#9 Dia lagi?!

Semejak kejadian hujan badai lalu yang berakhir dengan adu jotos antara Kei dan cowok bernama Kevin, kehidupan sekolah Rin yang damai mulai sedikit terusik. Gadis itu selalu teringat kata-kata Kevin padanya, ditambah rasa penasarannya terhadap Kei dan pertanyaan-pertanyaan di kepalanya tentang hubungan kedua cowok yang mengaku berteman tapi saling jotos itu. Rin tahu dia tak seharusnya memendam rasa ingin tahu urusan orang lain. Tapi mengingat kehadiran Kei yang mendadak hilang sejak kejadian itu membuatnya khawatir juga. Hampir seminggu Kei, Gatra dan Joe tak nampak di sekolah, lebih tepatnya tak tertangkap oleh mata Rin. Di kantin, perpustakaan, saat latihan voli juga Gatra sang kapten absen, entah ketiga cowok itu ada di kelas atau tidak, Rin belum berani mengintip ke lorong kelas XI. Chacha yang duduk disamping Rin sampai kesal sendiri melihat temannya itu uring-uringan dan kadang melamun. Rin memang belum menceritakan kejadian itu pada siapa pun dan itu juga salah satu alasan Chacha kesal karena merasa Rin menyembunyikan sesuatu darinya.

"Please deh Rin, kalo ada masalah tuh cerita dong. Ngeliat kamu kayak gini tuh bikin kesal aku tau. Lagi mikirin apa sih?!" Rin meringis menanggapi omelan Chacha. Temannya itu kalau sudah marah akan susah membujuknya, Rin pernah jadi saksi perjuangan Dito selama tiga hari karena dicuekin Chacha yang marah padanya. Daripada merasakan apa yang dialami Dito, akhirnya Rin menceritakan rasa penasarannya tentang absennya  Trio seminggu ini.

"Ooh kamu gak tau? Kak Kei kan dikirim sebagai perwakilan sekolah ke SMA Langit, kayak study banding gitu deh Kalau kak Gatra mungkin lagi sibuk ngurusin acara untuk pensi yang tinggal dua minggu lagi kan dia anggota OSIS dan kak Joe memang izin selama seminggu ikut turnamen Judo. Tumben baget kamu penasaran sama Trio handsome Rin?" Rin berdecak kagum mendengar penjelasan Chacha yang rinci, seketika ia menyesali dirinya yang sudah uring-uringan gak jelas. Mengapa ia sampai lupa kalau teman sebangkunya ini sumber paling update.

"Gak apa-apa sih cuma penasaran aja gak ada kehebohan lagi. Emangnya study banding sampai seminggu?"

"Memang aku bilang seminggu ya? cuma tiga hari kalo gak salah, rombongan sekolah kita baru berangkat kemarin, nah Senin nanti SMA langit yang kesini. Eh tunggu! Ooh... aku paham sekarang, kamu bukan mau tanya Trio tapi cuma kak Kei kan. Jangan-jangan kamu naksir dia ya? jadi itu alasan kamu bersikap aneh begini, sejak kapan?" Rin memutar bola matanya, tak habis pikir dengan jalan pikiran Chacha yang begitu mudahnya menyimpulkan sesuatu. Naksir? tanpa pikir dua kali Rin yakin akan menjawab TIDAK.

"Cuma penasaran doang, jangan mikir yang aneh-aneh deh Cha."

"Ish. Rin gak asik, apa salahnya naksir kak Kei dia kan ganteng, pinter yah meski julukan berandalan melekat sih, tapi aku yakin biar begitu dia pasti bakal melindungi kamu."

Rin terdiam, dalam hati dia membenarkan kata-kata Chacha tadi, karena Rin sudah mengalaminya sendiri. Bagaimana seorang Kei rela babak belur demi dirinya. Pipi Rin mendadak panas mengingat hal itu, Chacha sempat menangkap kejadian langka barusan hanya terkekeh geli. Rin bisa saja bilang tidak suka, tapi Chacha tahu temannya itu merasakan hal yang sebaliknya, ia hanya belum sadar. "Udah ah, tuh Pak Jali udah jemput. Kamu hari ini partime kan? mau sekalian bareng gak biar hemat?" Rin mengangguk semangat, setiap Jumat sepulang sekolah dan weekend gadis perantau itu bekerja di kedai kopi di daerah Jakarta Selatan yang memang tak begitu jauh dari rumah Chacha.

°°°°°°°

Sebagai waiters. Mencatat pesanan, melayani pelanggan adalah pekerjaan yang mudah bagi Rin, meski terkadang harus ekstra sabar jika menghadapi pelanggan yang merepotkan hingga membuat kesal seperti saat ini. Sudah hampir sepuluh menit Rin berdiri menunggu pesanan, tapi tak satu pun menu yang tercatat.

"Sayang, enaknya aku pesan Americano atau Mocha ya?" tanya pelanggan wanita yang tampak seusia dengan Rin, duduk berdampingan dengan seorang laki-laki. Mereka mengenakan t-shirt couple berwarna abu-abu dengan tulisan forever yang digunakan si wanita dan together yang dipakai si cowok.

"Terserah kamu." jawab si cowok tanpa memalingkan wajahnya dari handphone.

"Ih kok kamu terserah mulu, aku kan tanya pendapat kamu." ucap wanita tadi mulai kesal.

"Kan yang minum kamu, bukan aku." Rin memutar bola matanya jengah, mau pesan aja harus debat dulu. Merepotkan. "Maaf mbak, saya rekomendasikan yang―"

"Siapa yang tanya kamu!" Belum juga Rin selesai bicara sudah dipotong, judes pula. Ya Tuhan padahal dia hanya ingin membantu dan cepat-cepat pergi dari meja no.4 itu.

"Kamu jangan judes gitu, kasihan dia nunggu kamu pesan dari tadi lama banget kebanyakan mikir. Maafin pacar saya ya." Si cowok meminta maaf dan tersenyum, Rin ikut tersenyum dan saat matanya beralih si wanita menatapnya seakan Rin itu hama yang harus disingkirkan, matanya itu penuh kebencian. Rin sempat merinding meski hanya sesaat.

"Terus aja belain pelayan itu." Rin hampir saja menganga tak percaya, sungguh kekanakan sekali si wanita ini. Kalau Rin yang jadi pacarnya pasti sudah lama diputusin, gak kuat. Nah, bahkan si cowok sampai menghela napas begitu. "Yaudah saya pesan, Americano sama Mocha ya." Rin segera mencatat pesanan si cowok.

"Ada yang lain?" Si cowok menggeleng. "Baik, mohon ditunggu pesanannya." Rin segera pergi, baru beberapa langkah ia mulai mendengar perdebatan pasangan kekasih tadi. Dan lima belas menit kemudian Rin kembali ke meja no. 4 mengantarkan pesanan dan hanya tersisa si cowok. Menunduk memainkan handphone dengan pipi kanannya yang memerah. Dalam hati Rin mengasihani si cowok, sudah ditampar ditinggal pergi pula. Apa kabar dengan tulisan forever together yang mereka pakai?

"Silakan pesanannya"

"Oh. Ya terima kasih."

Kriing..

suara lonceng pintu terdengar, bertanda ada pelanggan datang. Rin segera menyambutnya dengan senyuman hangat.
"Selamat da―tang." Tapi apa yang dilihat justru membuatnya menyesal sudah beramah tamah, mimpi apa dia semalam bertemu orang yang sangat tidak ingin ia temui, bahkan ia berharap tidak mau ketemu lagi seumur hidup dengan orang itu.

"Ah! Lo kan..." Rin tidak menunggu orang itu menyelesaikan kalimatnya dan segera kabur ke dapur. Tapi dengan cepat orang itu memegang lengannya erat. "...eits mau kemana? kali ini lo gak bisa lari lagi Karin!"

"Airin."

"Hah?"

"Nama aku Airin bukan Karin, dan tolong lepasin tangan kamu! Ya Tuhan, kenapa dari sekian banyak manusia yang kau ciptakan, aku harus bertemu lagi dengan kamu sih Kevin?!" tegas Rin dengan berani, meski di dalam hati ia merutuki tindakannya barusan. Bagaimana kalau Kevin menyandranya seperti beberapa hari lalu, ada Kei saja dia begitu apalagi sekarang Rin sendirian.

Kevin tertawa geli, padahal kata-kata Rin tidak ada yang lucu. "Ahaha itu tandanya kita jodoh, lo bahkan masih ingat nama gue. Senang bisa ketemu lo lagi Ka- Airin." Kevin tersenyum manis. Sikapnya berbeda 180° dari hari itu, tapi justru membuat Rin ngeri melihatnya, senyum manis itu seperti menyimpan niat jahat dibaliknya. Dan apa dia bilang tadi, senang? kehadirannya malah buat tidak tenang.

"Maaf, tolong lepasin tangan kamu! aku harus bekerja." tegas Rin sekali lagi. Kevin terkekeh mendengarnya, tapi ia menurut dan melepaskan genggamannya lalu berjalan menuju meja terdekat. Berjam-jam Kevin berada di cafe, pandangannya terus tertuju pada Rin dan mengawasinya. Tidak secara terang-terangan memang, kadang ia sibuk dengan gadgetnya atau membaca buku. Tapi Rin sadar bahwa ia diawasi. Sekitar pukul 21.00 akhirnya Rin bisa bernapas lega, Kevin sudah pergi. "Ah, akhirnya" batin Rin.

°°°°°

Keesokan harinya.

"Hai Airin." sapa cowok dengan kemeja hitam yang lengannya digulung sesiku. Cowok itu tersenyum cerah, berbanding terbalik dengan cuaca di luar yang mendung di guyur hujan dan wajah Rin yang cemberut tak suka akan kehadirannya.

"Mau pesan apa ?" tanya Rin tanpa basa-basi membalas sapaannya.

"Pesan nomer handphone lo boleh?" Rin mendengus kesal, dipelototi cowok dihadapnnya yang tak lain adalah Kevin. "Maaf tapi tidak ada pesanan seperti itu, jika anda tidak memesan silakan pergi banyak pelanggan lain mengantri." jawab Rin ketus.

"Pelayanan disini buruk ya, saya kecewa. Tolong panggil manajernya!" perintah Kevin. Rin menghela napas pasrah lalu tersenyum paksa, sedangkan Kevin tertawa penuh kemenangan. Menggoda Rin merupakan hobi barunya sejak pertemuan kemarin, wajah Rin yang ekspresif saat ketakutan, kaget dan kesal tampak menggemaskan, membuatnya ingin melihat berbagai ekspresi lainnya dari gadis itu. "Nah begitu lebih baik, beritahu nomer handphone lo baru gue memesan." perintahnya lagi.

"Aku gak punya handphone," Kevin tertawa, menurutnya itu alasan lucu. Jaman digitalisasi seperti sekarang tak punya handphone? jangan bercanda. Kakeknya di panti jompo saja punya masa gadis SMA ini tidak. "Aku serius, jadi cepat pesan sesuatu! aku banyak kerjaan." Kevin meredakan tawanya, Airin benar-benar hiburan yang menarik. Kevin sudah lama tidak tertawa sampai sakit perut seperti saat ini. "Pfft... baiklah, Amaricano satu juga cheesecake." Rin mencatat pesanan Kevin, dan beberapa menit kemudian menghidangkannya.

"Hari ini kamu selesai jam dua siang kan?" tanya Kevin begitu Rin selesai dengan tugasnya. Rin memicingkan mata curiga. "Kamu? sejak kapan lo berupah menjadi kamu?" Kevin tertawa lagi, paham akan maksud gadis di hadapannya ini. "Tak apa kan, biar akrab. Jadi, ku tunggu ya nanti dan tak ada protes." Rin tak menjawab, ia langsung melengos pergi begitu saja. Saat waktu pulang jam dua pun Rin langsung melarikan diri lewat pintu belakang, mengambil jalan memutar menuju halte busway. Membiarkan Kevin menunggu setegah jam lebih sampai akhirnya pulang setelah bertanya kesalah satu pegawai yang bilang Rin sudah pulang.

Keesokan harinya lagi Kevin kembali datang dan lagi-lagi harus kecewa karena Airin meninggalkannya. Padahal Kevin sudah menjegat pintu belakang cafe, tapi rupanya Rin lebih cepat darinya. Kevin tak pernah dibuat sepenasaran ini oleh seorang gadis. Gadis terakhir yang dicintainya dulu juga tidak sampai membuatnya mencoba hingga berhari-hari hanya untuk dapat nomer handphone, bahkan tanpa harus mencoba pun dia sudah tahu semua hal tentang gadis yang dicintainya dulu. Tapi Rin? pantas saja Kei begitu melindungi gadis itu, Airin memang berbeda, dia seperti misteri dengan teka-teki yang sulit diurai. Butuh ketelitian, taktik dan ketangkasan ekstra untuk membongkarnya kasusnya. Tapi bukan Kevin namanya jika mudah menyerah. Dan hal tersebut yang harus Rin waspadai kedepannya.

°°°°°

Rin menghela napas lelah setibanya di kelas, tasnya ia hempaskan kasar ke atas meja dan ia jadikan bantal untuk tidur. Semalaman Rin tidak bisa tidur nyenyak, mimpi buruk selalu menelusup di sela tidurnya. Pertemuannya dengan Kevin membuatnya merasa diteror, muncul di coffeeshop, mencegat di jalan pulang, Rin akan benar-benar stres jika Kevin muncul juga di sekolahnya. Dan akan benar-benar menuntut pertanggung jawaban Kei, karena semua terjadi gara-gara dia. Dito yang baru datang bersama Chacha saling lirik melihat Rin tergeletak lemas, jelas sekali kalau dia ada masalah.

"Kenapa lo? masih tanggal muda udah bokek ya?" Rin mengangkat kepalanya, mencebik tak suka acara tidurnya terganggu. "Dito berisik, aku gak bisa tidur semalaman tau."

"Mikirin gue? kangen ya gue jarang main sama lo. Gue emang ngangenin sih."

PLETAK! Chacha memukul belakang kepala Dito dengan buku fisika yang cukup tebal. "Woy! sakit kali Cha. Orang mah kepala gue dielus-elus bukan dianiaya. Pantesan aja lo jomblo sampe sekarang, barbar sih."

Rin menggelengkan kepalanya pelan sebelum kembali ke posisinya semula menelungkup di atas meja. Malas mengurusi kedua temannya berdebat hal sepele.

Sepanjang hari pun Rin diliputi rasa cemas, tidak konsentrasi dan bahkan tidak sadar bel pulang sudah berbunyi kalau Chacha tidak menariknya keluar kelas. Mereka bertiga ditambah Dito yang mengekor seperti anak ayam di belakang kedua gadis itu berniat pergi nonton ke bioskop di mall yang tak jauh dari sekolah. Sekadar menghibur Rin yang mukanya kusut macam benang wol belum dirajut. Tapi memang nasib sial, kecemasan Rin menjadi kenyataan. Begitu keluar gerbang sekolah dan sedang menunggu Pak Jali sopir Chacha menjemput, Kevin dengan motor sport merah berhenti tepat di depan Rin, masih menggunakan seragamnya yang kali ini sedikit lebih rapi, wajahnya juga berseri-seri. Rin merapatkan tubuhnya pada Dito mencari perlindungan. Tak habis pikir kenapa Kevin terus mengusiknya, salah apa dia pada cowok yang mengaku teman Kei itu.

"Hai Rin, gue rasa kita memang jodoh deh. Gak perlu repot-repot nyariin, lo udah nunggu gue. Ayo naik." ucap Kevin menyodorkan helm merah muda pada Rin. Rin mematung, Chacha dan Dito mengernyit tak suka. "Hei ini pake, atau mau gue yang pakein nih?" Kevin turun dari motornya, menarik Rin maju mendekat padanya. Tanpa menunggu jawaban helm merah muda tadi sudah bertengger cantik di kepala Rin dan membimbing gadis itu menaiki motornya.

"Ehem. Lo siapa ya bro?" tanya Dito ketus, ditariknya kembali Rin yang masih linglung menjauh dari Kevin. Kegiatan tarik menarik antara Kevin dan Dito menarik banyak perhatian murid Galaxy yang belum pulang, jika orang lain lihat Rin seperti sedang diperebutkan dua orang cowok ala drama-drama korea. Kevin walaupun berpenampilan urakan tapi wajahnya lumayan tampan dengan mata sedikit sipit dan tatapan tajam mengintimidasinya membuat para siswi yang melihat kejadian itu memekik iri ingin bertukar posisi dengan Rin. Kevin mengalihkan pandangannya pada Dito, melepas genggamannya pada Rin dan mengulurkan tangannya yang disambut Dito tidak niat. "Kevin Erlangga, pacarnya Airin."

"APAAA?!" ucap Dito, Chacha juga Rin yang baru sadar serempak.

"Sejak kapan lo punya pacar Rin?" tanya Dito mengguncang-guncang bahu Rin tak sabar. "Dia bukan pacarku Dit, dan stop kelakuanmu ini!" Dito menurut, Rin menatap Kevin tajam. "Kamu lagi! mau mu apa sih?!" teriak Rin frustasi. Ya. dia benar frustasi saat ini, tak peduli dilihat banyak orang sekalipun. Ia sangat kesal pada Kevin.

"Lo Airin. Gue mau lo pulang bareng gue, cepat naik sebelum gue kesal." tegas Kevin, tatapannya membuat Rin merinding seketika. Pasrah, Rin berjalan menaiki motor Kevin. Ia tak mau Kevin buat keributan seperti saat ia bersama Kei. Rin tak mau lagi melihat baku hantam, kali ini ia menurut. Melarikan diri tidak akan menyelesaikan masalah, maka ia harus menghadapi Kevin dengan benar.

Motor Kevin melaju meninggalkan pelataran Galaxy, para siswa yang tadi menonton perlahan membubarkan diri. Chacha dan Dito khawatir akan Rin. Mau melarang tapi pasti diabaikan oleh Rin, mereka tahu gadis itu keras kepala susah dirubah kalau sudah memutuskan sesuatu. Dikejauhan Gatra dan Joe yang ikut melihat kejadian barusan keheranan.

"Tadi beneran si Kevin kan Gat? cewek yang dibawa pergi itu cewek yang tempo hari di kantin bukan sih?"

"Kayaknya gitu. Gue harap ini gak ada hubungannya sama si Kei."

"Ya. Mungkin hanya kebetulan tuh cewek kenal Kevin."

"Gue rasa mulai hari ini kita bakal berurusan sama Kevin lagi Joe, feeling gue bilang gitu."

"Yaelah lo Gat, urusan menyangkut Kei aja lo peka banget, giliran urusan hati cewek lu patahin mulu. Gue curiga lo homo, bro!"

"Ketahuan ya? Gue gak bakal selingkuh kok Joe, cuma Lo yang gue sayang."

"Najis! geli gue, sono jauh-jauh lo!"

"Hahahaha"

°°°°°°

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top