Part 41 - Marry Me Please


"Lain kali kalau aku menginginkan sesuatu jangan menolakku, Kak. Hanya membuang-buang waktu padahal hasil akhirnya sama saja." Angela mengucapkannya sambil tertawa setelah berada di kamar.

Rayhan berbalik menghadapnya setelah mengunci pintu. "Kau tahu, Angela. Kau adalah wanita yang paling menyebalkan dan tidak tahu malu yang pernah kutemui dalam hidup ini."

"Iya, Kak. Itu aku," Angela merangkul dan menciumnya. Itu adalah ciuman pertama mereka kembali sejak terakhir kali bertengkar. Rayhan mulanya ragu-ragu untuk membalas, malah ia harus meyakinkan dirinya apakah yang dialaminya saat ini nyata atau tidak. Sejujurnya dalam hati ia sangat menginginkan Angela. Betapa ia merindukan masa-masa saat mereka masih bersama beberapa bulan lalu meski itu adalah masa yang cukup singkat. "Apa kau keberatan?" Angela melepaskan ciuman mereka.

"Tidak...Tapi aku tidak bisa menjanjikanmu apa-apa, Angela. Kalau kau memikirkan pernikahan..."

"Jangan bicarakan itu sekarang."

______________________

Pagi itu Rayhan harus mengawali harinya dengan mengumpat-ngumpat sambil mandi secepat kilat akibat bangun kesiangan.

Seperti kebiasaannya setiap pagi, Angela sudah tidak ada dan kamar itu sudah bersih kecuali tempat tidur yang masih acak-acakan. Rayhan tidak sempat melihat di mana Angela. Ia masih agak kebingungan memikirkan bagaimana reaksi Sean jika mengetahui ia terlambat hari ini.

Meski Sean sebenarnya tidak pernah marah padanya, Rayhan tetap merasa sungkan.

"Pagi, Kak!! Aku baru saja akan membangunkanmu, tapi ternyata kau sudah ada di kamar mandi." Angela hampir membuatnya terkena serangan jantung saat berteriak memasuki kamarnya dengan tiba-tiba. Rayhan sedang berada di depan lemari untuk berpakaian dan terlihat Angela juga sudah memakai pakaian ganti yang baru. Ternyata Angela memang sudah merencanakan untuk menginap sehingga mempersiapkan segalanya termasuk pakaian.

"Mau ke mana, Kak?" tanya Angela.

"Bekerja."

"Kau akan bekerja hari ini?" tanya Angela lagi dengan kebingungan.

"Aku bekerja setiap hari kecuali minggu dan hari libur."

Angela berdecak kecewa. "Kupikir kau akan meliburkan diri dengan adanya aku yang sedang berkunjung."

"Kau sendiri tidak ke kantor?" tanya Rayhan.

"Hmmm." Angela menggeleng-geleng. "Ya, sudah, Kak!! Kalau kau memang bekerja, bekerjalah. Sementara aku akan menunggumu di sini. Boleh, kan? Ya? Ya?" Ia kembali riang dan melompat-lompat.

"Apakah aku perlu menjawabnya?" sindir Rayhan dengan lesu. Berani taruhan jika ia menjawab tidak boleh, Angela akan menghalalkan berbagai macam cara agar ia mengubah jawabannya. Sepertinya presiden sekalipun tidak akan bisa menghalangi jika makhluk bernama Angela Pramoedya sudah bertekad untuk mendapatkan sesuatu.

Angela tertawa sambil menaiki tempat tidur lalu bergelayut pada Rayhan yang sedang berdiri di sebelahnya.

"Astaga, Angela! Apa kaupikir badanmu ringan?" seru Rayhan.

Angela menyentuh bekas luka operasinya pelan. "Apa masih terasa sakit?"

"Tidak. Kebetulan Daniel merekomendasikan sebuah obat yang benar-benar membuatku cepat pulih."

Raut cemas Angela menghilang dari wajahnya dan ia kembali melanjutkan penjelajahan.

"Aku hanya suka menyentuhmu, Kak. Dengan menyentuhmu, aku merasa kau adalah milikku." sahut Angela dengan riang. "Tapi sejak dulu kau tidak pernah mengijinkan. Apa kau tidak suka jika aku menyentuhmu seperti ini?"

Sebenarnya Rayhan memang menyukainya. Sudah lama ia tidak pernah dapat merasakan disayangi seperti saat ini. Saat masih kecil, ia sering mendapat pelukan kasih sayang dari ibunya dan perlakuan Angela mengingatkannya kembali pada masa-masa itu.

Hanya saja perasaan itu tidak berlangsung lama.

Tangan Angela mulai menyentuhnya di tempat-tempat yang tidak tepat. Tidak tepat untuk situasi dan kondisi saat ini maksudnya. Sentuhan-sentuhan itu membuyarkan kenangan Rayhan yang begitu murni dan sukses membuatnya memikirkan hal lain. Angela merapatkan tubuhnya dengan tubuh Rayhan. Memojokkannya hingga punggung Rayhan menyentuh pintu lemari. Rayhan harus menghentikan semua ini. Ia baru saja mandi dan tidak ingin mengguyur dirinya kembali, apalagi dengan air dingin!

"Ange..."

"Kak!!"

Mereka mengucapkannya berbarengan. Angela mendongak dan menatapnya lekat-lekat. Rayhan berhenti bernapas karena kebingungan.

"Ayo kita makan! Aku sudah membuatkanmu sarapan. Kau kan harus bekerja." Angela tersenyum mengecup pipinya dan melenggang meninggalkan Rayhan yang masih terpojok di depan lemari seperti orang bodoh.

Ia ternganga...

Rasanya seperti melayang dan tiba-tiba terhempaskan lagi ke bumi dengan begitu menyakitkan. Angela sengaja melakukannya. Apa-apaan itu?! Dasar gadis penggoda nakal!

"Kak!! Kak!! Sebenarnya aku bisa memasak apa saja, tapi aku membuatkanmu steak. Maaf, aku memilih makanan yang bisa kubuat dengan cepat. Kuharap kau menyukainya." Angela menggandeng lengan Rayhan dan mendudukkannya di kursi. "Aku berusaha membuatmu menyadari bahwa aku adalah calon istri yang baik sehingga kau akan cepat-cepat menikahiku." Angela memegang pipinya dengan kedua tangan sambil tersenyum dan mengedip-ngedipkan bulu mata.

Rayhan tidak bisa berkata-kata dan hanya diam menatapnya.

Angela menghela napas dan menurunkan tangannya. "Baiklah. Lupakan saja itu. Kita makan dulu, Kak." Ia lalu mengambil tempat di kursinya dengan riang.

Di meja memang sudah tersedia steak, mashed potatoes berhiaskan kacang polong serta salad. Rayhan merasa menu itu lebih tepat untuk makan siang, tapi ia tidak ingin berkomentar dan membuat Angela kecewa. Ternyata Angela repot-repot berbelanja karena memang sudah merencanakan semua ini untuknya.

"Saat di Sydney, Mikey pernah mengajakku ke sebuah restoran. Di sana potongan steaknya begitu besar sehingga aku tidak kuat memakannya. Oiya, Kak, aku juga pernah memakan steak daging domba dan aku tidak akan mau mencobanya lagi. Rasanya menjijikkan." Angela mulai berceloteh dengan riang.

Rayhan hanya mendengarkan dan mulai makan. Ia menemukan satu lagi bakat Angela yakni bisa mengoceh tanpa jeda dengan kecepatan kereta api. Anehnya hal itu terdengar menyenangkan. Padahal sejak remaja ia lebih menyukai wanita yang tidak banyak bicara, sopan dan lembut seperti ibunya. Wanita bawel membuatnya alergi.

Rasa makanan yang dibuatkan Angela juga tidak buruk. Bahkan masakan Angela lebih enak dibandingkan yang dibuatkan Budi untuknya. Budi pasti akan merajuk padanya jika mengetahui hal ini, tapi siapa juga yang peduli.

"Kak..."

"Hmmm."

"Aku juga ingin berterimakasih padamu karena telah merawat Leonardo dan Kate di kamarmu. Tidak kusangka mereka masih hidup dan aku sangat terharu karenanya." Angela tersenyum.

Leonardo dan Kate...

Rayhan sampai memanggil dokter hewan ke rumahnya khusus untuk menangani luka Leonardo. Itu adalah hal terkonyol yang pernah ia lakukan seumur hidup dan ia tidak akan menceritakannya pada siapapun. Sejak itu ia menaruh kedua ikan itu di kamarnya dan memberi tugas pada pengurus rumah untuk memberi makan serta membersihkan akuarium ikan itu.

"Kupikir kau tidak mempedulikan mereka lagi."

"Aku hanya sangat marah saat itu mengetahui kau tidak jujur padaku." Angela menunduk malu. "Tapi aku berjanji tidak akan emosi kembali jika suatu saat kita menghadapi masalah. Jadi, nikahi aku ya, Kak. Ya? Ya?"

"Angela, please..."

Angela mengangkat kedua tangan. "Baiklah...kutunda lagi." Ia tersenyum sambil kembali mengambil garpunya.

"Angela, apa kau sedang diet?" Lama kelamaan Rayhan menyadari bahwa sejak tadi Angela tidak menyentuh makanan lain di meja selain salad.

Angela berhenti mengunyah dan menatap piringnya yang berisi salad. "Aku...tadi sudah makan sedikit. Perutku masih terasa penuh, Kak." sahutnya. "Oiya! Katanya Kakak harus bekerja, bukan?"

Rayhan baru sadar dan teringat kembali bahwa ia terlambat! Cepat-cepat ia menghabiskan makanan di piringnya.

Baru saja ia akan menelepon Sean, ponselnya yang ia letakkan di meja makan berbunyi dan nama Sean muncul di layar.

Angela juga melihatnya dan yang tidak terduga, Angela menyambar ponsel itu secara tiba-tiba.

"Bos Sean?!" sapa Angela tanpa mempedulikan Rayhan yang tercengang dengan ulahnya.

"Siapa ini?"

Angela menyetelnya dengan loudspeaker mode sehingga Rayhan bisa mendengar apa yang Sean ucapkan.

"Angela Pramoedya." sahut Angela dengan riang.

"Maaf, Sean. dia merampas ponselku." Rayhan mengucapkannya agak keras sambil berdiri dari kursinya. Berharap suaranya akan terdengar Sean. "Angela, kembalikan!"

Terdengar Sean tertawa. "Tidak apa-apa. Aku senang dapat berbicara dengan CEO wanita termuda di negara ini. Apa kabarmu, Angela?"

"Kebetulan aku ingin menawarkan kesepakatan denganmu, Bos Sean." lanjut Angela sambil berlari menuju kamar karena Rayhan mengejarnya.

"Angela!!"

"Kesepakatan?"

"Aku ingin meminjam salah seorang karyawanmu untuk sehari, please....Dan kebetulan karyawanmu itu sedang bersamaku seka...Kak!!!" Angela memekik karena Rayhan berhasil menangkapnya dan kini menggelitikinya di kasur.

"Sean, jangan dengarkan dia. Aku akan bekerja meski terlambat."

"Hentikan, Kak!!" Angela berteriak sambil sesekali tertawa karena geli.

"Santai saja, Re. Kebetulan aku memang menelepon karena khawatir kau sakit dan ingin memberitahukanmu untuk libur. Kau tidak usah bekerja hari ini. OK? Have a nice day kalian berdua."

"Ampun, Kak!! Aku berjanji ini terakhir kali aku merampas ponselmu...Bos Sean juga sudah mengijinkanmu libur, bukan?" Angela mengucapkannya diselingi oleh tawa.

"Lama-lama karirku bisa hancur jika seperti ini terus, Angela!!" geram Rayhan.

"Iya, Kak!! Besok tidak akan lagi!! Janji!! Peace!!" Angela menaikkan dua jarinya.

Rayhan akhirnya berhenti menyiksanya setelah mata Angela terlihat berair. Wajah Angela merah merona dan tawanya mulai mereda.

"Aku hanya ingin kau bersamaku hari ini." ucap Angela dengan raut memohon. Ia terlihat sangat manis dengan bertingkah manja semacam itu.

Rayhan menurunkan tubuh dan menyentuhkan bibirnya pada bibir Angela. Rasanya begitu menakjubkan. Sentuhan kecil semacam itu sudah dapat membuat Rayhan merasakan getaran di sekujur tubuhnya.

"Aku menginginkanmu, Angela." tanpa sadar Rayhan mengungkapkan hal itu. Oh ya...ini masih pagi hari dan ia sudah menginginkan Angela kembali setelah melewatkan malam panas bersama gadis itu. Tapi siapa pula yang peduli terhadap hari.

Kedua tangan Angela terasa menyentuh telinganya, jemarinya bergerak menelusuri rambut Rayhan membuatnya merasa nyaman. "Jadi apa lagi yang membuatmu ragu, Kak?" Angela menarik Rayhan mendekat dan balas menciumnya.

"Apa kau akan membiarkan aku memilikimu, my lady?" tanya Rayhan. Ia mencium punggung tangan Angela lalu mengenggamnya erat dan menekankannya ke kasur. Angela terkesima dengan apa yang ia lakukan.

"Sejak dulu aku sudah mengatakannya. Aku hanya milikmu, my prince."

Pangeran? Itukah yang dipikirkan Angela tentangnya? Hal itu hanya membuat Rayhan semakin sedih. Ia jauh dari ekspektasi Angela. Tapi hasratnya sudah berkobar terlampau jauh sehingga ia tidak mempedulikan hal itu lagi. Berdekatan dengan Angela selalu membuatnya tak bisa menahan diri meski mereka masih berpakaian lengkap. Rayhan menyukai sentuhan Angela di wajahnya, lehernya, tubuhnya. Ia pun balas menyentuh Angela di tempat yang sama. Ia menelusuri lekukan tubuh Angela, membelainya.

 Angela mendesah dan melengkungkan tubuh karena sentuhan itu.

Rayhan pun hampir terlena sampai ia mendapati pandangan matanya tertuju pada ponsel yang masih menyala di samping tubuh Angela.

"Angela...."

"Iya, Kak..."

"Kau...sudah mematikan panggilan Sean, bukan?"

"Ng...Sepertinya belum, Kak."

Rayhan sempat tak percaya Angela bisa menjawabnya dengan santai. Gadis itu bahkan tersenyum tanpa rasa bersalah! Cepat-cepat ia mengambil ponsel tersebut dan mengeceknya.

Panggilan itu masih aktif...

"Sean...?" tanya Rayhan meski ia ragu Sean masih mendengarkan mereka. Mungkin saja Sean merasa Angela sudah memutus telepon dan meletakkannya di meja tanpa ia sadari bahwa panggilan itu masih berjalan.

Semoga sa...

"Aku tidak sengaja mendengarnya, Re. Anggap saja kita tidak pernah mengalami ini. Aku akan melupakannya. Selamat bersenang-senang." Sean menyahut dengan nada geli dan segera memutus panggilan itu tanpa memberi kesempatan pada Rayhan untuk mengucapkan sepatah kata pun.

Rayhan menggertakan gigi sambil menutup mata karena malu bercampur gemas bercampur...entah apa lagi yang ia rasakan. Ia meletakkan ponsel itu sembarangan di kasur dan menenggelamkan wajahnya sendiri ke bantal. Kemarin Daniel...sekarang Sean...Apa Angela bermaksud menyebarkan apa saja yang mereka lakukan ke seluruh dunia?

"Kak!! Aku kan tidak sengaja!!" Angela tertawa sambil menyenggol-nyenggol bahunya. Rayhan mengangkat wajahnya dan menoleh pada Angela.

"Aku tidak akan menyalahkanmu, Kak, jika gara-gara hal tadi kau tidak berselera melanjutkan apa yang kita lakukan tadi." Angela mengedip-ngedipkan bulu matanya menggoda Rayhan.

Sejenak Rayhan terdiam dan menatap gadis ajaib yang ada di sampingnya itu tanpa berkedip. Ia kemudian bangun, hendak melakukan sesuatu yang seharusnya ia lakukan sejak kemarin.

"Kak!! Apa yang kaulakukan?" Angela kebingungan saat Rayhan membuka kancing celana jeans Angela, menariknya kuat-kuat hingga terlepas dan menyisakan kemeja serta celana dalam Angela.

"Aku..." Rayhan tersenyum manis. "Akan memukul bokongmu, Angela."

Kelopak mata Angela melebar. "Memukul bokongku?"

Rayhan duduk dan menarik tangan Angela pelan. "Benar." Ia memposisikan Angela berbaring tertelungkup di pangkuannya.

"Wow...wow!! Tunggu dulu, Kak. Aku tidak akan menolak jika kau ternyata menyukai cara bercinta yang agak menyimpang seperti Christian Grey. Tapi kumohon kau melakukannya dengan pelan untuk pertama kali ini karena aku tidak pernah melakukan BDSM, dominasi, submisi atau apapun itu sebelumnya dan aku harus beradapta...Kak!! Apa yang...?"

Angela menjerit saat tangan Rayhan benar-benar memukul bokongnya. Tidak terlalu sakit, karena kakaknya melakukannya dengan tidak serius, tapi tetap saja terasa nyeri sedikit. Cepat-cepat ia berdiri dan menjauh dari Rayhan sambil memegangi bokongnya.

"Christian Grey, heh? Fantasimu terlalu liar. Itu tadi untuk kenakalanmu." ujar Rayhan yang masih duduk di tepi tempat tidur.

"Kau jahat, Kak!! Aku kan hanya bercanda padamu." protes Angela tidak terima. "Apa kau tidak punya sedikit pun rasa humor?!"

"Aku sudah selesai menghukummu. Kembali kemari, Angela." Rayhan mengulurkan sebelah tangannya.

"Tidak mau!!"

"Apa kau ingin dihukum lagi?"

"Makanya aku tidak ingin kembali ke sana. Apa Kakak pikir aku begitu bodoh?" Angela menjulurkan lidahnya mengejek Rayhan.

Rayhan seketika berdiri dan membuat Angela terkejut.

"Sialan kau, Kak!! Aku tidak mau!!" Angela mengumpat sambil berlari.

Tapi sebelum ia mencapai pintu, tangan Rayhan sudah melingkari pinggangnya dan ia merasakan kakinya melayang dari lantai. Sekejap kemudian tubuhnya sudah mendarat di kasur dengan pelan. Ia meronta sementara Rayhan menindih tubuhnya.

"Aku hanya bercanda, Angela." Rayhan tertawa melihat tingkahnya. "Reaksimu begitu di luar dugaanku. Kupikir kau memiliki selera humor yang tinggi."

Angela berhenti meronta dan mengernyitkan alisnya dengan marah. "Benarkah, Kak? Kalau kau memukulku lagi aku akan balas menggigitmu! Menggigitmu!" Angela menyeringai memperlihatkan giginya.

"Aku tidak keberatan. Kau sudah sering mengigitku." Rayhan menciumnya hingga Angela lupa. Hingga Angela bergelantung mengalungkan lengannya di leher Rayhan dan balas menciumnya dengan gairah yang manis.

____________________

"Papa...Kak Re kemari untuk meminta restu menikahiku. Aww!!!" Angela mengaduh kesakitan karena Rayhan menjewer telinganya.

"Angela! Tidak bisakah kau berhenti bercanda di depan makam Papa?" geram Rayhan.

"Aku serius, Kak." Angela mengusap-usap telinganya dengan cemberut. "Sebenarnya aku ingin menangis setiap mengingat Papa. Tapi aku sudah berjanji tidak akan menangisi kepergiannya."

Angela meletakkan buket bunga di atas makam ayahnya setelah tadi selesai menaburkan helaian-helaian bunga. Di sekeliling nisan ayahnya juga masih banyak berjejer karangan bunga.

"Kuharap Papa bahagia di sana." lanjut Angela sambil berdiri kembali.

"Kurasa Papa bahagia di sana, Angela."

Angela menoleh dan tersenyum. "Bagaimana kau bisa yakin, Kak?"

Rayhan mengangkat bahu. "Hanya yakin saja. Entah kenapa." sahutnya singkat.

Sebenarnya saat terbaring sekarat, Rayhan bermimpi bertemu dengan ayah mereka yang menyuruhnya untuk kembali. Setelah itu ia akhirnya tersadar dan mendapati dirinya sedang ada di rumah sakit. Tapi Rayhan tidak pernah menceritakan hal itu pada siapapun. Orang-orang paling hanya menganggapnya berhalusinasi akibat pengaruh obat. Hanya saja ia merasakan pertemuan itu begitu nyata.

"Aku minta maaf kalau aku telah membuatmu pergi empat tahun yang lalu sehingga kau tidak bisa bersama Papa di penghujung hidupnya." gumam Rayhan.

"Tidak apa-apa, Kak. Selama sebelas tahun bersamanya, Papa sudah menunjukkan betapa ia menyayangiku. Percuma saja jika kita hidup lama bersama seseorang yang tidak mempedulikan kita dibandingkan kehidupan yang singkat namun berarti seperti kenangan yang diberikan Papa untukku." Angela tersenyum. "Lagipula aku belum berterimakasih pada Kakak yang telah susah payah menjemputku ke Sydney meski aku tidak mempercayai ucapanmu."

Rayhan hanya mengangguk. Kesehatan ayah mereka bukanlah alasan utama ia menjemput Angela saat itu. Ia begitu ketakutan setelah melihat Angela memutuskan untuk menjadi seorang model pakaian dalam. Selain melindungi Angela dari kemarahan ayah mereka, ia juga tidak rela seluruh dunia dapat melihat tubuh Angela. Tapi semua itu tidak perlu diakuinya saat ini. Jika Angela tahu, ia akan semakin menggebu-gebu melancarkan aksinya.

"Lalu bunga itu untuk siapa?" Rayhan mencoba mengalihkan pembicaraan setelah melihat bahwa Angela masih menyisakan bunga tabur dan sebuah buket bunga lagi di keranjangnya.

"Oh, ini." Angela menunduk. "Kakak belum tahu? Aku juga baru mengetahuinya bahwa ternyata sejak dulu Papa sudah berpesan agar dimakamkan di sebelah makam Mamaku jika meninggal."

Rayhan mengikuti Angela yang berjalan menuju sebuah makam yang terletak persis di sebelah makam ayah mereka. Di sana memang tertera nama ibu Angela. Angela berjongkok kembali dan meletakkan buket bunganya di sana lalu melanjutkan menabur bunga.

"Semasa hidup, Mama tidak banyak waktu untuk mengurusku karena ia sibuk bekerja. Aku mengerti Mama berjuang seorang diri untukku jadi aku tidak mempermasalahkannya. Tapi satu hal yang kusadari betapa Mama menyia-nyiakan hidupnya dengan tidak mempercayai Papa dan aku juga pernah melakukan hal yang sama. Aku tidak ingin hidupku seperti Mama."

Selesai melakukannya Angela kembali berdiri dan tiba-tiba menggandeng lengan Rayhan mendekat. "Mama, aku membawa calon suamiku."

"Angela...." Rayhan mengerang.

Angela hanya tertawa. "Kak, kau sungguh sensitif. Kau tidak benar-benar marah bukan?"

"Tidak. Tapi kumohon seriuslah, Angela."

"Aku serius, Kak. Aku sudah pernah mengatakan tidak akan main-main menyangkut pernikahan, bukan?" Angela menarik Rayhan berbalik. Mereka berjalan bergandengan menuju jalan utama makam yang terletak agak jauh. "Kau juga pernah mengatakan akan melamarku, Kak? Saat kita bertengkar dulu di apartmentmu. Apa Kakak serius saat itu?"

"Keadaanku saat itu berbeda dengan sekarang, Angela."

"Apa maksudmu dengan keadaan berbeda?!" Angela dengan sengit menghadang Rayhan sambil berkacak pinggang.

Rayhan memalingkan wajahnya. "Aku sudah menjelaskan padamu sejak kemarin. Tidakkah kau mengerti?"

"Aku masih melihatmu sama seperti sebelumnya. Tidak ada yang berubah bagiku."

"Bagiku semua sudah berubah, Angela."

Angela tidak bisa berkata-kata untuk beberapa detik. Ia tidak tahu lagi bagaimana harus mengubah pemikiran kakaknya. Sejak dulu hubungan mereka sepertinya hanya berputar di tempat yang sama.

"Seandainya aku hanyalah wanita biasa, apa hal itu akan membuatmu melamarku?"

Rayhan menatap Angela dalam keheningan. Angela menunggu jawabannya.

"Aku...tidak tahu." sahut Rayhan.

Jawaban itu membuat Angela putus asa. Itu sudah cukup menjadi akhir dari pembicaraan mereka tentang pernikahan.

"Baiklah, lupakanlah tentang masalah pernikahan yang kusebut-sebut terus. Tapi dengarkan ini, Kak. Kau akan menikahiku sebelum akhir bulan ini tanpa paksaan dan aku akan memastikan hal itu. Seharusnya kau sudah tahu. Kau hanya membuang-buang waktu seperti yang selalu kukatakan."

Angela melenggang dengan penuh percaya diri. Rayhan tidak tahu harus berkata apa. Angela memang selalu menang darinya dan ia tidak tahu apa yang akan direncanakan Angela nanti.

___________________

Hari menjelang malam saat mereka sudah mencapai rumah. Sore tadi mereka berdua menghabiskan waktu di sebuah pasar malam hanya untuk bermain lempar gelang. Usaha mereka tidak sia-sia karena Angela berhasil membawa pulang sebotol kecap. Angela bersorak gembira karena prestasinya. Padahal jika di kalkulasi, total uang yang mereka habiskan untuk bermain sepadan dengan harga dua lusin kecap berukuran sama.

Rayhan tidak mau merusak harinya dengan memikirkan kecap.

Rasanya tidak begitu mengherankan melakukan hal konyol mengingat ia sedang bersama Angela.

"Kak...menikahlah denganku." bisik Angela di telinganya setelah mereka selesai bercinta untuk yang ketiga kalinya sejak malam hingga dini hari.

Rayhan hampir saja menyebutkan kata 'ya' karena ia masih dalam keadaan terhanyut oleh kenikmatan yang baru saja dirasakannya.  Awalnya memang Angela yang selalu agresif dan merayunya sehingga Rayhan tidak sanggup menolak. Setelah itu, kehangatan dan kelembutan tubuh Angela yang berada di sampingnya selalu membayangi pikiran Rayhan hingga ia tidak bisa tidur. Akhirnya ia tidak tahan dan ganti merayu Angela untuk yang kedua dan seterusnya. Hanya Angela yang bisa membuatnya melakukan hal-hal di luar kebiasaan.

"Karena aku tidak akan menikah jika tidak denganmu." tambah Angela lagi dengan tatapan penuh harap.

Angela berbaring terlentang di bawah tubuhnya. Rambutnya yang ikal terhampar di atas bantal. Tidak ada yang berubah pada Angela. Hanya saja di mata Rayhan ia terlihat semakin cantik. Wujud nyata dari kesempurnaan yang ia impikan. Dan kesempurnaan itu menawarkan diri padanya untuk dimiliki.

Seandainya saja nasib tidak mempermainkan mereka. Seandainya ia bertemu Angela dengan cara yang berbeda, tidak diwarnai oleh dendam dan kebencian.

Menikahlah denganku, Angela.

Rayhan ingin mengucapkannya lagi seperti dulu namun ia tak sanggup.

Ya, Tuhan, kenapa ia harus jatuh cinta pada Angela? Kenapa? Angela adalah sesuatu yang paling diinginkannya sekarang tapi tak bisa ia miliki. Ia takut menikahi Angela. Ia takut jika suatu hari Angela terbangun dan sadar bahwa Rayhan bukanlah yang diinginkannya. Rasanya akan sangat menyakitkan beribu kali dibanding tidak memiliki Angela.

"Aku akan selalu berusaha membuatmu bahagia." Angela menaikkan kedua tangan menyentuh wajahnya.

"Angela..." Rayhan membalas sentuhannya di tempat yang sama. "Aku...yang tidak yakin akan bisa membahagiakanmu." ucapnya.

Angela menggeleng. "Kau tidak perlu berusaha. Hanya dengan bersedia hidup denganku, kau sudah membuatku bahagia, Kak..."

"Angela..."

"Menikah denganmu adalah sesuatu yang kuimpikan sejak aku melihatmu untuk pertama kali..."

"Dengar. Hidup tidak seindah apa yang kaubayangkan. Kau tidak tahu apa yang mungkin akan terjadi dalam sebuah keluarga setelah terjadinya pernikahan..."

"Jika aku tidak menikah, bagaimana aku bisa tahu?!" potong Angela spontan. "Cobalah untuk menikah denganku. Maka kau juga akan tahu apa yang membuatmu ragu akan terbukti atau tidak."

Rayhan terdiam menatap Angela kembali dalam keheningan. Seumur hidupnya ia belum pernah begitu kebingungan dalam memutuskan sesuatu.

Tapi Rayhan hanya ingin Angela bahagia di masa mendatang.

"Kumohon..." Angela mengucapkannya sepelan mungkin di bibirnya hingga hampir tak terdengar.

"Aku...tidak bisa, Angela," jawab Rayhan dalam kepedihan. "Maafkan aku..."

Angela menutupi kedua matanya dengan punggung tangan. Ia terlihat tenang, tapi Rayhan tahu Angela menangis dan tidak ingin memperlihatkannya seperti yang biasa dilakukan.

Dan ia merasa bersalah karenanya. "Suatu hari nanti kau akan mengerti dan merasa lega karena tidak menikah denganku..."

Suatu hari nanti...

"Angela..."

Angela mengangguk-angguk dan mengusap matanya. "Iya...aku mengerti...aku hanya lelah, Kak."

"Kalau begitu tidurlah." Rayhan menyingkir dari atas tubuh Angela dan menyelimutinya dengan perlahan seperti biasa. Ia menggeser tubuhnya dan memberikan ruang lebih pada Angela.

"Apa aku pernah mengatakan kalau aku suka dipeluk olehmu?" gumam Angela dengan suara terisak.

Rayhan mendekatinya kembali dan memeluk Angela. Angela bergelung layaknya bayi dan seperti biasa menggunakan lengan Rayhan sebagai sandaran kepala. Rayhan akan mengalami kram kembali saat bangun tidur nanti, tapi ia tidak terlalu keberatan. Begitulah.

"Aku lelah mengejarmu, Kak." ucap Angela sayup-sayup sambil menguap. "Hampir separuh hidupku kugunakan untuk berharap padamu."

_________________

Pagi hari itu Rayhan kembali mengumpat-umpat karena bangun kesiangan. Sejak Angela bersamanya ia selalu gagal untuk bangun sesuai jadwal. Baiklah, imagenya sudah agak tercemar di mata Sean. Mau bagaimana lagi?

Angela sudah tidak ada di sampingnya dan kamar pun telah rapi. Mungkin saat ini Angela sedang memasak atau bersantai di ruang tamu seperti yang biasa dilakukannya.

Rayhan segera menuju kamar mandi yang ada di sudut kamar seperti biasa dan mandi secepat kilat. Ia akan memantapkan dirinya untuk bekerja hari ini.

Ia sudah selesai berpakaian namun Angela tidak terlihat memasuki kamarnya sejak tadi.

"Angela." panggilnya.

Tidak ada sahutan.

Rayhan mulai agak curiga dan segera keluar kamar.

"Angela." panggilnya lagi.

Namun suasana rumah itu sangat sepi. Yang terdengar hanya suara langkah kaki Rayhan dan kesibukan pedagang serta orang-orang yang lewat di depan jalanan rumah.

Apakah Angela sudah pergi?

Angela memang tidak mengatakan akan selamanya bersama Rayhan, tapi Rayhan tidak menyangka jika Angela pergi secepat ini. Ia masih ragu dan sulit untuk mempercayainya.

Ruang tamu kosong. Rayhan melangkah keluar rumahnya dan mengedarkan pandangan. Angela tidak ada di mana pun.

Ia kembali memasuki rumah dengan kebingungan dan pandangannya tertuju ke atas meja makan di ruangan yang terhubung dengan ruang tamu.

Makanan sudah tersedia di sana.

Dan terdapat secarik note kecil berisi tulisan Angela yang menempel di meja itu.

Selamat tinggal, Kak. Aku senang bersamamu.

Ternyata benar. Angela sudah kembali pada kehidupannya. Pada dunianya. Selama ini, hal itulah yang diinginkan Rayhan tapi entah kenapa ia merasa lesu mendapati kenyataan tersebut. Separuh kehidupannya serasa ikut melayang bersama dengan kepergian Angela.

Ia berpikir akan melihat Angela pagi ini. Mendengar ocehan Angela, melihat senyumnya, menghadapi tingkah Angela yang tidak terduga dan selalu membuatnya terkejut.

Rayhan hampir saja menangis, tapi ia keburu tersadar dan menahannya. Sial, keadaannya begitu menyedihkan.

Entah kenapa ia teringat kembali pada penggalan kalimat yang tertera pada surat yang diberikan ayah angkatnya setelah berpulang.

Jangan pernah menyia-nyiakan orang yang kaucintai, karena hidup ini begitu singkat. Sewaktu-waktu kau bisa membuka mata di pagi hari dan menyadari ia tidak ada di sisimu.

Tidak, Tidak...Ini tidak sama...Ia tidak menyia-nyiakan Angela. Rayhan hanya ingin Angela suatu saat nanti tidak menyesal telah memilihnya.

Tidak ada yang bisa ia lakukan. Rayhan hanya harus menerimanya saja dan melakukan semua hal seperti biasa.

Ia berusaha.

Tapi hidupnya tidak pernah bisa biasa saja seperti yang diinginkannya.

Semua ini karena Angela.

***

1 part lagi ya Makasi...

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top