Part 22-Reason
"Re, kenapa kau tidak mengabariku kalau kau sudah datang?"
Rayhan mendapati Daniel menghubunginya tepat setelah ia baru saja akan memasuki mobil yang terparkir di garasi. "Aku baru saja datang tadi pagi, Niel. Untuk apa kau meneleponku? Kalau kau mengajakku untuk mengikuti olahragamu yang mempertaruhkan nyawa, maaf saja. Hari ini..."
"Sayang sekali kalau begitu." Daniel tertawa. "Tapi sepertinya aku akan menunda kegiatan kita dulu. Budi akhir-akhir ini mengeluh terserang rematik dan dia pasti sedih jika kita tidak mengajaknya."
Rayhan mendesah lega dalam hati dan merasa bersyukur atas penyakit Budi. "Jadi kemana rencanamu hari ini?"
"Tentu saja kita ke klub seperti biasa. Sudah lama kita tidak kesana bukan?"
"Aku tidak bisa, Niel...ada sesuatu..." ucapan Rayhan terhenti karena sebuah mobil mewah berwarna abu-abu metalik baru saja memasuki halaman rumahnya. Dan belum cukup di situ saja, ia melihat Angela keluar dari dalam rumah dengan memakai dress musim panas motif bunga-bunga yang memperlihatkan bahu dan punggungnya.
Angela berjalan dengan riang menuju mobil tersebut dan memasuki pintu penumpang. Rayhan ingin tahu siapa yang menjemput Angela tapi kaca mobil tersebut sangat gelap sehingga tidak mungkin baginya untuk melihat.
"Re...Re..." panggilan Daniel menyadarkannya kembali.
"Aku akan menghubungimu lagi nanti, Niel. Papa menyuruhku ke kantor sepanjang siang ini. Semoga saja kita bisa pergi nanti malam." Rayhan memutus teleponnya. Mobil tadi sudah pergi meninggalkan halaman rumahnya.
Melihat Angela dijemput oleh seseorang memang benar-benar merusak harinya. Tapi ia juga tidak bisa berbuat apa-apa.
"Aku senang kau sudah berbaikan dengan Angela." ayahnya tiba-tiba bergumam tentang hal itu di ruang kerjanya saat mereka baru saja membubarkan meeting. "Bagaimanapun juga suasana akan menjadi lebih tenang apabila tidak ada permusuhan di antara kita sekeluarga."
"Aku sudah memikirkannya, Pa. Dan kurasa tidak ada gunanya diriku membenci Angela."
"Benar, Re. Kau tidak usah mengkhawatirkan dia. Dia anak perempuan. Suatu saat ia akan menikah dan pergi dari rumah kita." ayahnya tersenyum muram. "Papa akan bersedih jika hari itu tiba, tapi mau bagaimana lagi. Yang kuinginkan hanyalah ia mendapatkan seseorang yang menyayanginya, sehingga Papa bisa pergi meninggalkan dunia ini dengan tenang nanti."
Rayhan merasa pilu mendengarnya. Ia kembali teringat tentang hasil cek medis yang tak sengaja ia baca. Seberapa burukkah kesehatan ayahnya ini?
Ayahnya terdiam sebentar sebelum melanjutkan. "Maaf, Re. Mungkin Papa terkesan pilih kasih padanya. Kau jangan marah. Ingat sekali lagi, ia hanya sementara bersama kita."
Rayhan mengangguk. "Aku tidak marah, Pa."
Ia memang tidak marah pada perkataan ayahnya yang mengungkit tentang Angela adalah putri kesayangannya. Sekarang ia tidak peduli pada hal tersebut. Yang lebih membuatnya gemas adalah perkataan ayahnya bahwa Angela akan menikah. Bayangan tentang Angela akan menjadi milik orang lain membuatnya...entahlah...ia juga tidak mengerti.
"Baguslah kalau begitu. Papa sempat khawatir empat tahun yang lalu saat ia mengakui bahwa ia mencintaimu." ayahnya tertawa. "Aku tidak habis pikir bahwa pilihannya bisa jatuh padamu. Tapi syukurlah sepertinya itu hanya perasaan sesaatnya. Kau sudah bisa tenang sekarang, Re."
"Iya, Pa. Aku juga tidak menyangka." Rayhan ikut tertawa sambil mengeleng-gelengkan kepala.
Sial...Bisakah ayahnya tidak memperjelas hal itu padanya?!
________________
"Sepertinya Budi terlihat depresi. Apakah karena rematiknya?" Rayhan bertanya pada Daniel setelah melihat Budi yang sedang duduk termenung di sudut ruangan klub sambil menggambar lingkaran dengan jarinya di dinding.
"Ssstt! Jangan mengucapkannya keras-keras, Re. Atau ia bisa saja bunuh diri." ujar Daniel.
"Kau mencemaskan ia akan mengakhiri nyawa sementara kau sendiri sering membuatnya hampir kehilangan nyawa, Niel!" Rayhan menggertakkan gigi.
"Aku selalu bertanggung jawab tentang hal itu. Buktinya ia masih hidup hingga sekarang." Daniel tertawa. "Aku akan menceritakan penyebabnya padamu tapi kau harus berjanji tidak mengucapkannya keras-keras di depan Budi."
Rayhan mengangguk. Padahal Daniel mengucapkannya keras-keras. Budi sudah mengamati mereka berdua sejak tadi.
"Ia baru saja putus dari si gadis ular."
"Setelah empat tahun menjalin hubungan?" Rayhan tercengang.
"Benar. Si gadis ular baru saja mendapat tawaran menjadi seorang peneliti ular derik di Amerika. Dan ia memutuskan Budi dengan senang hati tanpa pikir panjang."
"Jadi ia lebih memilih ular derik." Rayhan mengucapkannya keras-keras sambil tertawa. Budi langsung melotot padanya dan Daniel ikut tertawa. Sudah lama mereka tidak mendapat kesempatan untuk membully seseorang dan kebetulan sekali hari ini Budi mendapat kehormatan lagi untuk menjadi korbannya.
"Sudah kubilang jangan mengucapkannya keras-keras, Re! Dulu ia gagal dengan Desy dan sekarang si ga..."
"Sial, Daniel...ia membawa botol minuman kemari!!" Rayhan langsung menarik Daniel sehingga Budi tidak jadi mendaratkan pukulan di kepalanya.
"What?! Kau serius, Bud!! Padahal kami tidak serius mengatakannya." Daniel dan Rayhan berlari ke dinding sambil tertawa.
"Sebelum bunuh diri, aku akan membunuh kalian berdua lebih dulu!!" Budi berdiri di depan mereka dan terlihat marah.
"Sabar, kawan." Rayhan meraih lengan kanan Budi dan mengambil botol minumannya dengan santai, sementara Daniel meraih lengan kirinya. Mereka mendudukkan Budi di sofa kembali.
"Kami adalah sahabat sejatimu." ucap Daniel.
Budi melirik ke kiri dan ke kanan. "Benarkah? Kenapa aku merasakan hal yang sebaliknya?"
"Itu hanya perasaanmu saja." Daniel tersenyum. "Kita bisa mengupayakan sesuatu untukmu. Mungkin kau perlu melakukan pendekatan dengan wanita lain." Daniel memandang langit-langit dan memikirkan sesuatu.
"Bagaimana kalau Lisa, sekretaris Sean?" usul Daniel setelah berikir sejenak.
"Apa Sean akan mengijinkan?" Rayhan terlihat ragu. "Lisa bahkan sudah lari terbirit-birit jika melihat kita dalam radius lima puluh meter. Kelihatannya ini tidak akan berhasil."
"Ini pasti berhasil, Re." sanggah Daniel.
"Aku tidak yakin..."
"Pasti, Re!"
"Tunggu dulu, kalian berdua. Aku baru ingat sesuatu." Budi tiba-tiba memotong perdebatan mereka dengan riang. "Bukankah Daniel mengatakan padaku kau baru saja menjemput adikmu, Re. Bagaimana kalau aku melakukan pendekatan padanya? Kau pasti mengijinkan bukan? Bukankah selama ini kau merasa risih karena ia mengejar-ngejarmu? Dengan begini kita akan saling menguntung...." Budi berhenti mengucapkannya setelah melihat tampang seram Rayhan. Ia mulai menggeser bokongnya ke arah Daniel.
"Jika aku mendekati Lisa, Sean bisa saja membunuhku dengan alasan mengganggu ketentraman karyawannya. Apa kau tidak merasa iba padaku, Re?!" Budi memprotes.
"Aku setuju denganmu, Niel. Lisa adalah pilihan yang tepat." putus Rayhan.
Daniel hanya tertawa.
_______________
Keesokan paginya, Rayhan kembali melihat Angela menuruni tangga dengan pakaian yang menyiratkan bahwa ia hendak keluar rumah kembali. Ia sedang berdiri di ruang tamu saat melihat Angela turun dan Angela sepertinya tidak melihat kehadirannya.
"Kelihatannya kau ada janji?"
Angela terkesiap. Ia cepat-cepat mengambil kacamata hitam di tas dan langsung memakainya. Rayhan selalu kesal melihat Angela menggunakan kacamata hitam itu meski Angela pantas mengenakannya.
"Kau membuatku terkejut, Kak. Kupikir tidak ada orang." Ia mengelus dadanya. "Aku memang akan pergi." Angela mengambil ponselnya dari tas tangannya dan mengecek sesuatu.
Rayhan sebenarnya ingin bertanya dengan siapa Angela akan pergi, tapi pertanyaan itu terkesan sangat ingin tahu sehingga ia mengurungkannya. "Baiklah. Kau juga perlu bersenang-senang."
Angela menoleh padanya. "Benar, Kak. Terimakasih atas pengertianmu." Ia tersenyum sekadarnya.
Kenapa pembicaraan mereka jadi aneh seperti ini?
Ia dan Angela memang sudah melupakan semua dendam yang ada namun entah kenapa Angela semakin terasa jauh darinya. Atau mungkin itu hanya perasaannya saja.
"Ah, temanku sudah datang." suara mobil yang memasuki pekarangan rumah membuat Angela terlihat lega dan langsung melangkah keluar.
Tanpa sadar Rayhan mengikutinya dan kembali melihat Angela dijemput oleh mobil yang sama dengan kemarin. Mobil berwarna abu-abu metalik. Siapa sebenarnya yang menjemput Angela?
________________
"Kenapa gue harus ngejemput elo lagi?!" Vaya bersidekap saat melihat Angela masuk ke mobilnya kembali.
Kemarin pagi-pagi sekali Angela menelepon Vaya dan meminta temannya itu untuk menjemputnya. Angela sebenarnya tidak yakin Vaya akan bersedia mengingat sikap Vaya yang masa bodoh, tapi ternyata temannya itu datang.
Angela sempat terkejut melihat perubahan Vaya. Vaya bertambah cantik, meski ia selalu mengenakan kacamata itu. Hanya saja Vaya sekarang lebih modis. Ia menggunakan dress tapi dengan warna-warna tertentu yang ia sukai seperti hitam atau abu-abu. Sangat cocok dengan imejnya yang berasal dari keluarga aristokrat. Angela pernah membayangkan seandainya ia terlahir di keluarga seperti Vaya, tapi itu hanya pikiran sesaatnya dan ia segera menghapusnya. Ia lebih suka menjadi diri sendiri.
"Ya, temen gue sementara ini cuma elo, Vay." Angela terkikik. "Elo juga sebenernya suka kan ditemenin gue?"
Vaya memutar bola matanya. "Gue pikir lo bakal ngehubungin Justin pertama kali begitu balik Indonesia. Nggak nyangka aja, Njel."
"Cepet atau lambat Justin pasti bakal tau gue udah di Indo, Vay. Mending gue ngabisin waktu ama elo deh dulu."
"Justin udah tau, Njel." celetuk Vaya.
"What?! Kok dia bisa cepet banget taunya?!"
"Pakai nanya! Siapa yang kemarin upload foto-foto lo di rumah gue ke IG. Justin langsung ngehubungin gue malam itu juga karena hape lo katanya nggak aktif dan gue terpaksa bilang iya."
Angela meringis. "Iya juga ya..."
Sebenarnya Angela merasa tidak enak untuk bertemu dengan Justin. Justin begitu baik padanya. Tanpa Justin ia mungkin masih bekerja sebagai tukang sapu di Sydney. Semua yang ia dapatkan selama ini adalah berkat usaha dan koneksi dari Justin.
Dan Angela tidak tahu bagaimana ia harus membalasnya....
Betapa Angela ingin agar dirinya bisa segera mencintai Justin, tapi hari itu tidak kunjung tiba. Ia tidak mengerti pada dirinya sendiri. Sesungguhnya seorang wanita normal tidak akan merasa kesulitan untuk jatuh cinta pada pria seperti Justin. Apa yang tidak dimiliki oleh Justin? Ketampanan, kekayaan dan kebaikan semua ada pada dirinya. Dan ia menerima Angela meski Justin tahu bagaimana latar belakang dirinya.
Angela tidak ingin memberi harapan palsu pada Justin meski ia sedang dalam situasi yang rapuh. Bahkan ia selalu berdoa setiap hari agar Justin selalu diberi kesehatan dan mendapatkan gadis lain yang lebih cantik dan lebih baik daripada dirinya. Berharap agar Justin menemukan kebahagiaannya sendiri.
Sekarang Justin sudah tahu bahwa dirinya sudah pulang dan sebentar lagi Angela tidak akan terkejut bila Justin muncul di depan rumahnya. Bagaimana penampilan Justin sekarang setelah empat tahun berlalu? Mungkin pandangannya terhadap Justin sekarang bisa berubah setelah melihatnya lagi. Semoga saja...
"Tadi bukannya yang di teras itu kakak lo ya? Kalian udah baikan?" pertanyaan Vaya menyadarkan Angela kembali ke kenyataan.
"Iya, Vay. Gue udah membalas semua perlakuan dia ke gue. Dan sekarang kita udah nggak ada urusan apa-apa lagi. Lagian dia juga udah bersikap baik sama gue." jelas Angela.
"Ya udah, berarti lo juga udah bisa move on dari dia. Gue ngerasa lega denger hidup lo udah baik-baik aja." balas Vaya.
"Pastilah, Vay." Angela tertawa.
Sudah bisa move on? Angela meringis dalam hati mendengarnya.
Sebenarnya ia juga sempat memikirkan apa yang menyebabkan kakaknya menjadi baik kepadanya. Apa terjadi sesuatu dalam hidup kakaknya itu selama empat tahun Angela tidak berada di Indonesia? Dan apa juga alasan kakaknya menyuruhnya kembali jika ternyata ayah mereka tidak sakit seperti alasan yang ia ungkapkan? Angela benar-benar ingin tahu!!!
Tapi kakaknya itu tetap bersikeras bahwa alasannya adalah ayah mereka sakit.
__________________
"Njel!! Lo tega Njel! Pulang-pulang nggak menghubungi calon suami lo!"
Angela menggertakkan gigi saat menerima telepon dari Justin malam itu saat ia sedang bersantai di sofa ruang tamu.
"Berhenti ngomong yang iya iya deh, Tin. Gue emang sengaja nggak ngehubungin elo soalnya ntar lo pasti nuntut oleh-oleh." gurau Angela.
"Gue jemput kesana sekarang ya? Gimana? Gue lagi ada di Radical nih. Lagi ada party elo pasti suka deh, Njel."
"Tin Tin!! Gue paling anti ama acara party-party macem gitu deh. Tiap catwalk aja gue pasti nahan-nahan diri ngenikmatin acara party padahal terus terang gue lebih suka kasur kamar gue. Gue nggak bisa minum banyak-banyak, Tin."
"Yah...padahal lo kan bakal jadi calon istri pemilik klub." Justin terdengar mendesah kecewa. "Ya udah jangan minum, Njel. Datang-datang aja, gimana?"
Angela baru saja akan menjawab ocehan Justin saat beberapa orang di pintu depan memasuki ruangan.
"Bentar aja lanjut ya, Tin. Gue ada tamu."
"Ya, lo siap-siap aja, Njel. Gue udah berangkat kesana."
"Apa?!" Angela tidak bisa lebih terkejut lagi mendengar kepedean tingkat dewa Justin. Belum sempat ia menjawab, Justin sudah memutus teleponnya.
Sial...
"Angela?"
Angela menoleh pada suara yang memanggilnya. Ternyata yang bertamu ke rumahnya adalah seseorang yang dikenalnya.
"Kak Daniel!!" Angela langsung berdiri dan tersenyum senang menyambutnya. "Ada apa kemari? Mencari Kak Rayhan pasti ya?"
"Benar, Angel. Ah, itu dia turun." Daniel melihat ke arah tangga. Angela juga menoleh sekilas dan mengetahui bahwa kakaknya turun dengan santai sambil mematikan ponselnya. "Kami baru saja menghubunginya tadi."
Angela hanya mengangguk.
"Aku sempat tidak percaya, tapi ini benar dirimu, Angela!" Daniel memandangnya naik turun. Angela melihat seseorang lagi di belakang Daniel yang ternganga menatapnya. Ia baru menyadari keberadaan orang itu.
"Ah, perkenalkan Angela. Ini Budi. Kau baru bertemu dengannya bukan?" Daniel menarik Budi dengan riang.
Angela mengulurkan tangannya untuk bersalaman tapi orang yang bernama Budi itu tidak menyambut tangannya dan malah mematung dengan mulut membentuk huruf O.
Ia mulai merasa malu dan menarik tangannya kembali. "Apa ia baik-baik saja?" Angela bertanya pelan sambil menoleh pada Daniel.
"Sudahlah....lupakan dia." Daniel berdecak sambil mengajaknya berbalik kembali ke sofa. "Lebih baik kita berbicara tentang dirimu, anak manis. Kudengar kau sudah menjadi seorang model. Jika suatu saat nanti kau tertarik untuk menjadi model video klip ataupun artis, kau bisa menghubungiku." Daniel menyerahkan kartu namanya.
"Niel! Bisa-bisanya kau membicarakan bisnis di saat seperti ini!"
Daniel dan Angela menoleh pada Budi. Ternyata Budi sudah mendapatkan kembali kesadarannya.
Rayhan duduk di sofa depan mereka sambil menonton semua keributan yang terjadi. Jadi sekarang kedua temannya ini sudah melihat Angela yang baru. "Bisa kita berangkat sekarang?"
"Kau curang, Re! Aku mulai mengerti kenapa kau tidak memperbolehkanku. Ternyata kau menyimpan adikmu untuk dirimu sendiri."
Ucapan Budi membuat Rayhan dan Angela tercengang. Angela bahkan hampir merona mendengarnya tapi ia berusaha menenangkan diri.
"Aku tidak menyimpannya, Bud! Meskipun Daniel yang mendekatinya aku juga tidak akan setuju. Aku sudah mengenal bagaimana kehidupan kalian." balas Rayhan.
"Apa maksudmu, Re?! Kehidupanmu juga tidak jauh berbeda bukan? Kita bertiga hampir sama!" protes Budi.
Daniel tertawa mendengarnya.
Rayhan mulai agak khawatir dengan ucapan Budi. Budi terkenal suka ceplas-ceplos. Agak mirip dengan Daniel, hanya saja Daniel sengaja melakukannya sedangkan Budi tidak.
"Tapi kau sudah tenang sekarang, Re." Budi ikut tertawa. "Adikmu sudah di sini itu berarti kau berhasil membawanya pulang. Bukankah terakhir kali kau bilang ayahmu mengancam akan mencoretmu sebagai ahli waris jika tidak berhasil membawa adikmu pulang?"
Angela menoleh dengan tatapan syok pada Budi. Daniel yang ada di sebelahnya berhenti tertawa dan meringis.
Rayhan terutama.
Keinginannya yang terbesar adalah ingin mengubur Budi hidup-hidup sekarang juga. Sial!! Apa yang ia takutkan terjadi seketika, pantas saja ia tadi merasakan firasat buruk. Tapi itu adalah kesalahannya. Ia yang mengatakan alasan tersebut pada Daniel. Daniel pasti menceritakan pada Budi dan sekarang bom waktu itu meledak.
Rayhan menoleh pada Angela.
Angela hanya terdiam.
Dan semua juga ikut terdiam sehingga suasana menjadi hening.
Rayhan tidak tahu apa yang ada dalam pikiran Angela. Yang jelas ia khawatir setengah mati. Baru saja ia berbaikan dengan Angela dan sekarang ia tidak bisa memprediksi bagaimana sikap Angela padanya setelah mendengar semua ini.
"Apa aku salah bicara?" Budi meringis melihat keadaan di sekitarnya.
"Tentu saja tidak, Kak." Angela secara mengejutkan berdiri dan tersenyum pada Budi. "Malah ucapan kakak memperjelas segalanya."
Ia melangkah menuju tangga tanpa menatap pada Rayhan atau siapapun.
"Permisi semuanya." terdengar suara yang membuat semua perhatian tertuju pada pintu depan.
Rayhan melihat seorang lelaki muda yang memasuki rumahnya sambil tersenyum penuh percaya diri. Ia hampir melupakan wajah tampan itu tapi ia samar-samar teringat.
"Justin?!"
Yah...dan ucapan Angela semakin memperjelas ingatannya sekarang.
***
Keep komen n vote ya. Kalian cepet banget ngevote 5K. Giliran author dikerjain readers ini namanya! 6k for next ya.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top