#8 Di jalan pulang

Hujan kini telah meninggalkan Jakarta, menyisakan genangan air dan kemacetan di setiap sudut kota tersebut, serta menyeret sepasang anak adam dan hawa ikut terjebak di dalamnya. Kei dan Rin, diam membisu di dalam taksi ditengah kemacetan sibuk dengan pemikiran masing-masing.

Aku mau dibawa kemana ini? jangan-jangan Kei mau berniat jahat, apa yang harus aku lakukan? lompat dari taksi. Tapi nanti kalau aku meninggal kan konyol. Urgh...

"Kamu mau bawa aku kemana Kei?" tanya Rin melirik Kei takut.

"Lo mau gue culik terus gue jual ke luar negeri," ucapan Kei membuat Rin melotot ngeri melihatnya. "haha gue bercanda, gak usah melotot gitu. Gue cuma mau nganter lu pulang kok. Rumah lu dimana?" sambung Kei dan Rin pun menghela napas lega.

"Rumah aku gak jauh kok dari klinik kemarin." jawab Rin yang ditanggapi dengan 'oh' dan kembali hening. Mereka sibuk melihat ke arah jendela, dimana mobil dan kendaraan bermotor yang mendominasi pemandangan malam Jakarta.

PLOP Kei merasakan sesuatu jatuh di pundaknya, ia mengalihkan pandagan untuk memeriksa. Ternyata sesuatu yang jatuh itu kepala Rin. Gadis itu tertidur pulas, wajahnya terlihat damai dan tenang membuat Kei tanpa sadar tersenyum kecil.

"Gadis ceroboh, bisa-bisanya tidur ditempat seperti ini." ucap Kei sambil membenarkan poni Rin yang menutupi sebagian wajahnya.

"a-yah... i-ibu... jangan tinggalin Rin sendiri!" Kei tersiap melihat Rin menangis ditengah tidurnya, air mata menetes membasahi pipi mulus gadis itu. Kei tak menyangka gadis disampingnya terlihat begitu rapuh, padahal kemarin dia mampu membopong Kei seorang diri ke klinik. Entah kenapa perasaan Kei ikut sedih, mimpi apa gerangan yang dialami Rin hingga menangis di tengah tidur lelapnya. Diusapnya lemput puncak kepala Rin dan meraihnya masuk dalam dekapan.

"Ssst. Kamu gak sendiri kok Rin, ada aku disini." ucap Kei membelai pipi Rin lembut seraya menghapus airmata gadis itu, tanpa disadari ia malah terbawa suasana dan mencium kening Rin. Menyalurkan kehangat yang membuat Rin tenang.

"Ehem!" suara dehaman pak supir menarik kembali kesadaran Kei. Salah tingkah dengan perbuatannya, Ia tersipu malu menutupi wajahnya yang sudah seperti kepiting rebus dengan telapak tangan, detik berikutnya Kei nampak frustasi sambil mengacak rambutnya.

"Apa yang gue lakuin? Ya tuhan. Gue jadi kayak cowok berengsek yang curi kesempatan. Aarrgghh... sial!"

Pak supir yang sedari tadi memperhatikan gelagat pemuda di belakangnya dari kaca spion itu pun terkekeh geli, mungkin ia teringat masa remajanya yang sedang labil-labilnya seperti Kei saat ini.

°°°°°

"Kita sudah sampai mas." ucap pak sopir yang dari tanda pengenalnya bernama Bambang.

"Oiya, ini pak uangnya." Kei memberikan dua lembar uang Sukarno pada sang supir dan kini ia kebingungan harus bagaimana turun dari mobil, karena Rin masih tertidur dan ia tidak tega membagunkannya. Pak Bambang yang menangkap kebingungan Kei pun mengambil inisiatif membantu.

"Biar saya aja mas yang buka pintunya sama bawa tasnya. Mas gendong mbaknya aja, kasihan kalo dibagunin kayaknya capek banget dia." ucap Pak Bambang yang direspon dengan anggukan dari Kei. Mereka berjalan memasuki klinik, sebab Rin belum memberitahu alamat pasti tempat tinggalnya.

Sesampainya di klinik, mereka disambut oleh para suster yang segera berlari membawa brankar dorong dan memanggil dokter karena mengira Rin pasien darurat dan membawanya ke ruang UGD. Kei hanya menurut saja dengan tindakan suster-suster itu, sebab tangannya juga sudah pegal menggendong Rin yang kecil tapi cukup berat. Pak Bambang juga bingung, tapi hanya diam saja saat Rin dibawa untuk diperiksa. "Loh mas, mbaknya emang sakit ya? bukannya cuma tidur doang?"

"Hahaha iya pak udah biarin aja. Lagian saya juga udah gak kuat gendong dia, badannya doang kecil tapi berat."

"oalah mas, kasihan dokternya itu. Yasudah kalau begitu saya pergi dulu mas, mau cari penumpang lagi." ucap pak Bambang dan kemudian pergi setelah Kei mengucapkan terima kasih atas bantuannya. Tak lama setelah pak Bambang pergi, dokter didampingi dua orang suster dibelakangnya keluar dari UGD.

"Kei, kamu ngerjain saya ya?" tanya dokter tadi yang tak lain adalah dokter Alan.

"Enggak, lagian saya gak bilang kalo dia dalam keadaan darurat. Suster ini aja yang keburu panik." jelas Kei santai namun nampak jelas cowok itu sedang menahan tawanya.

"Huft. Terus kenapa kamu bawa Airin kesini kalau dia baik-baik aja?!" dokter Alan berusaha menahan emosinya, bagaimana pun kesalahpahaman ini bukan salah Kei.

"Dokter masih ingat saya dan Airin? wow!"

"Dasar bodoh! tentu saja saya ingat kalian, dasar ABG pembuat onar," ucap dokter sambil menjitak kepala Kei. Seorang juara umum dan siswa olimpiade baru saja dikatain 'bodoh' dan dijitak oleh dokter yang baru dua hari dikenalnya. Kei hanya bisa menganga dan tak melawan balik saking shocknya. Orang tuanya saja selalu memujinya, kedua abangnya pun mana berani menjitak kepala jenius adiknya. Kei tertawa lepas, membuat dokter Alan menaikkan alisnya heran. "Hei kamu belum jawab pertanyaan saya. Kenapa kamu bawa Airin kemari?"

"Dia tertidur, saya gak tau rumahnya. Bisa aja sih saya bawa dia pulang ke rumah saya, tapi disana gak ada orang. Kalo berduaan doang saya takut khilaf. " dokter Alan hanya mengangguk-angguk paham dan melirik Kei, lebih tepatnya pada luka di wajah cowok itu yang masih biru dan mengobatinya. Kei merintih kesakitan saat kapas berisi alcohol menyentuh lukanya, membuat erangan yang cukup kencang hingga membuat Rin mengerjapkan matanya.

"Ugh. Dimana aku?" gumamnya, Rin melihat sekeliling ruangan dan mendapati dua orang cowok saling duduk berhadapan membelakanginya.

Eh? a-ap-apa ya-yang mereka... OMG!
"Huaaaa!" teriak Rin tiba-tiba membuat kedua cowok itu menengok dan bergegas kearahnya.

"Lo gak apa-apa Rin?"

"Kamu kenapa Airin?" tanya mereka bersamaan.

"Loh dokter Alan? Kei?" Pandangan Rin tertuju kesekitar, ini jelas bukan kamar kosannya tapi lebih seperti kamar rawat. "Kok aku disini? apa yang terjadi sama aku?"

"Gak ada, lo cuma tidur dan gue gendong kesini." Kei berjalan menjauhi ranjang ke arah sofa, mengambil tas miliknya dan juga Rin yang langsung dilempar begitu saja pada gadis itu. Beruntung reflek Rin cukup bagus. "Kamu gendong aku? tapi gak curi kesempatan pegang yang lain kan?" tanya Rin dengan tangan melindungi dadanya. Kei memalingkan wajahnya mengingat kejadian di taksi.

"Gue gak napsu sama papan triplek, asal lo tau." mendengar ucapan Kei membuat dokter Alan yang sedari tadi diam, seketika tertawa terbahak-bahak dan Rin mencebik kesal. "Huh, biar papan triplek yang penting otak brilian."

"Haha...Baiklah ABG labil, hentikan pertengkaran indah kalian. Lebih baik sekarang kalian pulang. Hah.. haduuh perutku sampai sakit, hati-hati dijalan ya." Setelah mengusir secara halus, dokter Alan pergi meninggalkan mereka yang masih saling tatap sarat akan ketidaksukaan.

"Ayo cepet, gue anter lo pulang. Gak baik perempuan pulang malem sendirian, bahaya. Yaah meski gue gak yakin sih bakal ada yang nyulik atau godain lo." ledek Kei. Rin sangat gemas rasanya, dengan satu hentakan keras ia injak kaki Kei sampai cowok itu meringis kesakitan. Rasain, emang enak!

°°°°°

"Oh oh oh... lihat ada siapa disini? Halo Kei, lama gak jumpa." ucap seorang cowok berbadan tegap dengan seragamnya yang berantakan, menghadang Kei dan Rin diperjalanan pulang dengan teman-temannya yang terlihat sama berantakannya. Rin sedikit takut dan mencengkram kemaja putih Kei erat. Menyadari Rin yang bersembunyi dipunggungnya gelisah, Kei angkat bicara.

"Kevin, senang ketemu lo lagi. Gue lagi buru-buru, lo bisa minggir?!" ucapnya datar dan tegas, mungkin lebih seperti mengancam. Tapi Kevin dihadapannya itu malah tersenyum meremehkan. "Oke lo boleh lewat," katanya dan memberi jalan untuk Kei. "tapi cewek manis ini enggak!"

Sebuah tangan menarik lengan Rin kuat, membuatnya hampir jatuh jika tak cepat didekap Kevin. Mungkin Rin lebih memilih jatuh daripada dipeluk cowok asing yang terlihat seperti berandalan itu, uh mengerikan!

"Berengsek! lepasin tangan lo dari cewek gue." bentak Kei pada gerombolan itu dan mulai menerjang mereka membabi buta.

"Oh jadi cewek ini pacar lo, sorry gue makin gak mau lepasin dia." Rin melotot kaget, siapa juga yang pacaran dengan orang yang baru tiga hari dikenalnya. Tapi Rin diam saja tak berani membatah karena takut melihat pemandangan di depannya. Kei dikeroyok lima orang, meski dua diantaranya telah tumbang dihajar Kei dengan ganas.

BUGH! sebuah tendangan menghantam perut Kei membuatnya sedikit kesakitan. Rin yang melihatnya pun kini tengah terisak, ingin berteriak namun mulutnya dibekap sangat erat hingga membuka mulut saja susah. Bukan hanya mulut, tangan dan kakinya pun dikunci oleh Kevin. Kekuatan Rin tak sebanding dengan kekuatan teknik kuncian aikido cowok itu. Melihat Rin yang menangis tak berdaya membuat Kei terasa tersayat di dadanya, rasanya lebih menyakitkan dari tendangan tadi.

"KEVIN! LEPASIN RIN, DIA GAK TAU APA-APA. URUSAN LO SAMA GUE, BUKAN DIA." teriak Kei dan mulai menerjang ketiga teman Kevin tanpa ampun hingga satu persatu tumbang dan menyisakan Kevin seorang. Melihat teman-temannya telah kalah membuat dekapannya melemah, hal ini dimanfaatkan Rin untuk melepaskan diri. Digigitnya tangan Kevin, disikut perutnya dan tak lupa diinjak kakinya oleh Rin yang kemudian berlari menghampiri Kei yang sudah nampak kacau. Namun usahanya tadi sepertinya kurang ampuh, karena Kevin masih bisa mencengkram lengan kiri Rin sambil merintih memegangi perutnya. Rin kembali memberontak tapi cengkraman Kevin lebih kuat. Entah makan apa cowok itu, tenaganya kuat sekali.

BUGH!
Kei menendang perut Kevin, lagi-lagi dibagian perut hingga cowok itu kali ini tersungkur di tanah memegangi perutnya yang terkena impact dua kali berturut-turut. Tidak sampai disitu, Kei kini berada di atas tubuh Kevin sambil menonjok wajah cowok itu hingga babak belur dan darah segar mengalir dari bibirnya yang sudah sobek. Rin ngeri melihatnya, namun jika Kei tidak dihentikan ia akan benar-benar membunuh Kevin.

"Kei... udah cukup, kamu nanti ngebunuh dia kalau begini!" ucap Rin dengan suara bergetar. Kei mengalihkan pandangannya kepada Rin dan memeluk gadis itu erat, perlahan terasa kehangatan dan menenangkan, hingga emosi Kei menguap. Dihapusnya airmata di pipi Rin dengan lembut dan penuh rasa penyesalan.

"Maaf. Gara-gara gue, lo jadi punya pengalaman menakutkan kayak gini." ucapnya lirih dan kembali memeluk Rin, diusapnya puncak kepala Rin yang tersandar di dadanya.

"Hahahaha lo bahkan baik-baik aja setelah dia pergi. Sedangkan gue hancur kayak gini." Kevin terkekeh, ia terduduk di tanah mengusap kasar darah di bibirnya yang sobek. Rin meringis melihatnya, ditatapnya Kei lekat. Wajah cowok itu menyiratkan luka dan penyesalan.

"Itu bukan salah gue Vin, juga bukan salah lo. Itu semua takdir."

Kevin makin terbahak mendengar kata-kata Kei. Dia bangkit perlahan menghampiri Kei dan Rin. Menyeringai kala melirik kearah Rin yang bersembunyi darinya. "Hai Rin, gue Kevin. Sebaiknya lo inget baik-baik nama gue, karena kita akan sering ketemu."

Setelah bicara seperti itu Kevin dan teman-temannya pergi. Rin meghembuskan napas yang tanpa sadar ia tahan sejak tadi. Kei menggenggam tangan Rin erat dan menariknya kembali berjalan.

Diperjalanan pulang yang sempat tertunda, Kei dan Rin berjalan dalam diam. Banyak pertanyaan dibenak Rin yang ingin ia tanyakan sebenarnya, tapi ia memilih tak menyuarakannya. Hingga mereka tiba di kosan Rin.

"Makasih ya Kei udah dianter pulang."

"Sama-sama. Sorry ya gue ngaku-ngaku pacar lo tadi. Gue harap lo gak terauma liat orang berantem. Oiya, nih payung lo."

Rin hanya mengangguk. Bingung mau bilang apa, nyatanya dia memang ketakutan melihat Kei dikeroyok dan adu jotos dengan Kevin. Ini pengalaman pertama baginya dan ia harap juga yang terakhir. Gak lagi-lagi deh, menyeramkan soalnya.

"Yaudah, gue pamit dulu. Bye!"

°°°°°

Halo, dokter Alan disini.
Ingat! panggil saya mas dokter, kak dokter atau Alan saja, asal jangan 'Pak' karena saya masih muda dan tampan. Narsis? oh tidak, itu kenyataan kok. Baiklah saya disini hanya mengingatkan, terus baca dan ikuti End of Rain dan jangan lupa vote serta commentnya karena itu akan sangat berguna bagi author dan tentu membuatnya senang. Terima kasih yang sudah menyempatkan diri untuk membaca. See you next chapter 😉

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top