#14 Kekacauan
"Wow ... lihat ada siapa di sini?! ternyata lo berdua masih temenan? gue gak nyangka." ucap seseorang yang tak Rin kenal, datang tiba-tiba bersama empat temannya dan langsung mengepung meja Rin.
"Siapa mereka?" batin Rin.
Rin melirik Kei juga Kevin, ekspresi kedua cowok itu menahan marah dengan tangan masing-masing mengepal erat. Rin sampai bisa melihat urat-uratnya keluar.
"Alex." Gumam Kevin yang sempat didengar Rin.
Cowok yang bernama Alex menyeringai, pandangan matanya mengarah pada Rin yang berada diantara Kevin dan Kei. Rin tidak menyadari sedang diperhatikan, pandangannya masih tertuju pada Kevin yang mulai tersulut emosi, tatapan matanya sarat akan kebencian. Kebencian yang lebih dalam dibandingkan saat berhadapan dengan Kei. Tanpa sadar Rin bergerak mundur, mengalihkan pandangannya pada sosok cowok bernama Alex yang juga tengah menatapnya.
Situasi macam apa lagi ini, Rin merasa bagai mangsa yang siap diterkam predator. Kenapa tidak ada hari tenang lagi dalam hidupnya sejak kenal Kei? Orang-orang menyeramkan seakan muncul bergantian membawa kebencian, sebegitu dibencinyakah sosok Kei sampai musuhnya terus berdatangan? Tapi entah kenapa, Rin malah bersembunyi di balik punggung Kei, menjadikannya prisai pelindung yang membuatnya merasa aman. Alex terbahak melihatnya, dan Rin makin mengkerut ngeri, pegangannya makin erat pada kemeja Kei. "Tenanglah, gue jamin lo akan baik-baik aja." Bisik Kei, tanpa mengalihkan pandangannya dari Alex.
"Lo mau ngapain ke sini?" tanya Kei.
"Pfft ... hahaha menarik, tadinya gue kesini mau mastiin lo masih hidup atau enggak setelah malam itu. Dan gue malah menemukan hal yang menarik di sini." Jawab Alex masih dengan seringainya. "Ahh ... gue jadi nostalgia lihat pemandangan ini."
Alex berjalan mendekati Kevin, menepuk-nepuk bahunya seakan mereka kawan lama yang baru bertemu, dan berbisik di telinga Kevin. Semua itu tidak lepas dari pangawasan Kei juga Rin.
"Selalu kalah dari sahabat lo, heh? ternyata lo masih seorang pecundang setelah dua tahun lalu, gue turut prihatin." ucap Alex.
Kevin mendengus, disingkirkannya tangan Alex dari bahunya. "Dan lo masih aja sok ikut campur urusan orang!"
Alex menggeram, matanya berkilat tajam, seakan siap menikam Kevin hanya dengan tatapan mata. Rin makin gak nyaman, apalagi teman-teman Alex mengepung mereka. Para pengunjung yang sedang istirahat pun tampak mulai terganggu. Rin menarik napas dalam-dalam, ia tidak boleh membiarkan situasi macam ini berlanjut, bisa-bisa kacau acara sekolah mereka kalau ketiga cowok di hadapannya itu makin emosi.
"Hmm ... ka- kalian kalo mau nostalgia masa lalu, mendingan cari tempat duduk deh. G-gak enak ganggu orang lain." Ucap Rin takut-takut. Ia sedikit mendekatkan kepalanya pada telinga Kei, berbisik meminta diantar ke stan informasi, jam istirahatnya hampir habis. Kei mengangguk paham, diliriknya Kevin yang juga sedang menengok ke arahnya. Mereka saling berpandangan sesaat, lalu Kevin mengangguk, menangkap maksud lirikan Kei. Bagaimana pun mereka sudah kenal lama, paham karakter satu sama lain, kalau cuma kode tersirat saja Kevin tidak paham, bukan mantan sahabat namanya.
Kei pergi lebih dulu sambil menggandeng Rin, memberikan sorot menantang pada teman-teman Alex yang menghalangi jalannya, dan mereka langsung menyingkir. Rin nyaris terperangah, sebelum akhirnya sadar reputasi Kei yang pernah mengirim kakak kelasnya ke UGD, mungkin berita itu juga tersebar ke sekolah lain, pikir Rin. Tak lama Kevin menyusul, setelah balas nepuk bahu Alex dan berkata, "lain kali kalo ada perlu sama gue, gak usah bawa rombongan. Itu pun kalo lo berani!"
Alex menggeram kesal, ini penghinaan. Kedua sahabat itu sungguh membuatnya muak, tidak hanya menghancurkan kebahagiannya tapi mereka juga meremehkan dirinya. Dengan amarah yang siap meledak, Alex pergi ke arah menghilangnya Kei juga Kevin. Bara, salah satu dari empat teman Alex ikut mengejarnya, niat awal dirinya hanya ingin bersenang-senang ikut pensi SMA Galaxy, tapi malah terlibat dendam Alex, sahabatnya dari kecil. Mengingat tabiat Alex yang mudah tersulut emosi, membuatnya cemas takut sahabatnya itu terlibat perkelahian.
Bagaimana jika Alex ditangkap polisi? di acara pensi sebesar ini sudah pasti banyak aparat keamanan yang turut berjaga, bisa habis Alex dihajar ayahnya jika tahu ia berurusan dengan polisi.
"Alex!" panggil Bara setelah berhasil menyusul sahabatnya itu. Tapi seolah tuli, Alex sama sekali tidak menengok dan terus melangkah menuju stan informasi yang berjarak kurang dari lima meter di hadapannya. Langkah kaki Alex makin cepat, dan tanpa aba-aba langsung melayangkan tinjunya di wajah Kevin. Rin dan orang-orang yang melihat kejadian itu terpekik ngeri. Alex terus menghantam Kevin yang tidak sempat membalas. Kei dan Bara berusaha menarik Alex yang mengamuk, hingga berhasil memberi jarak aman. Tapi hanya beberapa detik saja, gantian Kevin yang balas menyerang.
Petugas keamanan belum ada yang datang, orang-orang sekitar juga tidak ada yang berani mendekat dan malah asik merekam melalu handphone mereka. Meski takut, Rin ikut terjun ke arena pertarungan, berusaha menarik Kevin yang mana dirinya malah ikut terseret langkah Kevin.
"Kevin! udah Vin, berhenti!" ucapan Rin tidak didengar Kevin yang terbakar emosi. Terengah-engah Rin kembali menarik Kevin sekuat tenaga.
BUGH!
"AIRIN!" teriak Kei dengan sigap menghampiri gadis yang kini terjerembab di aspal tak sadarkan diri.
Kevin yang melihat Kei panik, menghentikan aksinya. Begitu juga Alex yang meronta-ronta di dekap Bara. "Lepasin gue Bar!" bentaknya.
"Tenang Lex, inget bokap lo." ucap Bara hingga Alex terdiam dan melepaskannya. Begitu lepas, Alex langsung pergi diikuti Bara, tak peduli pada Rin yang tak sengaja terkena pukulannya hingga pingsan.
°°°°°°
Langit-langit bercat putih menjadi pemandangan Rin saat membuka mata, sekelilingnya di tutupi tirai yang juga berwarna putih. Rin berada di UKS sendirian, kepalanya terasa pusing saat ia mencoba bangun. Pipinya terasa perih, begitu juga siku dan lututnya. Kerongkongannya terasa kering, entah sudah berapa lama ia tertidur. Diraihnya gelas di meja samping tempat tidur, saat mau membuka mulut, bibirnya terasa nyeri. Ah, sudut bibir Rin juga ikut sobek rupanya. Menghela napas, Rin cuma bisa pasrah. Lagi-lagi niat baiknya malah berujung sial pada dirinya, tak sangka hanya karena satu pukulan salah alamat ―yang sialnya dilayangkan dengan sekuat tenaga― rasa sakitnya sampai begini. Mungkin melerai orang macam Kevin, Alex bahkan Kei yang sedang berkelahi bukan keputusan yang bijak, dan Rin kapok.
Sreet ... tirai di hadapannya terbuka, menampilkan sosok Chacha dan Dito yang berwajah cemas.
"Airiiiinnn ... yaampun, mukamu jadi bonyok gitu! mana lagi yang sakit Rin, bilang sama aku kita langsung ke dokter sekarang!" cerocos Chacha, sedangkan tangannya sibuk menelusuri luka di tubuh Rin, membolak-balikan tubuhnya membuat Rin meringis menahan sakit.
"Cha, pelan-pelan kasihan Rin kesakitan lo gituin." Dito menarik tangan Chacha, menjauhkannya dari Rin. Dito melipat tangannya di dada, memandang Rin dengan wajah datar. Rin tahu jika Dito sudah begitu tandanya dia sedang kesal.
"Maaf." Lirih Rin.
Dito menghembuskan napas kasar, ia frustasi begitu mendengar Rin pingsan saat ada yang berkelahi. Seharian dia sibuk mengurus stan, bahkan belum bertemu Rin dan Clara. Jadi, begitu dapat kabar dari menguping anak perempuan di kelasnya yang sedang bergosip, ia langsung bergegas ke UKS.
"Huft. Kan gue udah bilang, jangan deket-deket si Kevin Kevin itu. Lihat sekarang, lagian kapan sih lo kenal sama orang macam dia?" omel Dito.
"Iya, dan kamu juga kelihatan deket sama Kak Kei. Ada yang kamu sembunyiin ya dari kita?" desak Chacha.
Dito mengernyitkan dahinya, "Kei? Kei Nugraha Putra anak OSN itu?" tanya Dito yang diangguki Chacha.
"Kalau kalian maksa dia ngomong begitu, yang ada bibirnya makin parah." Decak Kei yang baru datang, berdiri di sisi kiri Rin disusul Gatra juga Joe. Seketika ruang UKS jadi sesak, Rin memilih kembali memejamkan matanya pura-pura tidur daripada makin pusing dihujani pertanyaan oleh Chacha dan Dito.
"Bagus, sekarang orang yang paling di takuti sesekolah muncul disini." Sindir Dito.
Chacha langsung menabok lengan sepupunya itu, mulut Dito kadang suka tidak tahu tempat dan kondisi. Nyinyir sembarangan, kalau Trio marah kan dia juga yang repot masuk UGD. Membayangkannya aja Chacha ngeri duluan. Tapi diluar dugaan Chacha, mereka tidak marah sama sekali. Joe malah tertawa mendengar ucapan Dito, sedang Gatra hanya tersenyum dan Kei fokus pada Rin yang pura-pura tidur sambil menoel-noel pipinya. Dito yang melihat itu langsung menepis tangan Kei, dan menatapnya tajam.
"Kenalin, gue Joe," ditepuknya pundak Gatra, "ini Gatra dan yang di depan lo itu Kei. Kita kenal Airin karena suatu hal." Jelas Joe pada Dito yang tengah menatapnya tapi tak merespon.
Tahu Dito tidak akan menjawab, Chacha pun mengambil alih. Kapan lagi bisa kenalan sama cowok-cowok ganteng di depannya ini. Memang benar kata orangtuanya, di setiap musibah pasti ada hikmah. Dan musibah yang menimpa Rin, jadi hikmah buat Chacha. "Oh, aku Arista Cahyani panggil aja Chacha. Cowok ini nih Ardito sepupuku, maaf ya Kak dia emang protektif banget sama aku juga Rin."
Sebelah alis Kei terangkat dan matanya sempat melotot karena terkejut mendengar kata 'protektif' barusan, Gatra yang berdiri tepat di sebelahnya ingin tertawa tapi tak tega, alhasil dia malah berdeham guna menetralkan ekspresinya.
"Jadi Dito pacarnya Airin?" tanya Gatra mewakili rasa penasaran yang tampak jelas di raut wajah Kei, "pantesan aja di klub barengan terus."
"Gue udah anggap Airin kayak adik gue sendiri, dan sewajarnya gue jagain dia juga." Tegas Dito, Gatra melirik Kei yang kini tersenyum sambil mengangguk-anggukan kepalanya tanda setuju dengan Dito. Tawa yang sedari tadi ditahan akhirnya lolos juga, Gatra terbahak dengan keras membuat yang lain menatapnya heran. Mungkin mereka mengira Gatra sedang depresi atau kesurupan jin penunggu pohon mangga halaman belakang sekolah, yang kebetulan mampir ke UKS karena jatuh dari pohonnya.
°°°°°°
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top