CHAPTER 4
Title: OUR SPRING DAY
Cast: Namjoon, Jin, Yoongi, Hoseok, Jimin, Taehyung, Jungkook -#NamV #NamKook #YoonSeok #JinMin #JinV
Lenght: Three Shoot (5 Chapter include Prologue & Epilogue)
Rating: 15+
Author: Tae-V [Line KTH_V95, Twitter KTH_V95]
CHAPTER 4
.
Busan, Mei 2016.
Setelah lelah merayakan perayaan first trip mereka, ketujuh anak muda itu berkumpul di lantai tiga, di kamar Yoongi, Hoseok, dan Jimin akan tidur.
Karena kamar itu paling luas, dan mereka belum berencana untuk tidur, mereka memutuskan berkumpul disana.
Taehyung terus saja menempel pada Jin kemanapun Jin bergerak malam itu.
"Hyeong~ Besok kau yang masak sarapan ya? Nanti kutemani belanja ke pasar, oke?" sahut Taehyung.
"Memang kau tahu dimana pasarnya?" tanya Jungkook, yang sedang duduk bersebelahan dengan Namjoon di sofa yang ada di dalam kamar itu.
"Aku akan bertanya padamu~" sahut Taehyung.
Tanpa disadari Taehyung, Namjoon terus memperhatikannya yang sedari tadi terus menempel kepada Jin.
Perasaan kecewa bercampur cemburu bergejolak dalam hati Namjoon.
Dan tanpa Namjoon sadari, Jungkook sedari tadi terus memperhatikan Namjoon yang tengah diam-diam memperhatikan Taehyung.
"Apa sebesar itukah... Perasaanmu pada Taehyung hyeong?" tanya batin Jungkook.
Rasa sakit tiba-tiba menjalari dada Jungkook, namun ia berusaha agar perasaannya tidak terlihat dari ekspresi wajahnya.
Sementara itu, Yoongi dan Hoseok tengah berjalan masuk ke dalam kamar mandi, bersiap untuk menggosok gigi.
Jin memperhatikan Jimin, yang sejak tadi memasang ekspresi cemberut.
Jimin tengah berusaha melepaskan antingnya yang terpasang di telinga kirinya karena anting itu menyangkut di rambut pinknya dan membuatnya kesakitan.
Jin menghampiri Jimin lalu membantu Jimin melepaskan anting itu dari telinga Jimin, lalu melepaskan lilitan rambut yang menyangkut di anting itu.
Ekspresi wajah Jimin meringis kesakitan.
"Sebentar lagi selesai..." sahut Jin sambil berusaha melepaskan lilitan rambut di anting Jimin.
"Kau... Kenapa? Wajahmu terlihat agak kesal.." tanya Jin sambil berbisik.
"Gwenchana..." sahut Jimin pelan.
"Kau... Marah padaku? Karena aku tak sekamar denganmu?" tanya Jin.
"Kau kan sudah berjanji akan tidur sekamar denganku kemarin..." sahut Jimin pelan dengan ekspresi kecewa di wajahnya.
"Mian... Kau lihat sendiri tadi kan, Taehyung memaksaku sekamar dengannya..." sahut Jin.
"Cih..." gerutu Jimin.
Taehyung sedang asik melihat-lihat foto-foto mereka di handphonenya, jadi ia tidak sadar Jin dan Jimin tengah mengobrol dengan serius tak jauh di hadapannya.
Sementara itu, Namjoon yang merasa kecewa karena Taehyung terus menempel pada Jin, memejamkan kedua matanya. Karena lelah dikerjai tadi, ia jadi sangat mengantuk dan tanpa sadar ia tertidur.
Jungkook, yang duduk disampingnya, mendapat ide untuk menjahili Namjoon.
Jungkook mengambil spidol di atas meja, lalu mencoret-coret pipi Namjoon sambil tertawa kecil.
Yoongi yang melihat kejadian itu dari kaca kamar mandi, berjalan keluar kamar mandi sambil terus menggosok giginya, menatap ke arah Jungkook yang sedang asik mencoret-coret pipi Namjoon.
Ekspresi wajahnya seolah berkata, "Apa ia cari mati?"
Hoseok ikut menyusul keluar kamar mandi sambil terus menggosok giginya, ia berdiri tepat disamping Yoongi, dan ikut menatap ke arah Jungkook.
Tatapannya juga seolah berkata, "Bocah ini tidak takut dimarahi Namjoon kah?"
Setelah selesai mencoret-coret pipi Namjoon, Jungkook merebahkan kepalanya di bahu Namjoon sambil tersenyum.
"Seandainya saja... Waktu berhenti saat ini... Aku... Akan sangat berbahagia, bisa bersandar seperti ini ke pundak Namjoon hyeong..." gumam batin Jungkook.
Setelah selesai melihat-lihat foto di galeri handphonenya, Taehyung melihat Jimin yang sedang berabring di atas kasur dengan memasang ekspresi cemberut.
Taehyung berbaring di sebelah Jimin.
"Waeyo, Jimin ah? Wajahmu menunjukkan kau sedang kesal.." tanya Taehyung.
"Gwenchana.." sahut Jimin.
"Jinjja gwenchana?" tanya Taehyung.
"Uhm..." sahut Jimin. Matanya terpejam, malas meladeni Taehyung. Hatinya masih kesal karena Taehyung sama sekali tidak peka.
Seingat Jimin, Taehyung pernah berkata, "Jimin ah... Kau.. Menyukai Jin hyeong, kan?" beberapa bulan yang lalu. Memang, waktu itu Jimin tidak menjawab pertanyaan Taehyung. Namun bagi Jimin, seharusnya pertanyaan yang tidak dijawab itu sudah menjadi sebuah jawaban!
Jadi, bagi Jimin, itu artinya, Taehyung tahu kalau Jimin menyukai Jin. Lalu, mengapa Taehyung terus saja menempel pada Jin padahal ia tahu Jimin menyukai Jin?
Tak lama setelahnya, mereka kembali ke kamar masing-masing.
.
.
.
KRING~
Alarm handphone Jin berbunyi.
Refleks saja Jin dan Taehyung bangun terduduk di atas kasur mereka. Wajah mereka menunjukkan bahwa mereka masih sangat mengantuk. Rambut mereka masih sangat acak-acakan.
"Sudah jam enam, hyeong?" tanya Taehyung.
Jin menganggukan kepalanya.
"Ayo kita belanja bahan makanan ke pasar..." sahut Taehyung.
"Ne~" sahut Jin sambil menguap. "Hoaaahhhmmmm~"
"Aku cuci muka dan sikat gigi dulu, hyeong..." sahut Taehyung.
"Araseo..." sahut Jin. "Aku nanti saja sekalian mandi sepulang dari pasar.. Kutunggu kau di lantai satu ya..."
"Oke~" sahut Taehyung.
Ketika turun ke lantai satu, Jin melihat Jimin tengah duduk sendirian di sofa.
"Yang lain?" tanya Jin.
"Belum ada yang turun.. Yooongi hyeong dan Hoseok hyeong masih tertidur.. Entah bagaimana kalau Jungkook dan Namjoon hyeong.." sahut Jimin.
Jin duduk di samping Jimin. Jin melirik ke arah tangga, namun tidak ada tanda-tanda seorangpun ada disana.
Jin menggenggam tangan Jimin.
"Kau... Tahu kan... Betapa aku mencintaimu, Jimin ah?" sahut Jin.
Jimin menganggukan kepalanya.
"Maaf kalau aku megecewakanmu..." sahut Jin.
"Kita sama-sama saling tahu kalau kita saling mencintai... Tapi mengapa kita tidak bisa bersama?" sahut Jimin dengan ekspresi sedih.
"Sudah berapa kali kukatakan... Taehyung begitu menyukaiku... Dan aku... Tidak ingin menyakiti siapapun... Karena kita bertujuh ini bersahabat..." sahut Jin.
"Kau tidak bisa berpacaran denganku... Karena takut hal itu akan melukai Taehyung,,, Dan membuat persahabatan kita ini terpecah... Ya kan, hyeong?" tanya Jimin.
Jin menganggukan kepalanya.
"Mianhae, Jimin ah... Aku lebih memilih menjaga keutuhan persahabatan kita daripada memilih berkencan denganmu..." sahut Jin. "Padahal aku... Juga begitu mencintaimu..."
"Kau... Memang memiliki hati yang terlalu baik, hyeong..." sahut Jimin dengan ekspresi sedih.
Tiba-tiba saja langkah kaki terdengar.
"Ayo, hyeong~" sahut Taehyung sambil berlari kecil menuruni anak tangga.
Jin melepaskan genggamannya di tangan Jimin.
"Uh? Kau sudah bangun, Jimin ah?" tanya Taehyung.
Jimin menganggukan kepalanya.
"Kau mau ikut dengan kami?" tanya Taehyung.
Jimin menggelengkan kepalanya.
"Araseo~ Ayo, hyeong~ Kita berangkat..." sahut Taehyung sambil merangkul pundak Jin.
.
.
.
Tak terasa waktu berjalan begitu cepat.
Sore pun tiba.
Saatnya ketujuh anak muda itu kembali ke Gangnam dan mengakhiri liburan mereka.
Sebelum ke Busan Station, mereka menyempatkan mampir dulu sejenak ke pantai, melihat sunset yang sangat indah disana.
Mereka berdiri berjejeran, dan Jimin berdiri tepat di sebelah kanan Jin.
Tepat ketika matahari terbenam di hadapan mereka bertujuh, tangan kanan Jin menggenggam erat tangan kiri Jimin diam-diam.
Tidak ada yang menyadarinya karena semua mata terpana menatap sunset yang sangat indah itu dihadapan mereka.
.
.
.
Gwacheon, Februari 2017.
Jin berjalan ke dalam sebuah gedung tua untuk menemani sepupunya yang tengah melakukan photoshoot untuk foto prawedding di dalam gedung tua itu.
Gedung tua itu kosong, namun terlihat bernuansa sangat romantis.
Jin berkeliling melihat-lihat gedung tua itu.
Dan ia berdiri tepat di tengah ruangan.
Jin menatap ke atas, dan anak tangga yang melingkar setinggi tiga lantai itu terlihat di hadapannya.
Membuat ingatannya kembali ke saat itu.
Ketika ia dan keenam sahabatnya pertama kali tiba di rumah Jungkook dan berlarian ke atas.
Dada Jin tiba-tiba terasa sangat sakit, seperti ditusuk-tusuk jarum tumpul.
Suara tawa dan langkah kaki keenam sahabatnya itu dapat terdengar dengan sangat jelas di telinganya.
Jin memejamkan kedua matanya, dan air matapun menetes dari kedua matanya yang terpejam itu.
"Bogoshipda..." gumam Jin. "Musim semi... Cepatlah datang... Kumohon..."
.
.
.
Gangnam, Mei 2016.
"Hyeong... Apa kau tahu ada apa dengan Jimin? Akhir-akhir ini ia jadi pendiam dan sering mengacuhkanku..." sahut Taehyung ketika sore itu ia sedang berjalan bersama Jin menuju ke toko kue untuk mengambil kue pesanan ibu Taehyung.
"Jinjja? Ia bersikap seperti itu di hadapanmu?" tanya Jin.
Taehyung menganggukan kepalanya. "Sejak kita pulang dari Busan... Apa aku berbuat salah terhadapnya? Tapi.. Apa? Seingatku, aku tidak ada masalah dengannya.."
Jin menatap wajah Taehyung. Ekspresi sedih dan kecewa terbentuk di wajah Taehyung.
"Mungkin, ia masih sedih mengingat kematian sahabatnya itu.." sahut Jin, berusaha menghibur Taehyung.
"Ne..." sahut Taehyung sambil menganggukan pelan kepalanya.
Dari kejauhan, Namjoon juga ternyata tengah berjalan dengan Hoseok, menuju toko buku yang ada disamping toko kue itu.
"Uh? Bukankah itu Jin hyeong dan Taehyung?" sahut Hoseok.
Namjoon menatap ke depan. "Majjayo, itu mereka..."
"Hyeong! Taehyung!" Hoseok berteriak sambil melambaikan tangannya.
"Uh? Itu Hoseok dan Namjoon..." sahut Jin.
Taehyung menatap ke depan, lalu melambaikan tangannya.
"Mengapa akhir-akhir ini... Taehyung jadi semakin sering berduaan dengan Jin hyeong?" gumam Namjoon dengan ekspresi kecewa ketika Hoseok berlari mendekat ke arah Jin dan Taehyung.
.
.
.
"Mengapa kau bersikap seperti itu kepada Taehyung? Kau marah padanya?" sahut Jin malam itu ketika ia berduaan dengan Jimin di taman dekat rumah mereka.
"Apa maksudmu, hyeong?" tanya Jimin.
"Kalau kau mau marah, marah padaku! Taehyung tidak tahu apa-apa... Mengapa kau memusuhinya?" tanya Jin. Nada bicaranya mulai meninggi.
"Kau ini kenapa, hyeong?" gerutu Jimin. Jimin merasa aneh, tidak biasa-biasanya nada bicara Jin setinggi ini kepadanya.
"Taehyung menceritakan semuanya padaku.. Mengenai bagaimana kau memperlakukannya akhir-akhir ini..." sahut Jin. "Aku.. Tidak suka melihat caramu memperlakukannya seperti itu.. Ia tidak tahu apa-apa, mengapa kau melampiaskan rasa kesalmu padanya?"
Jimin terkejut mendengar ucapan Jin.
"Hyeong... Jawab jujur... Apa kau... Mulai menyukai Taehyung?" tanya Jimin sambil menatap tajam ke arah Jin.
"Apa maksudmu?" tanya Jin sambil mengernyitkan dahinya.
"Lalu, mengapa kau membelanya seperti itu dan memarahiku begini? Apa kau lebih menyukainya ketimbang aku? Mengapa kau membelanya dan justru memarahiku?" bentak Jimin.
Emosi Jimin tengah memuncak, tidak iklas melihat bagaimana cara Jin melindungi Taehyung.
"Jimin ah... Apa cara berpikirmu serendah ini? Apa kau tidak mempercayai perasaanku padamu?" Jin menatap Jimin dengan tatapan penuh rasa kecewa.
"Lalu.. Mengapa kau membelanya? Bukan membelaku?" sahut Jimin. Air mata Jimin mulai menetes.
"Aku memberitahumu begini... Agar kau bisa bersikap lebih dewasa.. Mengapa? Karena aku menyayangimu.. Aku memperhatikanmu.. Makanya aku memberitahumu agar kau bisa bersikap lebih baik! Tapi mengapa yang ada di pikiranmu justru aku memilih Taehyung daripada dirimu?" Jin merasa kecewa karena Jimin berpikiran sesempit itu.
"Hyeong... Taehyung tahu kalau aku menyukaimu! Ia tahu itu, namun ia masih mendekatimu! Apa menurutmu itu masuk akal?" sahut Jimin sambil berusaha menahan agar tangisnya tidak meledak.
"Aniya... Taehyung tidak tahu apapun... Ia pernah berkata padaku, bahwa sepertinya kau menyukaiku, namun aku berkata padanya bahwa itu hanya perasaannya saja... Aku yang mengatakan padanya bahwa antara aku dan kau tidak lebih dari sebuah persahabatan.. Sejak saat itulah ia semakin sering mendekatiku..." sahut Jin.
Jimin memicingkan kedua matanya menatap Jin. "Mengapa kau menjawab begitu? Apa kau... Bohong ketika berkata kau juga menyukaiku?"
"Aku hanya tidak ingin persahabatan kita ini berantakan, Jimin ah! Makanya kujawab seperti itu... Harus berapa kali kukatakan padamu? Harus berapa kali kujelaskan agar kau mempercayai dan mengerti aku?" sahut Jin dengan nada semakin meninggi.
DUAR!
Petir tiba-tiba bergemuruh, dan hujan yang sangat lebat turun saat itu juga, mengguyur tubuh Jin dan Jimin.
Jimin, yang merasa kesal dan sakit hati atas perlakuan Jin, langsung berlari menuju rumahnya menerobos hujan, sementara Jin hanya bisa duduk di kursi taman itu, membiarkan dirinya diguyur hujan deras, sambil berusaha menenangkan emosinya.
.
.
.
"Hyeong... Kalau kau terus seperti ini, bagaimana dengan masa depanmu? Bagaimana dengan masa depan kita?" sahut Hoseok, berusaha mengingatkan Yoongi mengenai masa depannya.
Hoseok dan Yoongi sudah saling memahami perasaan mereka masing-masing, namun mereka memilih berkencan secara diam-diam karena merasa jika hubungan mereka diberitahukan kepada kelima sahabatnya, persahabatan mereka akan menjadi canggung.
Dan akhir-akhir ini, Hoseok semakin dibuat pusing dengan sikap Yoongi yang tidak juga bisa berpikir jauh ke depan untuk masa depannya.
"Apa mimpimu, hyeong? Kau mau menjadi apa setelah lulus kuliah nanti?" Pertanyaan itu selalu ditanyakan Hoseok kepada Yoongi setiap mereka sedang berduaan.
Dan jawaban Yoongi selalu sama. "Molla... Aku... Belum memiliki impian apapun... Yang kutahu, aku suka membuat musik, itu saja.."
"Apa kau pikir musik akan menghidupimu? Lalu, bagaimana denganku? Kalau suatu saat nanti kita menikah, apa aku yang harus bekerja mati-matian untuk menafkahi kehidupan kita?" gerutu Hoseok setiap Yoongi menjawab seperti itu.
Dan pembicaraan mengenai hal ini sudah berlangsung hampir dua bulan belakangan ini diantara mereka. Tanpa ada solusi sama sekali.
Membuat Hoseok sampai di titik lelahnya malam itu.
"Hyeong! Aku lelah! Aku lelah harus terus mengingatkanmu akan masa depanmu dan masa depan kita! Apa sebenarnya, aku pun tak ada dalam masa depanmu?" sahut Hoseok dengan nada sedikit meninggi.
"Hoseok ah..." Yoongi terkejut melihat emosi Hoseok yang tiba-tiba meledak itu.
Air mata Hoseok mulai menetes.
Yoongi berusaha mengahpus air mata Hoseok, namun Hoseok menampis tangan Yoongi.
"Mian, hyeong... Kurasa, lebih baik kau jangan menghubungiku dulu, sebelum kau menemukan apa yang menjadi mimpi dan masa depanmu!" sahut Hoseok sambil berjalan pergi dari rumah Yoongi, menerobos hujan yang sangat deras itu menuju ke rumahnya.
.
.
.
Daegu, Februari 2017.
Yoongi membaca sebuah lirik yang baru saja selesai diciptakannya, sambil menyalakan melodi yang baru saja selesai diciptakannya di komputer kamarnya untuk mengiringi lirik ciptaannya menjadi sebuah lagu.
"So Far Away
It's really a sucks to not have something you want to do
I know that it seems pathetic to not have a dream like every one
"Everything's going to be alright if you go to university and do as we tell you"
I believed in those words but I'm living because I can't die
Just pass me the drink because I want to get drunk today so please don't try to stop me
I don't mind the brand, it might be a luxury for a person with no job to have a drink
Everyone's running but why am I still here x2
So far away, if I had a dream, if only I had a flying dream
don't far away, if I had a dream, if only I had a flying dream
Dream, I will be there for your creation until the end of your life
Dream, wherever you might be (the world) it will be lenient
Dream, you will fully bloom after all the hardships
Dream, your beginnings will seem humble, so prosperous will your future be
Right, I'm living because I can't die but I don't have anything I want to do
I'm in so much pain and loneliness but people around me keeping telling me to regain my consciousness
I try to vent my anger but I only got myself so what's the point of venting my anger
I'm scared to open my eyes everyday and start breathing
Even my friends and family are drifting away, I feel anxious as time passes by
It feels like I'm all by myself, I hope everything disappears when I'm alone
I hope things disappear like mirage, I hope things disappear, I hope my damn self disappears
I'm abandoned like this in the world, in this moment I'm drifting away from the sky
I'm falling
So far away, if I had a dream, if only I had a flying dream
don't far away, if I had a dream, if only I had a flying dream
Dream, I will be there for your creation until the end of your life
Dream, wherever you might be (the world) it will be lenient
Dream, you will fully bloom after all the hardships
Dream, your beginnings will seem humble, so prosperous will your future be
So far away, if I had a dream, if only I had a flying dream
don't far away, if I had a dream, if only I had a flying dream
Dream, I will be there for your creation until the end of your life
Dream, wherever you might be (the world) it will be lenient
Dream, you will fully bloom after all the hardships
Dream, your beginnings will seem humble, so prosperous will your future be
I will be there for your creation until the end of your life
Wherever you might be (the world) it will be lenient
You will fully bloom after all the hardships
Your beginnings will seem humble, so prosperous will your future be
so far away
so far away
so far away
so far away
So far away, if I had a dream, if only I had a flying dream
don't far away, if I had a dream, if only I had a flying dream
so far away
don't far away
so far away
don't far away
Dream, I will be there for your creation until the end of your life
Dream, wherever you might be (the world) it will be lenient
Dream, you will fully bloom after all the hardships
Dream, your beginnings will seem humble, so prosperous will your future be"
Lagu yang tercipta olehnya setelah ia dan Hoseok bertengkar setahun yang lalu di malam berhujan itu.
Impian. Harapan. Cita-cita. Masa depan.
Sesuatu yang nyaris tidak pernah terpikirkan oleh Yoongi. Sesuatu yang membuat hubungannya dengan Hoseok menjadi berantakan. Sesuatu yang menjadi salah satu pemicu retaknya persahabatan mereka bertujuh itu.
"Everything's going to be alright if you go to university and do as we tell you.." gumam Yoongi sambil memandangi tumpukan pakaian dihadapannya itu. "Namun mengapa semua terasa hampa bagiku? Bahkan setelah aku menjadi mahasiswa yang baik, aku tidak juga menemukan apa mimpiku..."
Yoongi menatap sebuah foto yang terpampang di dinding kamarnya. Foto ketujuh anak muda itu, tengah tertawa bersama, dan lengan Yoongi tengah melingkar di pundak Hoseok.
"Bogoshipda..." gumam Yoongi.
.
.
.
Gangnam, Mei 2016.
"Hyeong! Sebenarnya bagaimana perasaanmu kepada Namjoon hyeong?" tanya Jungkook ketika sedang bersama Taehyung di tepi danau sore itu.
"Maksudmu?" tanya Taehyung sambil menatap Jungkook.
"Kau... Tahu kan bahwa Namjoon hyeong sangat menyukaimu? Aku yakin kau pasti tahu! Lalu.. Bagaimana perasaanmu padanya?" tanya Jungkook sambil menatap Taehyung dengan sangat serius.
Taehyung memiringkan kepalanya. "Molla nado..."
"Yaishhh! Apa maumu sebenarnya, hyeong?" gerutu Jungkook. "Apa kau berpikir, kau bisa bersikap seenakmu begini dalam menghadapi perasaan seseorang yang sangat tulus untukmu?"
"Kau kenapa, Jeon Jungkook?" tanya Taehyung, terkejut mendengar Jungkook meninggikan nada bicaranya.
"Aku tadinya berniat mendiamkanmu... Terserah apa yang mau kau lakukan... Apapun sikapmu menjawab rasa suka Namjoon hyeong padamu, itu semua hakmu... Namun akhir-akhir kuperhatikan kau semakin bersikap seenaknya... Kau semakin sering terlihat menempel dengan Jin hyeong, mengabaikan perasaan Namjoon hyeong dengan kejinya seperti itu.. Apa kau tidak pernah berpikir, bagaimana rasa sakit yang dirasakan Namjoon hyeong setiap melihatmu berduaan bersama Jin hyeong?" sahut Jungkook.
Ekspresi wajah Jungkook sangat menunjukkan betapa kesalnya ia kepada Taehyung.
"Lalu... Mengapa kau yang marah-marah padaku?" tanya Taehyung, kebingungan.
"Aku.. Menyukai Namjoon hyeong sudah sejak lama! Kau tidak menyadari itu? Kau bilang kita ini sahabat, tapi kau bahkan tidak bisa membaca jalan pikiranku? Apa kau pikir aku akan tinggal diam melihat pria yang kusukai seenaknya saja dilukai olehmu?" bentak Jungkook.
Taehyung terkejut mendengar pengakuan Jungkook.
"Kau tahu Jimin hyeong menyukai Jin hyeong, namun kau terus saja menempel pada Jin hyeong tanpa memperdulikan perasaan Jimin hyeong! Kau mengabaikan perasaan Namjoon hyeong demi keegoanmu mendekati Jin hyeong! Apa ini yang disebut sebagai sahabat?!" teriak Jungkook. "Kau... Pria paling egois yang pernah kutemui, Kim Taehyung!"
Taehyung terdiam. Mematung.
"Cih!" Jungkook segera berjalan meninggalkan Taehyung seorang diri disana.
"Jimin... Menyukai Jin hyeong? Jungkook... Menyukai Namjoon hyeong? Mengapa aku.. Tidak mengetahui itu semua?" gumam Taehyung. Air mata menetes membasahi kedua pipinya.
Dadanya terasa sangat sakit mendengar semua bentakan Jungkook terhadapnya.
.
.
.
Dua minggu sudah berlalu.
Persahabatan mereka bukannya membaik, justru semakin memburuk.
Jimin mendiamkan Jin dan Taehyung setiap mereka bertujuh berkumpul.
Namjoon, yang mengetahui bahwa Jungkook membentak dan memarahi Taehyung, karena ternyata sore itu Namjoon tak sengaja mendengar pembicaraan Jungkook dan Taehyung dari kejauhan, mendiamkan Jungkook setiap mereka berkumpul.
Namjoon merasa, sangatlah tidak adil meletakkan semua kesalahan pada Taehyung seorang. Apalagi, Namjoon begitu menyayangi Taehyung dan tidak suka melihat bagaimana Jungkook melukai perasaan Taehyung hingga Taehyung menangis sore itu.
Jungkook, tentu saja mendiamkan Taehyung karena kesal. Apalagi, ketika Jungkook dimarahi Namjoon setelah Jungkook membentak Taehyung sore itu. Kebencian Jungkook terhadap Taehyung semakin menjadi-jadi.
Taehyung pun jadi lebih pendiam dari biasanya. Tak ada lagi Taehyung yang periang dan memiliki banyak ide-ide gila di otaknya. Taehyung bahkan sedikit menjaga jarak dengan Jin dan Namjoon, dan lebih memilih selalu bersama Hoseok kemanapun ia pergi akhir-akhir ini.
Sementara Hoseok dan Yoongi, tentu saja mereka juga saling mendiamkan, karena Yoongi belum juga menemukan apa impiannya dan agak kesal dengan sikap Hoseok yang tiba-tiba saja menjauhinya, sementara Hoseok tidak akan pernah mau mengajak Yoongi bicara lagi jika Yoongi belum bisa menentukan apa tujuan hidupnya.
Selama dua minggu itu, keadaan menjadi sangat canggung diantara mereka bertujuh.
Sampai akhirnya, Jin angkat bicara ketika mereka berkumpul malam itu.
"Kupikir, mulai ada yang salah dengan persahabatan ini..." sahut Jin.
Semua mata tertuju padanya.
"Aku... Merindukan kebersamaan kita seperti yang dulu... Tertawa bersama, menangis bersama, menggila bersama, seolah dunia hanya milik kita bertujuh saja..." Air mata mulai menggenangi pelupuk mata Jin.
"Hyeong.." sahut Namjoon.
Jin menghapus air matanya. "Apa kalian tahu, bahwa selama ini aku dan Jimin saling mencintai?"
Taehyung membelalakan kedua bola matanya.
Jimin juga tak kalah terkejutnya, tak menyangka Jin akhirnya membicarakan masalah itu.
"Tapi... Aku menolak Jimin ketika ia meminta agar aku bisa menjadi kekasihnya... Kalian tahu apa alasannya? Karena aku... Lebih mengutamakan persahabatan ini daripada perasaan cintaku!" sahut Jin. Nada bicaranya mulai meninggi.
Membuat keadaan menjadi hening seketika itu juga.
Jimin menundukkan kepalanya.
Yoongi dan Hoseok merasa seolah terpukul dengan pengakuan Jin. Mereka justru diam-diam merahasiakan hubungan mereka sementara Jin rela mengikhlaskan perasaannya demi persahabatan.
"Aku... Berpikir... Bahwa yang terpenting di masa muda kita ini adalah sebuah persahabatan! Persetan dengan cinta! Cinta sejati akan datang pada waktunya nanti ketika kita sudah saling siap untuk melangkah menjadi lebih dewasa! Tapi, di usia kita sekarang ini, bagiku, persahabatan lah yang paling utama!" Air mata Jin kembali menetes.
"Tapi, lihat apa yang terjadi sekarang dengan persahabatan ini? Hanya karena keegoisan kita akan perasaan cinta yang kita pendam masing-masing, kita justru mengorbankan persahabatan yang sudah kita bangun selama bertahun-tahun ini!" sahut Jin lagi.
Semua kepala mulai tertunduk.
Keenam sahabatnya mengiyakan ucapan Jin dalam hati mereka masing-masing. Mereka menyadari, bahwa keegoisan mereka lah yang membuat persahabatan mereka ini menjadi berantakan.
"Kupikir... Kita butuh waktu untuk saling menyendiri..." sahut Jin lagi sambil menghapus air mata di wajahnya.
Semua kepala kembali terangkat, dan semua pandangan kembali tertuju kepada Jin.
"Apa... Maksudmu, hyeong?" tanya Hoseok.
"Kurasa... Kita butuh waktu.. Untuk menyendiri... Memikirkan apa yang sebenarnya terpenting dalam hidup kita... Persahabatan inikah? Atau justru rasa cinta yang tengah kita alami kah? Apakah persahabatan ini masih layak untuk diteruskan? Atau sudah waktunya kita untuk berjalan menapaki jalan pilihan kita masing-masing dan menyudahi persahabatan ini?" sahut Jin.
"Kurasa... Idemu cukup masuk akal,hyeong..." sahut Namjoon.
"Kurasa benar.. Kita butuh waktu untuk berpikir masing-masing... Agar masing-masing kita bisa berpikir matang-matang akan jalan mana yang harus kita lalui kedepannya..." sahut Yoongi.
"Kurasa, kembali ke kampung halaman kita masing-masing adalah satu-satunya cara untuk bisa menyendiri dan berpikir dengan jernih.." sahut Jungkook.
"Jangan ada komunikasi apapun sama sekali selama kita berpisah... Biarpun Jimin dan Jungkook serta Yoongi dan Taehyung sekampung halaman, jangan pernah berkomunikasi sama sekali.. Biarkan waktu nanti yang menjawab semuanya... Mengenai apa yang paling berharga untuk kita pertahankan..." sahut Jin lagi.
Semuanya menganggukan kepala mereka.
"Ini malam terakhir di musim semi tahun ini... Dan ini akan menjadi malam terkahir kita berkumpul, karena mulai besok kita sudah harus berpisah..." sahut Jin.
"Sampai berapa lama, hyeong?" tanya Taehyung.
"Satu tahun? Kurasa satu tahun adalah waktu yang cukup panjang untuk kita saling menjernihkan pikiran dan menginstropeksi diri masing-masing.." sahut Jin.
"Kalau begitu, mari kita bertemu lagi di musim semi tahun depan... Spring Day in 2017..." sahut Namjoon.
"Semoga saja saat itu kita sudah semakin dewasa... Dan bisa menentukan bagaimana nasib persahabatan ini dengan jalan pikiran yang lebih dewasa..." sahut Yoongi.
"Aku akan mengirimkan pesan kepada kalian ketika waktunya tiba... Mengenai dimana kita akan berkumpul dan bertemu lagi di musim semi tahun depan..." sahut Jin.
Keenam sahabatnya itu menganggukan kepalanya.
.
-TBC-
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top