4
"Apa alasan Saudara mengajukan pindah ke Kalimantan?" tanya Direktur perusahaan tempat Adit bekerja.
"Saya masih muda Pak, saya ingin menimba pengalaman sebanyak-banyaknya, saya tidak berpikir tentang penghasilan yang memang jauh lebih besar jika saya ada di sana sekali tidak, saya hanya ingin lebih mandiri, sebenarnya saya berat berpisah dengan ibu saya Pak, tapi akan lebih baik begini, kapan lagi, mumpung kator cabang yang di Balikpapan butuh supervisor."
Pak Abraham direktur tempat Adit bekerja mengangguk sambil tersenyum, ia melihat pemuda yang ada di depannya bukan hanya cerdas tapi juga punya semangat yang tinggi, meski kadang ia melihat pemuda di depannya ini terlihat sedih, tapi kinerjanya tetap bagus.
"Saya mohon pamit dulu Pak, mau bergabung dengan rekan kerja yang lain, hari ini kami akan meluncur ke anak perusahaan terdekat." Adit pamit sambil bersalaman pada bosnya.
Adit melangkah dengan ringan, ia harus bisa melupakan Aisyah, cara terbaik yaitu dengan menjauh dari wanita itu, dia berharap semoga proses pindahnya segera terlaksana.
***
"Ya Allah Setyaaaa bagaimana ceritanya, bagaimana bisaaaa?"tanya Bu Partinah sesaat setelah Setya bercerita bagaimana pertemuan Adit dan Aisyah yang ternyata bagi Adit sangat berkesan namun tidak bagi Aisyah.
"Oalaaah ya kok bisa gitu, yah ibu maklum Setya, kita hampir bisa dikatakan tak pernah bertemu Aisyah, meski orang tua angkatnya adalah saudara jauh bapakmu, karena ia anak angkat yang diambil oleh dik Parjo sekitar usia tujuh delapan tahun lah, dan sejak usia itu juga dia lebih banyak menghabiskan waktunya di pondok pesantren, kalau ada pertemuan keluarga ia jarang berkumpul selalu saja ada di dapur, malu dan minder kata dik Parjo, ah Adiiit Adiiit, dulu dia sempat dekat sama teman kuliahnya eh kok ya nggak ada ceritanya lagi, takut katanya karena anak orang kaya, bingung ibu sama anak itu Setya, dia pendiam masalahnya," ujar Bu Partinah resah.
"Kita doakan saja Bu, semoga Adit menemukan jodohnya yang baru," ujar Setya.
"Nah itu Aisyah sudah siap, mau berangkat sekarang ta?"
"Iya ibu, biar nggak kemaleman karena mas Setya kan mau istirahat dulu di rumah, dan di sana saya sudah menemukan pembantu bu, mbok Sinem yang akan selalu menemani saya, tetangga di dekat rumah, bukan pembantu sih Bu, lebih ke teman saja, karena saya akan tetap melakukan semua pekerjaan," ujar Aisyah menjelaskan.
Aisyah masih terlihat pucat, ia mencium punggung tangan ibu mertuanya dan Bu Partinah memeluk Aisyah.
"Jaga makannya ya Ais harus dipaksakan makan meski setelahnya kamu akan muntah lagi, kasihan bayinya, kalau kamu turuti kemauanmu untuk tidak makan,"
"Iya ibu, Aisyah pamit Ibu,"
"Iyaaa hati-hati Setya, nggak usah ngebut-ngebut santai saja," ujar Bu Partinah.
"Saya bawa Pak Pujiran sopir saya bu, nanti biar dia nginap di penginapan di sana, nggak bagus memang tapi ya lumayanlah untuk istirahat," ujar Setya.
"Ya benar lebih baik begitu, ibu jadi nggak kepikiran, ya sudah sana kalau kalian mau berangkat,"
Keduanya menuju mobil Setya yang terparkir di depan rumah asri itu.
****
Bu Partinah memegang dadanya saat Adit menceritakan keinginannya untuk pindah ke Balikpapan, ia tahu kesedihan anaknya, tapi tak pernah terpikir jika efeknya sampai sejauh ini.
"Ibu tahu kau sakit Nak, Ibu tahu dadamu sesak tiap melihat Aisyah, tapi ibu sudah tua Dit, ibu ingin kalian bertiga ada di dekat ibu," suara Bu Partinah mulai serak, Adit hanya mampu menunduk, ia tak berani menatap wajah ibunya.
"Mas Adit nggak kepikiran kami hanya berdua di sini?" tanya Rani, matanya juga berkaca-kaca, gadis yang biasanya usil itu terlihat tak bisa menahan air matanya.
"Mungkin Adit laki-laki cengeng Ibu, tapi rasanya dada terasa sesak tiap kali melihat Mas Setya memeluk istrinya di depan Adit, Adit memang beberapa kali suka pada teman kuliah tapi tak seperti perasaan Adit pada Aisyah, Ibu, maafkan Adit kalau terpaksa harus meninggalkan Ibu dan Rani, tapi Adit ingin bangkit, ingin melanjutkan hidup, makanya Adit mengajukan diri saat di Balikpapan butuh supervisor, Adit akan selalu menghubungi Ibu dan Rani, bisa video call kalau kangen, proses pindah Adit juga cepat Bu, karena di Balikpapan banyak kerjaan dan karyawannya sedikit, baru minggu lalu Adit ngajukan, dan langsung proses pindah, besok malam Adit berangkat Ibu," ujar Adit.
Bu Partinah memeluk Adit, ia menangis agak lama, ikut merasakan sakitnya penderitaan Adit. Adit yang tak banyak bicara memang lebih tertutup daripada Setya. Tak lama Bu Partinah melepas pelukannya, menghapus air matanya dan menatap wajah Adit yang matanya telah memerah menahan tangis.
"Ibu ikhlas melepasmu, Nak, jika itu jalan yang kau pilih, jalan yang kau anggap akan menyembuhkan lukamu, saran ibu hanya satu, carilah wanita sholeha, jangan berpikir untuk menemukan orang yang sama seperti Aisyah, tidak ada manusia yang sama, bahkan kembar sekali pun, dan ingat, jangan lemah hatimu karena masalah ini masih ada Allah tempatmu mengadu, bahkan saat kau tak mampu berkata apapun Allah tahu apa yang kau inginkan, jangan lupa sholat dan ngaji, ibu jauh di sini, tak selalu bisa mengingatkanmu lagi,"
Adit hanya mengangguk, berulang ia usap matanya, sejujurnya berat meninggalkan ibunya, namun ia tak ingin hidupnya terus berputar di sekitar Aisyah hingga tak ada waktu memikirkan yang lain.
"Adit masuk ke kamar dulu Ibu, mau menyiapkan baju dan barang-barang yang akan di bawa," ujar Adit, Bu Partinah mengangguk, namun isaknya masih terdengar. Saat Adit menghilang ke kamarnya, Rani mendekat ke arah ibunya.
"Ibuuu, Mas Adit carikan juga dong jodoh kayak Mas Setya, kali aja dia mau balik ke sini lagi." Bu Partinah mengangguk dan matanya terlihat bersinar.
"Iya ya, ibu kok tidak berpikir ke sana, akan ibu carikan Rani, semoga cocok untuk Adit," ujar Bu Partinah sambil menatap Rani yang juga terlihat tak ingin Adit pindah ke tempat lain yang sangat jauh.
***
Keesokan harinya ba'da sholat isya' Adit pamit, Bu Partinah dan Rani kembali menangis, mereka tak mengantar sampai bandara karena Bu Partinah tak tega melihat Adit yang nantinya pasti akan semakin membuatnya tak henti menangis.
"Adit berangkat Ibu, Rani, Adit sudah ditunggu teman Adit yang juga pindah ke Balikpapan, kami diantar mobil perusahaan ke bandara." Adit mencium punggung tangan ibunya lalu Bu Partinah memeluk Adit lagi.
"Baik-baik di rumah ya Rani, bantu Ibu," ujar Adit setelah melepas pelukan ibunya.
"Pamitlah pada Masmu, Dit," ujar Bu Partinah saat Adit akan melangkah meninggalkannya.
"Iya Ibu, setelah saya tiba di bandara nanti," sahut Adit.
Bu Partinah merasa dadanya semakin sakit saat Adit melangkah meninggalkan rumah, lalu semakin terasa kosong dadanya saat mobil yang membawa Adit berlalu dari hadapannya.
***
Sementara di kontrakan Aisyah, Setya berusaha agar Aisyah nyaman bergelung dalam pelukannya, karena sejak kehamilannya sepertinya Aisyah agak sulit tidur.
Tak lama terdengar notifikasi masuk ke ponsel Setya. Setya mencium rambut Aisyah dan meraih ponsel yang berada di meja kecil dekat kasur.
Setya membuka dan membaca pesan yang ternyata dari Adit.
Saya pamit mas, saya berangkat malam ini, saya sudah di bandara dan akan segera takeoff, doakan saya semoga bahagia di tempat baru mas...
Setya menghela napas, ia hanya menatap tulisan Adit di ponselnya, berharap adiknya melanjutkan hidup di tempat baru dengan keadaan yang lebih baik, hatinya pun lebih terobati.
***
5 Mei 2020 (14.03)
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top