2


"Sini Dit, masuk ini loh kenalkan mbak iparmu."

Bu Partinah terlihat bahagia dan berwajah cerah saat mengenalkan Aisyah, istri Setya pada Adit.

Adit meraih punggung tangan ibunya lalu kakaknya, Setya, ia cium dengan takzim lalu menatap sekilas mbak iparnya yang telah menangkupkan kedua tangannya di depan dadanya. Adit hanya membungkukkan badannya, tersenyum kaku dan hendak melangkah ke kamarnya.

"Duduk di sinilah dulu Dit, wong ada mbakmu ipar loh," pinta Bu Partinah.

"Adit ke kamar dulu, Ibu."

Adit berlalu, berusaha melangkah dengan wajar meski rasanya seperti tak punya kekuatan. Membuka pintu kamarnya, lalu menutupnya lagi.

Adit menyandarkan badannya, berusaha mengatur napas yang sesak sejak awal ia melihat wanita itu, wanita yang tanpa lelah ia cari, kini ia menemukannya namun cara menemukan wanita yang ia cintai, berujung dengan cara menyakitkan.

Ia bergerak perlahan, meletakkan tasnya di meja kerjanya, lalu membuka lemari bajunya. Matanya nanar menatap kerudung warna coksu, meraihnya lalu menciumnya dengan mata berkaca-kaca.

"Berakhir sudah pencarianku Aisyah, ternyata Aisyah namamu, aku mencarimu tanpa kenal lelah, tapi kini Allah menempatkanmu di sisi kakakku, selesai sudah, meski dengan akhir yang menyesakkan."

Adit bergumam dengan hati hancur, ia tak mampu menangis, hanya matanya memerah menahan sakit teramat sangat.

Baru kali ini ia jatuh cinta dan langsung hancur tak bersisa. Ia berharap banyak pada wanita yang ia cari namun Allah menunjukkan kuasanya dengan cara yang lain. Ia kalah sebelum memulai pertarungan. Sekali lagi ia atur napas berusaha menetralkan jantungnya dan dengan langkah pasti ia akan mengembalikan kerudung warna coksu itu pada pemiliknya.

Dulu ia berharap ada kejadian manis dari kerudung coksu itu, ia berharap akan ada senyuman dari pemiliknya dan berlanjut menjadi hubungan yang lebih pasti, tapi kini selesai sudah.

Adit membuka pintu kamarnya, dan berharap ia akan bisa bertemu Aisyah saat wanita itu sedang sendiri entah bagaimana caranya. Adit melangkah menuju dapur melewati kamar Setya dan hatinya kembali bergemuruh saat mendengar rengekan manja Aisyah pada kakaknya.

"Maaaas ...,"

"Biarin Mas peluk erat, toh kamu istriku."

Adit menghela napas ia berbalik menuju kamarnya lagi, menutup dengan suara pelan dan bergegas menuju kasurnya merebahkan diri, menutup mata dengan lengannya.

***

Adit membuka matanya, saat ada usapan halus di bahunya, ia melihat ibunya yang menatapnya dengan wajah cemas.

"Ada apa Dit? Ada yang kamu pikir Nak? Kamu terlihat sangat sedih, cerita sama Ibu, kerjaan atau gimana? Atau ada kabar wanita yang kamu cari?" Bu Partinah sangat tahu bagaimana anak-anaknya.

"Wanita itu Ibu," sahut Adit pelan. Bu Partinah beringsut mendekati anaknya, ia melihat kesedihan yang teramat sangat di mata Adit.

"Kau menemukannya?" tanya Bu Partinah, Adit mengangguk.

"Lalu?" Bu Partinah semakin penasaran, meski ia sudah menduga akhir kisah anaknya pasti berujung duka jika melihat kilat putus asa di mata Adit.

"Ternyata dia sudah menikah Ibu," sahut Adit dengan suara parau.

"Oalah leee, kamu tahu dari siapa? Sudah kamu pastikan?"

Bu Partinah mengusap bahu Adit berkali-kali, Adit menatap wajah ibunya yang tak kalah sedih dengan dirinya.

"Sudah Adit Pastikan Ibu, sudah Adit lihat, berakhir sudah pencarian Adit, Adit ikhlas, ini sudah jalan Tuhan," sahut Adit dengan suara pelan.

"Yang tabah Nak ya, Ibu yakin Allah akan memberimu jodoh terbaik," ujar Bu Partinah berusaha menghibur Adit meski hatinya juga ikut hancur.

"Ibu tinggal dulu ya, ayo makan dulu, itu semuanya baru selesai makan, istri Setya alhamdulillah langsung ke dapur membereskan semuanya, beruntung benar kakakmu Dit, istrinya itu bukan cuman cantik, tapi juga alhamdulillah ibadahnya, dan kerjaan rumah tangga dia juga bisa, sempurna alhamdulillah si Aisyah itu, Ibu doakan nanti jodohmu seperti dia sholehanya, lalu siapa nama wanita itu Dit, katamu tadi kan sudah kamu termukan?"

"Aisyah, Bu," sahut Adit.

"Laaah kok bisa sama namanya kayak mbak iparmu?"

sekuat tenaga Adit berusaha tersenyum meski sakit.

***

Adit bergegas ke luar dari kamarnya begitu ibunya menghilang di balik pintu. Ia melangkah cepat menuju dapur, dan menemukan Aisyah yang baru saja mencuci piranti makan.

"Ini kerudungmu aku kembalikan," ujat Adit sambil meletakkan kerudung warna coksu di meja makan dan segera berbalik.

Adit melangkah hendak meninggalkan Aisyah yang menatapnya penuh tanya.

"Sebentar, kau siapa, mengapa ini ada padamu?" tanya Aisyah bingung. Dengan posisi tetap memunggungi Aisyah, Aditya bersuara.

"Bumi perkemahan tak jauh dari pondok pesantremu, setahun lalu, mahasiswa yang terkena pecahan kaca, malam api unggun,"

Aditnya berlalu tanpa menoleh lagi.

Aisyah masih bingung, siapa Aditya, ia berusaha mengingat semua peristiwa setahun lalu tapi semuanya buntu.

Barukali ia bertemu Aditya, sejak awal laki-laki itu menghindarinya, Aisyah bingung, mengapa seolah Aditya enggan melihatnya, seolah membencinya.

***

Sementara Adit duduk sendiri di taman samping rumahnya, matanya menatap rimbunan tanaman dan juga kolam ikan, berkali-kali ia menghela napas, pikirannya mengembara ke mana-mana.

Kau benar-benar melupakanku, sementara aku mencarimu, bahkan bertanya pada sesama peserta pelatihan bagi pembina pramuka..tak kutemukan, kau ternyata dekat bahkan sangat dekat, masih kerabat jauh bapak yang tak pernah bertemu karena sejak bapak meninggal kami jadi jarang saling mengunjungi dan terlebih lagi kau habiskan hampir seluruh waktumu di pondok pesantren.

***

Agak lama di dekat kolam ikan, akhirnya Adit masuk kembali ke kamarnya untuk berwudu karena adzan ashar telah terdengar, ia menoleh ke arah kamar Setya dan mendengar tawa Aisyah juga Setya.

Setelah mandi dan sholat ashar, Aisyah mengeringkan rambutnya. Tiba-tiba Setya menyodorkan kerudung warna coksu ke hadapan Aisyah.

"Sayang ini kerudung kamu, aku temukan di bawah tadi, kok harumnya bukan kayak punya kamu, aku mencium parfum Adit, aneh ya? "

Aisyah bingung ia harus menjawab bagaimana, jika menjawab jujur ia takut ada sesuatu antara kakak beradik itu, akhirnya Aisyah memutuskan mengatakan hal yang memuatnya bingung.

"Eeeemm aku juga bingung mas, tadi tadi Dik Adit mengembalikan padaku, punyaku katanya, kok bisa? kapaaaan? aku merasa tidak pernah meminjamkan kerudung pada laki-laki, untuk apa, kan lucu laki-laki pakai kerudung, aku mengenal laki-laki ya hanya mas Setya saja, selebihnya nggak tahu, aku benar-benar nggak tahu cerita dibalik kerudung coksu itu," ujar Aisyah panjang lebar.

Setya menghembuskan napas, ia mengingat kembali sekitar setahun lalu, Adit selalu mengatakan pada ibunya bahwa ia sudah menemukan orang ia sukai, hanya merasa kehilangan karena tidak tahu keberadaannya, apa yang dimaksud adalah Aisyah? ah Setya merasa mendapat teka-teki yang sulit, karena setelah beberapa bulan dengan wajah putus asa Adit mengatakan kehilangan jejak wanita yang ia cari.

"Lah kok malah mas yang melamun?"Aisyah mengusap rahang Setya.

"Tunggu dulu, Adit mengatakan di mana kalian bertemu?" tanya Setya.

"Dia bilang bumi perkemahan dekat pondok pesantrenku, tahun lalu, lah aku bolak balik kemah di sana, dan karena aku salah satu pengurus dari saka bhakti husada ya kalau ada yang luka, sakit ya aku sama teman-teman se saka yang bantu-bantu petugas kesehatan, aku benar-benar lupa mas, bener, namanya petugas kesehatan kan terlalu banyak yang dikerjakan, lupa pada pasiennya heheh," ujar Aisyah dengan lugu.

Setya memandang wajah cantik Aisyah, diusapnya pipi istrinya yang sejak tadi mata indahnya mengerjab-ngerjab, Setya hanya membayangkan Adit yang dirawat Aisyah, lalu terpesona pada wajah cantiknya.

"Coba ingat, kapan kamu pernah menolong pasienmu, dan terpaksa harus memakai kerudungmu untuk membebat lukanya?" Setya membantu Aisyah mengingat kejadian yang melibatkan kerudung penuh misteri itu.

Aisyah diam lama, lalu sejenak ia membuka mulutnya dan mengangguk-angguk.

"Iyaaa iyaaa kayaknya itu malem .... ooooalaaah iya sih Adit tadi bilang malam api unggun, duh kok aku telmi, aku sama Dik Mai baru dari posko setelah masak untuk teman-teman saka, lah kok ada orang mengaduh dan mendesis ya aku datangi ternyata ada dua mahasiswa laki-laki, tapi karena kayaknya butuh pertolongan ya kami datangi, kami senter eh kayak ada pecahan kaca, untungnya posko dekat, setelah kami bersihkan ya untuk sementara nunggu bantuan perban yang kebetulan habis, ya pakai kerudungku, aku bebat lukanya karena darah terus mengalir, sudah gitu saja, nah selanjutnya ya Kak Arman yang mengobati karena bantuan perlengkapan medis datang," ujar Aisyah merasa lega karena ia akhirnya ingat.

"Hanya itu, tidak ada pertemuan lagi diantara kalian?" tanya Setya penasaran.

"Nggak maaas, nggak ada, aku malah lupa kalau itu Adit," ujar Aisyah lagi.

****

Sore itu Aisyah bercengkrama dengan ibu mertuanya dan Rani. Mereka tampak akrab dan tertawa, entah apa yang menjadi bahan pembicaraan.

Setya melihat Adit yang menatap lekat wajah Aisyah dari ruang makan, berkali-kali mengembuskan napas dan kaget saat Setya menepuk bahunya.

"Eh Mas, dari mana?" tanya Adit gugup.

"Lihat kolam ikan, makasih kamu masih merawatnya dengan baik," ujar Setya dan duduk di samping adiknya.

Adit hanya mengangguk dan hendak bangkit, namun tangan Setya menahannya.

"Mas ingin tanya, jawab dengan jujur, Aisyahkah yang kamu ceritakan pada kami? bahwa akhirnya kamu menemukan wanita yang bisa membuatmu jatuh cinta namun akhirnya kamu menyerah karena kamu tak menemukan keberadaannya?"

Adit kaget, ia tak menyangka kakaknya akan bertanya seperti itu.

***

3 Mei 2020 (13.44)

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top