7


"Apa? aku harus seperti Aisyah? Siapa  dia? Mengapa aku harus seperti dia? Apa kelebihan dia?" tanya Nita beruntun saat pertama kali mereka ke luar berdua, dan makan di sebuah kedai bakso, ba'da Isya'.

"Aku akan cerita, kalau kau mau kita lanjut, nggak mau ya sudah, aku nggak mau ambil pusing," ujar Adit tanpa senyum, mulai mengunyah baksonya perlahan.

"Iyaa aku mau dengarkan, aku mau nurut kamu deh," ujar Nita semakin mendekatkan kursi ke arah Adit.

"Nggak usah terlalu dekat, kamu nggak tuli kan?" ucapnya dengan wajah dingin. Dan Nita memundurkan kursinya lagi, meski mangkel tapi karena sejak awal ia tertarik pada Adit tetap ia paksakan untuk bersabar.

Nita kaget bukan main setelan mendengar cerita dari Adit. Bagaimana mungkin ia harus mengubah dirinya seperti Aisyah cinta pertama Adit, tapi ia mau mencoba karena cintanya yang begitu besar pada laki-laki tampan nan dingin yang saat ini duduk di sampingnya, Nita bertekad akan mencoba.

Sejak saat itu, Nita semakin sering ke kantor tempat Adit bekerja, sekadar mengirim makan siang pada Bapaknya dan Adit juga, selepas Nita mengajar. Biasanya Adit hanya menatap sekilas boks makan siang yang diantar Nita, dan Nita berusaha bersabar melihat tingkah Adit karena Adit sudah mulai mau ia ajak ke rumahnya dan kadang tampak berbicara hangat dengan bapaknya di teras, perkembangan yang sangat bagus untuk orang sedingin Adit.

Setelah sebulan mengenal Nita, Adit merasa bahwa hatinya tak juga merasakan debar aneh, ia tak merasakan apapun pada Nita, tapi tekadnya tetap seperti niat awalnya, yaitu menikahi Nita, hingga suatu ketika, saat keluarga Nita ada acara keluarga ke Solo, maka Adit sempatkan mengambil cuti, sekalian akan mengajak Nita ke Jogja untuk bertemu langsung dengan Aisyah.

***

"Ibu, ada tamu, tapi kayaknya wajahnya mirip bapak, deh" ujar pembantu Aisyah dan Aisyah ke luar.

Ia bertanya-tanya, dan Aisyah maklum karena pembantunya orang baru di rumahnya yang juga baru.

Ini hari Sabtu pagi, dan suaminya masih asyik berkutat di ruang gym, sejak usai subuh tadi setelah meneguk segelas air madu dan telur setengah matang, suaminya masih asyik dengan barbel lalu sepeda statis dan terakhir treadmill.

Aisyah masih sempat mengantar teh hangat yang diirisi lemon segar dalam botol besar. Suaminya ternyata masih asik pushup. Akhirnya Aisyah tinggalkan karena suaminya hanya menoleh dan tersenyum, namun tetap melanjutkan aktivitasnya.

***

"Eh, Aditya, masuk Dit, mbak panggilkan mas mu yaa, eh mari masuk ini temannya Adit ya?" Aisyah tersenyum ramah dan wanita yang ada di samping Adit tersenyum canggung.

Setelah duduk Aditya mengenalkan wanita cantik di sampingnya.

"Ini Qonita, mbak, biasa dipanggil Nita, calon istri saya," ujar Adit mengenalkan.

"Oh, alhamdulillah, iya, iya, silakan duduk dulu ya, ini ada kue dan cemilan lainnya, saya panggilkan mas Setya dulu ya," Aisyah masuk dan berjalan agak tergesa-gesa.

***

"Apa, Adit mengenalkannya sebagai istri?Ngawur anak itu, belum apa-apa, sudah mengenalkan istri, jangan-jangan cuma pelarian saja karena ndak dapat kamu," ujar setya sambil memakai kaos lengan panjangnya.

"Ih mas ini, itu niat baik, kita doakan saja," ujar Aisyah.

Berdua mereka ke luar, menemui Aditya.

Setya melihat adiknya dan wanita di sampingnya berdiri, bersalaman dengan mereka dan duduk kembali.

"Kamu siap menikah? Apa perlu kami meminta ke rumah calonmu?" tanya Setya tanpa basa-basi.

"Maaf, kami masih penjajakan," ujar Nita.

"Loh, katanya calon istri?" tanya Setya.

"Emmm...maksud saya, saya merencanakan menikahinya mas," ujar Adit pelan.

"Sudah berapa lama saling kenal?" tanya Setya.

"Satu bulan," jawab Adit.

Setya terbelalak.

"Baru satu bulan, kau berani sekali membawa anak gadis orang ke sini, dari tempat yang jauh, kamu ini ngawur Dit, jangan tanggung-tanggung kalau mau melangkah, nikahi langsung jika niat kamu ibadah," suara Setya terdengar tak enak. Aisyah mengusap lengan suaminya.

"Eh ayo, dicicipi dulu, ini kuenya, dan mbak ambilkan minuman dingin ya," ujar Aisyah memecahkan kekakuan lalu masuk ke dalam dan kembali lagi dengan nampan berisi minuman dingin.

"Dik, Nita apa kegiatannya?" tanya Aisyah.

"Guru TK, mbak di sebuah sekolah Islam swasta," jawab Nita.

"Wah pasti menyenangkan, mbak dulu juga ngajar loh, pengabdian setelah kuliah, tapi ya karena menikah, jadi sudah sibuk dengan kegiatan di rumah, apalagi sejak hamil bawaannya jadi cepat capek," ujar Aisyah dan Adit sempat melirik wajah bahagia Aisyah.

Setya menangkap tatapan mata Adit pada istrinya dan menghela napas, ia menyadari jika adiknya masih terlihat menyukai istrinya.

"Dit, cepat bawa Nita pulang kembali ke Kalimantan, kamu ini ngawur, kalau aku jadi orang tuanya aku pukuli kamu, baru sebulan sudah di bawa ke tempat jauh," ujar Setya.

"Maaf, mas, saya masih mau ke Solo, sebenarnya Bapak dan Ibu saya asli Solo, hanya karena Bapak saya kerjanya di dinas kehutanan Balikpapan jadi saya di sana sejak kecil, ikut Bapak," ujar Nita menjelaskan.

"Tetap saja tidak boleh, kurang patut, kalian belum ada hubungan serius, baru sebulan kenal , melakukan perjalanan sejauh ini, gimana sih Dit," ujar Setya lagi.

"Maksud saya, saya ingin menitipkan Nita di sini mas, kalau berdua di rumah kan kurang patut," ujar Adit.

"Baik, hanya malam ini, lalu secepatnya kembali ke Balikpapan, mas belikan tiket pesawat," ujar Setya tak mau tahu.

Aisyah kembali mengelus lengan suaminya.

"Iya Dit, nggak papa di sini, biar sama mbak, di sini kan ada Rani juga dan untuk sementara ada Ibu dan Bapakku juga, kamu menginap di sini juga nggak papa, banyak kamar di sini," ujar Aisyah.

"Adit biar di rumah ibuk saja Dik," ujar Setya memutuskan dan Adit mengangguk.

"Aku pamit mas, titip Nita, mbak Ais," Adit berdiri dan mencium punggung tangan Setya.

***

"Sini dik Nita, mau bantu mbak?" tanya Aisyah dan Nita mengangguk.

"Bantu apa mbak Ais?" tanya Nita dan Aisyah terlihat menata ruang baca.

"Wah lumayan banyak koleksi bacaan mbak," ujar Nita.

"Iya buku-buku sejak di pondok pesantren sampai terakhir yang dibelikan mas Setya, macam-macam koleksi mbak, ada buku-buku fiqih, parenting, sampai resep masakan juga ada," ujar Aisyah tergelak.

Nita menatap Aisyah dengan tatapan kagum.

"Mbak nggak bosan di rumah saja nggak kerja apa-apa?" tanya Nita.

Aisyah menggeleng.

"Ya cari kesibukan Dik, sampai sekarang mbak rajin nulis, buat artikel yang berguna untuk perbaikan akhlak, yang rutin terbit tiap bulan di pondok pesantren, lagian mas Setya tidak begitu suka aku kerja, dan aku patuh saja, karena dia suamiku," sahut Ais kembali melanjutkan merapikan buku-buku.

"Mbak mencintai mas Setya pastinya ya?" tanya Nita.

"Iyalah, kan dia suami mbak, mbak sangat, sangat mencintainya, meski awalnya tak mudah, kamu tahu nggak, kami dijodohkan loh," Aisyah kembali tertawa dan Nita melihat wajah cantik di depannya tampak bahagia. Nita menunduk dan menatap lama buku yang dipegangnya.

"Kenapa dik?" tanya Aisyah.

"Adit selalu bercerita tentang mbak, dia ingin saya banyak belajar dari mbak, tentang apa saja," ujar Nita lirih dan mulut Aisyah terbuka lebar karena kaget.

"Adit bilang saya harus banyak tanya ke mbak, Adit juga cerita ke saya, sebenarnya cinta pertamanya ya mbak Ais," ujar Nita pelan.

Aisyah menutup mulutnya karena kaget.

***

Bagi kalian yang mengikuti cerita Adit di work You are My Destiny akan melihat ada sedikit perubahan alur, karena cerita ini hanya akan tamat sampai di part ke 15 maka aku belokkan sedikit alurnya, jika mengikuti alur seperti You are My Destiny kawatir akan jadi cerita yang panjang pastinya jadi lebih dari 15 part

Ok sekarang numpang promo dulu ya

😍😍😍😍😍😍😍

✨✨✨

9 Mei 2020 (23.40)

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top