia berjanji akan menjaga dan menyayangi Angela seumur hidupnya.

"Kumohon, berikan dia padaku..."

Akhirnya permohonan itu terucapkan.

Suatu ketika jika Angela akhirnya berubah dan tidak memiliki perasaan lagi terhadapnya seperti ketakutannya selama ini, Rayhan akan menerima dengan hati lapang.

"Kau jadi berangkat besok?" tanya Daniel setelah mereka bertiga berjalan kembali menuju mobil.

Rayhan mengangguk. "Semua persiapannya sudah selesai. Hanya saja aku tidak yakin apakah Angela masih ada di sana."

"Jangan khawatir, Re. Aku akan selalu membantumu untuk mencarinya." hibur Daniel.

"Memangnya di mana Angela?" tanya Budi dengan kebingungan. "Apa aku orang terakhir yang tahu tentang berita keberadaannya?"

"Ya, ampun. Aku belum memberitahukan padamu?" Daniel tersenyum.

"Belum! Dan jangan pura-pura tidak tahu!" sahut Budi dengan kesal. "Terkadang aku merasa kalau kau seringkali sengaja membuatku terlihat bodoh, Niel."

"Itu hanya perasaanmu saja," Daniel berdecak sambil merangkul Budi seperti biasa. "Angela ada di benua yang sama dengan gadis ularmu."

"Amerika?" Budi langsung menyebutnya dengan antusias.

"Hmm," Daniel mengangguk. "Hanya saja di kota yang berbeda dan tidak sedang meneliti ular."

Sebelum sempat bertanya lebih lanjut Daniel melepaskan rangkulannya dan menyusul Rayhan yang sejak tadi berjalan begitu cepat meninggalkan mereka.

Budi hanya bisa melongo.

_______________

Seminggu sebelumnya.....

Pohon itu masih berdiri tegak di sana.

Tapi ukiran inisial yang dibuat oleh Angela sudah tidak ada lagi.

Angela sudah menghapusnya seperti pertanda bahwa ia sudah menyerah atas segalanya.

"Kapan terakhir kali ia pulang kemari, Ma?" tanya Rayhan tanpa menoleh karena ia tahu ibunya yang mendekat.

"Sudah sejak Rabu kemarin, Re. Ia memang terlihat akan bepergian dan pamit pada mama, tapi ia tidak mengatakan kemana tujuannya. Mama juga tidak menduga bahwa ia pergi sampai selama ini."

Rabu.

Itu berarti sehari sesudah Angela menghabiskan hampir dua hari bersamanya.

Ternyata hari itu Angela sedang mengujinya. Itu adalah usaha terakhir yang dilakukan Angela agar Rayhan setuju untuk menikah. Dan Rayhan sukses menghancurkan usaha terakhir itu dengan menolaknya kembali.

Sial!! Mengapa ia tidak menuruti saja kehendak Angela saat itu? Rayhan pasti tidak akan merasakan kekhawatiran dan kecemasan berlebihan sekarang. Ia merasa sangat bersalah. Jika sampai terjadi sesuatu pada Angela, Rayhan akan menyesalinya seumur hidup.

Semuanya dimulai saat Angela menghilang di pagi hari itu. Angela benar-benar menghilang...bukan pulang ke rumah seperti yang diduga Rayhan.

Rayhan mengetahuinya setelah kedua kuasa hukum ayahnya beserta salah satu direksi Pramoedya Group mendatanginya di kantor Sean dan tiba-tiba mereka mendesaknya untuk segera kembali mengurus perusahaan. Awalnya Rayhan kebingungan dan mencemaskan sesuatu telah terjadi pada Angela, tapi ia mulai mengerti setelah mendapatkan penjelasan. Angela telah menyerahkan lagi semua harta dan warisan termasuk miliknya kepada Rayhan hingga tidak tersisa sedikitpun bagi dirinya sendiri. Rayhan tentu saja menolak menandatangani surat pengalihan yang disodorkan padanya dan meminta waktu untuk berbicara dengan Angela.

Tapi mereka semua mengatakan Angela tidak ditemukan di mana pun setelah membuat surat pengalihan tersebut di kantor notaris.

Rayhan tidak percaya.

Ia mencari ke segala tempat yang memungkinkan bagi Angela untuk berada di sana. Ia pulang ke rumah. Ia bertanya kepada semua karyawan dan sopir yang biasa berurusan dengan Angela. Ia mendatangi semua teman-teman Angela termasuk Justin dan seorang gadis bernama Revaya atas petunjuk Justin setelahnya. Tapi hasilnya nihil.

Rekening Angela dan kartu kreditnya juga belum ada mutasi sejak ia menghilang sehingga Rayhan kesulitan untuk melacak keberadaannya. Kemarin Sean dan Daniel juga mengatakan sudah ikut membantunya dengan mengumpulkan informasi dari beberapa perusahaan penerbangan serta hotel. Rayhan tinggal menunggu hasilnya dari mereka.

Hampir semua cara sudah ia upayakan.

"Apa kau sudah mencoba menghubungi tempatnya bekerja di Sydney, Re? Kudengar ia sempat bekerja di sana." tanya ibunya kembali.

Rayhan mengangguk dengan lesu. "Agensinya mengatakan Angela tidak ada di sana."

Agensinya memang menjelaskan demikian, tapi Rayhan akan memastikannya dengan berangkat ke Sydney. Ia tidak akan percaya begitu saja jika tidak memastikannya langsung.

"Bersabarlah, Re. Mama selalu mendukungmu untuk secepatnya menemukan Angela, tapi kau juga harus menjaga kesehatanmu sendiri. Sudah beberapa hari ini kau terus mencarinya dari pagi hingga malam."

Rayhan tidak akan pernah bisa tidur dengan tenang jika ia belum menemukan Angela. Tapi ia juga tidak tega melihat kecemasan yang selalu terlihat di wajah ibunya setiap menyambutnya pulang.

"Aku akan selalu menjaga diriku seperti pesanmu. Jangan khawatir, Ma." hibur Rayhan.

Rahma tersenyum mendengarnya meski ia belum merasa begitu lega. Ia juga ikut memikirkan Angela karena merasa khawatir. Jika terjadi sesuatu yang membuat Angela celaka, ia akan merasa sangat bersalah pada almarhum Ryan Pramoedya karena tidak berhasil menjaga putri satu-satunya dari sahabat baiknya tersebut.

"Apa kau akan mencari Angela lagi pagi ini? Ataukah kau akan ke kantor?" tanya Rahma.

Rayhan menoleh sambil mengerutkan kening. "Apa ada sesuatu yang terjadi?"

Ia belum menandatangani dokumen serah terima perusahaan karena masih menaruh harapan akan menemukan Angela dalam waktu dekat. Dan ia juga belum sempat ke kantor ayahnya sejak keluar dari kantor Sean.

"Itu..." Rahma menghela napas seakan kebingungan untuk menyampaikannya. "Apa kau akhir-akhir ini tidak membalas pesan ataupun menerima telepon dari orang-orang kantor?" tanyanya lagi.

Rayhan menggeleng. Ia hanya merasa hal itu tidak begitu penting dibanding hilangnya Angela.

"Kemarin mereka kemari, Re. Dan mereka mengatakan bahwa perusahaan berada dalam kondisi yang kacau. Meski mereka sudah berpengalaman menangani perusahaan itu bertahun-tahun dan tahu harus melakukan apa, mereka tidak berani menjalankannya karena tidak ada approval."

"Tapi sesungguhnya aku juga tidak berhak mengambil alih, Ma. Itu semua milik Angela."

"Karena itu semua milik Angela maka kau harus menjaganya, Re. Kalau bukan dirimu, siapa lagi yang akan melakukannya? Hanya nama kalian berdua yang disebut oleh Ryan dalam wasiat perusahaannya," desak Rahma. "Saran Mama, selesaikanlah dulu permasalahan perusahaan tersebut. Jika suatu saat kau menemukan Angela dan perusahaan miliknya sudah tak bersisa tentunya kita juga akan merasa bersalah untuk itu."

Rayhan menatap ibunya dengan penuh keraguan. Beberapa detik kemudian ia mengangguk setuju.

Ibunya benar. Angela menyerahkan perusahaan itu untuk sementara. Ia akan menganggapnya sebagai titipan dari Angela. Dan Rayhan tidak akan membiarkan sesuatu yang buruk terjadi pada apa yang menjadi tanggung jawabnya sekarang.

____________________

Pak Thamrin, salah satu wakil direksi yang sudah Rayhan kenal kini menampakkan ekspresi lega setelah Rayhan selesai mengurus segala kegiatan perusahaan yang tertunda akibat hilangnya Angela.

"Saya berterimakasih bapak akhirnya bersedia untuk kembali." ucapnya sambil tersenyum tipis. "Kami semua sempat kebingungan memikirkan yang terburuk. Bagaimanapun juga semua orang-orang di sini merasa was-was karena takut akan kehilangan pencaharian jika terjadi sesuatu pada perusahaan."

Mengikuti saran ibunya ternyata sungguh berguna. Tadi pagi Rayhan juga sudah menandatangani semua akta serah terima yang dibuatkan notaris beserta beberapa dokumen dari perusahaan.

"Apa masih ada yang perlu kulakukan lagi?" tanyanya.

"Beberapa akan menyusul, Pak. Saat Nona Angela mengurus perusahaan ini, ada beberapa hal yang tertunda karena ia takut untuk memutuskan. Kebanyakan adalah tawaran kerjasama dari beberapa perusahaan baru. Nona Angela tidak pernah berani menerimanya sebagai tambahan dan masih mengandalkan kerjasama dengan partner lama perusahaan."

Rayhan hanya mengangguk mendengarkan penjelasan tersebut. Daniel benar. Selama ini ia sudah membuat Angela berada dalam kesulitan. Seharusnya ia membantu Angela sebelum memutuskan untuk meninggalkannya dulu. Semua ini memang bukan dunia Angela, tapi Angela sudah cukup berusaha.

Beberapa menit kemudian ia kembali sendirian di ruangan tersebut.

Rayhan mencoba membuka user idnya di komputer dan ternyata masih aktif. Dari sana ia bisa melihat semua data perusahaan secara lengkap. Sebelum mengeceknya ia membuka email dan melihat berjubel pesan yang ada di kotak masuknya. Ternyata masih banyak yang mengirimkan pesan padanya meski ia bukan lagi pimpinan perusahaan tersebut. Email itu tidak terkoneksi ke ponselnya sehingga Rayhan tidak pernah tahu.

Ia membuka kotak masuk tersebut dan akan mencoba memilah beberapa pesan yang sekiranya penting. Satu persatu matanya mengamati nama pengirim pesan-pesan tersebut dengan cepat. Dan seketika ia terkejut saat melewatkan sebuah nama yang tidak asing.

Angela.

Angela mengirimkan pesan untuknya?

Rayhan hampir tidak percaya pada penglihatannya tadi tapi dengan tidak sabar ia kembali menggulir deretan pesannya ke atas dan tercengang mendapati bahwa memang ada nama Angela di sana.

"Re!! Aku sudah menemukannya! Angela ada di New York, tapi aku masih menyelidiki di mana ia tinggal." tiba-tiba Daniel masuk ke ruangan tersebut tanpa diduga-duga.

"Tidak perlu, Niel. Aku sudah mendapatkan alamatnya." sahut Rayhan masih menatap layar komputernya tanpa berkedip.

"Damn!! Apakah Sean mendahuluiku?!" Daniel mengumpat kecewa dan menghempaskan dirinya di kursi depan meja Rayhan sambil menaikkan kaki ke meja.

"Bukan, Niel. Angela yang memberitahuku. Aku sedang membaca pesannya saat ini."

"Apa?" Daniel menurunkan kaki dan segera beranjak menghampiri Rayhan dengan antusias. Ia membungkuk di samping kursi Rayhan dan ikut membaca pesan yang tertera di layar monitor.

Setelahnya ia tertawa geli.

"Angela memiliki cara yang unik untuk membuatmu segera menikahinya."

Rayhan mengumpat sambil menyisiri rambutnya.

"Jangan mengumpat, Re. Aku tahu sebenarnya hatimu berbunga-bunga, bukan?" goda Daniel.

"Mungkin berbunga-bunga bukan kata yang tepat. Itu terkesan agak feminin." Rayhan mendongak pada Daniel. "Yang jelas, aku merasa lega, Niel."

Daniel tertawa kembali. "Tapi kenapa wajahmu begitu suram?"

Rayhan terdiam sejenak, tapi ia memutuskan akan menceritakan apa yang menjadi ketakutannya selama ini pada sahabat dekatnya tersebut.

"Aku hanya tidak yakin bahwa diriku pantas menikahinya." ucap Rayhan dengan pasrah. "Kau tahu perasaan seseorang bisa berubah, Niel."

"Apa ini semua berhubungan dengan asal-usulmu?"

Rayhan mengangguk. "Itu yang dominan meski sebenarnya banyak alasan lain yang menyertainya."

"Dan kau takut Angela akan berubah suatu hari nanti karena itu semua?"

Rayhan kembali terdiam. Ia bahkan tidak memiliki keberanian untuk membayangkannya.

"Re, percayalah setiap manusia lahir ke dunia ini untuk satu atau lebih alasan. Dan jika kau percaya itu, kau dapat mengatakan pada dirimu sendiri bahwa kau hadir di dunia ini untuk menjaga Angela." jelas Daniel.

Menjaga Angela...

Seperti yang ditulis dalam surat almarhum ayah angkatnya. Selama ini Rayhan lepas tangan dengan pergi meninggalkannya. Angela sudah mengatakannya dengan jelas seminggu lalu bahwa hanya Rayhan satu-satunya yang dimiliki oleh gadis itu.

"Dan...mengenai kekhawatiranmu akan perasaan Angela yang berubah...hmmm..."

Daniel menghela napas sebelum melanjutkan.

"Sejak dulu kau memperlakukan Angela dengan buruk, Re. Kau tidak pernah peduli padanya sejak ia kecil hingga remaja. Aku ingat kau masa bodoh dan sengaja tidak menjemputnya di sekolah saat ayahmu meminta bantuan. Kau juga sering menghinanya. Selama ini kau selalu berhasil menyakiti Angela dan memberikan kekecewaan padanya dengan sempurna."

"Niel, kumohon..." fakta tersebut hanya membuat Rayhan merasa semakin terpuruk.

"Tapi seburuk apapun kau memperlakukannya...sebesar apapun kau menyakitinya...aku ingin bertanya, Re," lanjut Daniel. "Apakah perasaan Angela berubah padamu?"

Daniel mengajukan pertanyaan itu sambil memegang kedua bahunya.

Oh, sial...mengapa ia memiliki sahabat seperti Daniel yang selalu bisa melihat lebih baik dibanding dirinya.

Angela...tidak pernah berubah.

Ia memang pernah mengatakan membenci Rayhan, tapi akhirnya Angela mengakui sendiri bahwa itu semua hanya kamuflase untuk menyelamatkan harga dirinya.

Angela tidak pernah berubah dan hanya mencintainya sejak dulu hingga kini.

Apakah benar-benar ada seseorang yang semacam itu di dunia ini? Rayhan masih sedikit ragu.

"Terkadang aku iri padamu, Re."

Rayhan mendongak dan menaikkan alis mendengar pernyataan terakhir Daniel. "Iri?"

"Hmmm," Daniel mengangguk. "Kau sungguh beruntung ada yang menggilaimu seperti Angela. Aku sempat memikirkan bagaimana rasanya jika dicintai dengan begitu besar oleh seseorang." ucapnya dengan tatapan menerawang.

Rayhan sempat ternganga sesaat mendengarnya.

"Are you kidding me? Bukankah kau mengatakan tidak akan pernah jatuh cinta dan tidak akan menikah, Niel?" Rayhan mengucapkannya dengan setengah tertawa. "Lagipula kau tidak kekurangan wanita yang selalu menggilaimu."

"Mereka berbeda, Re." Daniel mengedikkan bahu. "Sudahlah. Aku juga kebingungan dengan apa yang kupikirkan tadi. Anggap saja aku tidak pernah mengucapkannya."

Rayhan sebenarnya ikut kebingungan, tapi karena Daniel melenggang dengan ceria menuju tempat minuman seakan tidak terjadi apapun, Rayhan akhirnya menganggap Daniel tidak serius.

Ia kembali menatap layar monitor dan mulai mencetak pesan Angela.

Dear, Kak Re...

Ini ultimatum terakhir untukmu.

Aku masih bersedia memberikan alamat hotel tempatku berada sekarang. Tapi ini hanya untuk sementara. Karena jika kau tidak datang, aku akan segera mencari apartemen permanen entah di mana dan aku tidak akan meninggalkan jejak lagi untukmu.

Aku sudah meninggalkan semua yang kumiliki. Semua yang kupikir menjadi alasan untukmu menjauh dariku. Aku tidak memerlukannya. Karena semua itu kuanggap kutukan jika hanya membuatmu tidak ada di sampingku.

Hanya saja aku tidak yakin apa benar itu yang menjadi alasanmu.

Sekarang aku hanyalah seorang wanita biasa.

Kuharap kau bisa melihat itu.

Sincerely yours (and always be yours like a dumb),

Angela.

InterContinental New York Times Square

300 West 44th Street, Midtown West

___________________

"Seandainya aku hanyalah wanita biasa, apa hal itu akan membuatmu melamarku?"

New York City

"Angela, please." Mick berkacak pinggang di depannya saat Angela baru saja selesai melakukan pemotretan untuk sebuah majalah. "Ini pemotretan bertema musim panas yang ceria dan kau menampilkan aura suram seolah kau berada di rumah keluarga Addams!"

Sejak tadi Angela sudah memiliki firasat Mick akan mengomelinya setelah pemotretan usai. Kali ini ia kembali membuat fotografer tidak puas dengan usahanya sehingga harus berkali-kali mengambil gambar.

"Akhir-akhir ini kau berubah sejak kembali dari negaramu. Kau seperti kehilangan jiwa, kehilangan semangat, kehilangan..." Mick berdecak dan enggan untuk melanjutkan. "Ceritakan ada apa denganmu, baby?"

Angela menggeleng. "Maafkan aku, Mikey. Setelah ini aku tidak akan mengecewakanmu lagi."

Mick terdiam sejenak menatap Angela yang menunduk lalu menghela napas.

"Dengar, dear. Aku tahu kau baru saja berduka, tapi kalau terus menerus seperti ini kau hanya akan menghancurkan karirmu sendiri. Katamu kau sedang berusaha mengumpulkan uang. Aku hanya memberikan nasihat karena aku ingin membantumu."

"Aku tahu, Mikey. Kumohon berikan aku waktu sehari dan esok kau akan menemukan Angelamu lagi." pintanya.

"Baiklah." Mick mengangkat kedua tangannya. "Aku percaya kau pasti bisa mengatasi semua ini. Kau ingin kembali ke hotel sekarang? Aku akan menyuruh seseorang mencarikan taksi untukmu."

"Iya, Mikey." Angela mengangguk dan Mick meninggalkannya sendirian kembali. Ia merasa agak bersalah karena harus mengecewakan Mick padahal bukan hanya dirinya model yang ditangani Mick selama berada di New York saat ini.

Sepanjang perjalanan, Angela kembali melamun dan memikirkan segalanya. Ia sudah memutuskan meninggalkan semua masa lalunya di belakang dan ingin memulai kehidupan yang baru lagi. Kebetulan agensinya di Sydney memberikan info padanya tentang beberapa penawaran kontrak yang mungkin bisa Angela penuhi. Ia menerima salah satunya di New York bersama dengan beberapa rekan model lainnya.

Angela pikir itu adalah sebuah awal yang baik. Tapi ia tetap memiliki batas waktu sehingga tidak menerima semua kontrak tersebut, terutama kontrak jangka panjang. Ia bahkan menolak tawaran kontrak dari Victoria Secret dengan berat hati. Angela menangis karena menolak tawaran sebesar itu, tapi hanya sesaat. Ada banyak hal di dunia ini yang lebih penting dibanding hal tersebut. Lagipula seiring waktu yang berjalan, kondisi tubuhnya tidak memungkinkannya lagi untuk bekerja dengan profesi sebagai model.

Beberapa kontrak jangka pendek yang masih ada di genggamannya belum ia setujui. Angela menunggu. Dan ini adalah penantian terakhirnya.

Ia sudah melepaskan segalanya, berharap dengan ini kakaknya akan melihatnya sebagai Angela, tanpa embel-embel apapun yang menyertainya. Ia sudah muak dengan tatapan setiap orang yang melihatnya sebagai pewaris. Padahal ia adalah Angela. Angela yang ingin bahagia karena sesuatu yang sederhana.

Dua minggu yang lalu ia pergi dengan penuh keyakinan bahwa ini adalah jalan terbaik yang dipilihnya. Sudah tidak ada alasan bagi kakaknya lagi untuk menolaknya karena kini ia hanyalah wanita biasa. Jika kakaknya mencintainya, ia pasti akan menjemput Angela. Jika tidak...

Tidak, tidak, tidak. Kakaknya pasti akan menjemputnya.

Angela selalu menghibur diri dengan mengucapkan kata penuh optimisme tersebut.

Tapi hari demi hari berlalu dan apa yang diharapkannya tidak kunjung terjadi.

Berkali-kali ia menjadi orang bodoh hanya karena cinta hingga tidak memikirkan kemungkinan lain yang bisa terjadi. Kakaknya bisa saja memutuskan enggan mencarinya. Angela bukan tipe wanita yang diimpikan pria untuk menjadi pasangan hidup. Sepertinya ia tidak terlalu berharga untuk diperjuangkan. Jika diingat kembali selama ini kakaknya hanya mendekatinya setelah Angela yang memprovokasi. Atau terkadang menggodanya dengan cara yang begitu murahan. Apa memang benar ada cinta untuknya seperti yang pernah diucapkan oleh kakaknya berbulan-bulan lalu? Ia begitu percaya sehingga mempertaruhkan seluruh kehidupannya dan kehidupan kecil yang mulai tumbuh di dalam tubuhnya dengan risiko akan kembali mengulang takdir konyol ibunya sendiri.

Demi Tuhan, Angela tidak ingin berakhir seperti itu!

Ia kembali berjalan dengan gontai di lorong hotel yang mengarah ke kamarnya. Hampir saja ia menangis karena menyesali keputusan yang ia ambil. Mungkin itu hanya sekadar ketakutannya saja. Seandainya benar pun ia tidak ingin meratapi nasib. Beberapa langkah lagi ia akan sampai di depan pintu kamar. Angela akan mulai membuka mata, mempelajari lagi semua kontrak yang ditawarkan padanya dan juga menyusun rencana ke depan.

"Angela, apa kau sudah mendapat apartemen?"

Langkah Angela terhenti karena mendengar suara itu di belakangnya.

Itu adalah suara dari seseorang yang sudah ia nantikan sejak dua minggu yang lalu...ralat...seumur hidupnya malah. Angela refleks membekap mulutnya sendiri agar tidak berteriak histeris karena begitu gembira. Ia terdiam masih membelakangi si pemilik suara.

Yang dialaminya sekarang bukan mimpi ataupun halusinasi bukan? Karena belakangan ini ia yakin akan mulai gila.

Perlahan-lahan ia berbalik dan melihat. Kakaknya memang ada di sana kira-kira enam langkah dari tempat Angela berdiri. Angela harus mengatur detak jantung dan napasnya sekuat tenaga agar tidak terlihat megap-megap dengan memalukan.

Di lain pihak, Rayhan merasakan kelegaan yang luar biasa karena akhirnya dapat bertemu dengan Angela kembali. Ia sempat khawatir bahwa semua sudah terlambat, tapi ia berhasil tiba di hotel siang tadi dan segera mengecek nama Angela di sana dengan menunjukkan bukti identitas sebagai salah seorang anggota keluarga. Ia bahkan membuka pintu lebar-lebar hanya untuk menunggu Angela lewat di depan lorong kamarnya.

Setelah menunggu sejak siang hingga petang dengan kesabaran seorang pertapa, akhirnya ia melihat Angela berjalan pelan melintasi lorong. Kelihatannya Angela sibuk memikirkan sesuatu hingga tidak memperhatikan lingkungan sekitarnya.

"Bagaimana kakak bisa masuk hingga ke dalam hotel?" tanya Angela berbasa-basi.

"Aku terpaksa menyewa kamar di sebelah kamarmu lagi." jawab Rayhan dengan raut setengah kesal.

Angela hampir tertawa melihat wajah masam kakaknya tapi ia berusaha terlihat santai. "Itu kan bukan kesalahanku."

Sungguh mengherankan ketakutan yang ia rasakan beberapa saat yang lalu kini menguap tak bersisa. Digantikan oleh kebahagiaan yang meluap-luap.

"Oiya, omong-omong untuk apa kau kemari, Kak?"

"Masih bertanya lagi?"

"Kalau hanya menyuruhku pulang tanpa disertai lamaran, aku tidak mau." Angela menaikkan dagu ke samping dengan angkuh.

"Baiklah, aku memang akan melamarmu." sahut Rayhan pasrah.

"Kedengarannya kau seperti terpaksa melakukannya karena aku yang mendesakmu, Kak. Bukankah sudah pernah kukatakan bahwa aku tidak ingin kakak melamarku karena terpaksa. Bagaimana jika..."

"Aku memang akan melamarmu, anak nakal!" bentak Rayhan.

"Itu terdengar lebih baik." Angela terkikik menutup mulutnya dengan sebelah tangan.

"Jadi kau akan pulang?" tanya Rayhan lagi.

"Aku kan belum menerima lamaranmu, Kak." sahut Angela tanpa rasa bersalah.

"Angelaaaaaa..." Rayhan mengerang tak percaya.

"Tunggu, Kak!!" Angela mengacungkan telapak tangannya. "Bukannya bagaimana. Aku hanya harus mempertimbangkan baik-baik dulu sebelum memutuskan."

Rayhan hampir saja kehilangan kesabaran, tapi ini adalah Angela yang memang selalu membuat perasaannya naik turun bagaikan rollercoaster. Angela sudah bersabar bertahun-tahun. Dan Rayhan akan bersabar untuk ini.

"Baiklah, Angela. Jadi apa pertimbanganmu?"

"Hmmm...coba sebutkan satu saja keuntungan jika aku menerima lamaran ini."

Rayhan menaikkan alis mendengar pertanyaan aneh Angela.

Keuntungan?

Jiwa bisnis Angela rupanya berkembang terlalu pesat sejak menjalankan sebuah perusahaan.

"Jika menikah denganku kau tidak perlu susah payah mengubah nama belakangmu lagi." sahut Rayhan asal-asalan. Tanpa sadar dalam hati ia berusaha menahan tawa mendengar jawabannya sendiri.

Omong-omong lamaran macam apa ini?!!

Angela mengedikkan bahu sambil tersenyum. "Baiklah, itu terdengar cukup praktis. Lalu...pertanyaan kedua...mengapa akhirnya kau memutuskan untuk menikah denganku, Kak?"

Angela menatap Rayhan dengan sungguh-sungguh. Di dalam tatapan itu hanya terpancar keseriusan, bukan gurauan seperti tadi. Dan Rayhan tahu bahwa ini adalah pernyataan yang sesungguhnya ingin Angela ketahui.

"Karena aku memang ingin melamarmu sejak dulu..." Rayhan maju selangkah mendekati Angela.

"Karena kau menulis dalam emailmu bahwa kau akan pergi tanpa meninggalkan jejak lagi dan aku tidak yakin bisa menjalani sisa hidupku tanpa mengetahui kabarmu...Aku tidak ingin mengulang kesalahan yang sama seperti yang papa dan ibumu lakukan."

Benar...

Rayhan mulai menyadari kata-kata terakhir yang diucapkan oleh almarhum ayah angkatnya.

Jangan menjadi sepertiku...

Itu adalah tentang dirinya...dan Angela.

"Aku mencintaimu..."

Rayhan berhenti tepat selangkah di depan gadis konyol yang tanpa ia sadari telah menjadi bagian dari jiwanya sejak lama.

"Apakah kau bersedia menikah denganku yang bukan siapa-siapa ini, Angela Pramoedya?"

Akhirnya Rayhan mengucapkannya.

Angela menahan napas tercekat karena akhirnya bisa mendengar kata-kata itu. Kata-kata yang sudah ia harapkan sejak pertama kali ia menginjakkan kakinya di rumah keluarga Pramoedya dan melihat pria yang ada di hadapannya saat ini. Ia langsung memeluk Rayhan untuk menyembunyikan air mata kebahagiaannya yang ia tahu sebentar lagi akan berlinang.

"Angela?"

"Apa yang membuatmu begitu lama? Kupikir kau tidak akan datang kemari." protes Angela sambil terisak.

"Aku mencarimu kemana-mana dan baru menemukan petunjukmu setelah beberapa hari mencari. Lagipula apa kau lupa ini New York, Angela? Perlu waktu juga bagiku untuk mengurus keberangkatan kemari."

Angela merasa lega mendengarnya. Ternyata pikiran-pikiran negatif yang ia rasakan akhir-akhir ini hanyalah ketakutannya saja.

"Apakah kau yakin akan menikah denganku, Kak? Aku adalah Angela yang pecicilan dan tidak tahu malu. Bukan wanita anggun seperti yang kutampilkan selama ini." Angela harus memastikan tentang hal tersebut.

"Percayalah, aku lebih suka Angela yang pecicilan, tidak tahu malu dan cabul seperti yang selama ini kukenal." jawab Rayhan sambil memeluknya erat.

"Iya, Kak. Itu aku." Tubuh Angela bergetar karena tawa.

Cabul?

Yah...jauh lebih baik dibanding wanita jalang ataupun wanita murahan.

Rayhan ikut tertawa tapi hanya sebentar. "Jadi apa jawabanmu, Angela?"

Angela melepaskan pelukannya dan menatap Rayhan dengan kebahagiaan yang terlihat di matanya.

"Kau sudah mendapatkan jawabanku sejak empat tahun yang lalu, Kak. Aku sudah sering mengatakannya..."

Sebelah tangannya terangkat menyentuh pipi Rayhan.

"Aku...mencintaimu...dulu..."

Wajah Angela semakin mendekat dan kelopak matanya menutup. Sejenak ia terhenti untuk mengucapkan kelanjutan dari kata-kata yang selalu ia pendam sendirian selama ini akibat harga diri.

"Dulu...dan hingga sekarang pun aku masih tetap menginginkanmu."

Angela mencium Rayhan.

Dan Rayhan pun membalasnya tanpa keraguan setelah melepaskan ketakutan yang selama ini selalu menjadi beban di hatinya. Ia memang beruntung memiliki seseorang yang dengan tulus mencintainya dan orang itu adalah Angela.

Selama ini ia selalu mencari...tanpa menyadari bahwa apa yang ia cari ternyata ada begitu dekat dengannya.

~End~

Ini episode terakhir RnA. Dulu aku menamatkan SnV dalam waktu 2 bulan. RnA agak lambat 4 bulan.

Meski sudah END, JANGAN HAPUS CERITA INI DARI PERPUSTAKAAN/ LIBRARYMU, karena masih ada epilog dan extra part. 

MINTA TOLONG YA KOMEN DI TULISAN INI KALAU ADA PERTANYAAN TENTANG RnA (di sini biar nggak tenggelam di komen lain) AKU AKAN MENJAWABNYA SETELAH INI.

3 Oktober 2016.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top