#13 Pensi (2)
Berkeliling festival musim panas berdua dengan orang yang disukai sambil bergandengan tangan, menikmati kembang api yang indah di malam hari. Itu terdengar romantis seperti di komik-komik shojo yang sering Rin baca, kurang lebih situasi yang dialami Rin kini mirip cerita-cerita tersebut. Bedanya Rin sedang tidak di negeri sakura di tengah festival musim panas, apalagi berkeliling dengan orang yang ia sukai sambil bergandengan tangan. Rin hanya jalan berkeliling area sekolah mengikuti langkah cowok keras kepala yang tak suka dibantah, tentu saja cowok itu Kei. Tidak ada kata romantis, yang ada Rin malah terlihat seperti itik yang mengekori induknya. Mereka berjalan dari satu stan ke stan lainnya, tapi tidak ada yang mereka beli sampai akhirnya Rin berhenti di stan yang menjual pernak-pernik dreamcatcher, memandang penuh minat benda beragam ukuran dan warna tersebut.
"Tck. Kalau mau berhenti tuh bilang dulu, gue hampir aja laporin lo sebagai anak hilang!" decak Kei.
"Ya gak mungkinlah aku hilang di sekolahku sendiri."
"Masih banyak yang pengen gue jelajahin," ucap Kei. Pandangan matanya tak luput dari gerak-gerik Rin yang begitu antusias melihat-lihat. "Lo suka beginian?"
"Iya," Jawab Rin kemudian melanjutkan jalannya "kalau banyak yang mau kamu jelajah, ya tinggal pergi aja sendiri, kenapa harus nyeret aku sih?"
"Lo keberatan?" tanya Kei, matanya menyipit tak senang.
"Ya enggak sih, aku juga mau keliling-keliling. Oiya, tadi kamu dicariin Ka Gatra, dia titip pesan katanya kamu jangan bikin gara-gara. Hebat ya dia, kayak tau kamu bakalan terlibat masalah."
"Jadi dia nemuin lo ya?" Rin mengangguk, " Intuisi dia terhadap gue emang tajam, kadang gue juga suka merinding sama perhatiannya. Takut dia naksir gue kan gawat, masa jeruk makan jeruk." Rin tertawa mendengarnya, bisa-bisanya Kei berpikir begitu.
Kei dan Rin sampai di stan photobooth, mereka berfoto beragam gaya sambil bercosplay ala bajak laut. Tentu saja Kei yang memaksa, Rin mana mungkin mau menghamburkan uangnya hanya untuk menyewa costum, lebih baik uangnya untuk bayar sewa kosan.
"Hai Airin~” sapa seseorang tiba-tiba dari arah belakang Rin. Gadis itu merinding mendengar suara genit tapi terkesan mengintimidasi milik sesorang yang dikenalnya. Ragu-ragu ia membalikan tubuhnya sambil melirik ekspresi Kei di sebelahnya, yang tanpa ia duga masih tetap tenang. Kei menarik Rin merapat padanya, saat Kevin berjalan mendekat sambil terkekeh sendiri. Ya, Kevin lah pemilik suara itu.
"Wah ... wah ... bodyguard lo banyak banget ya Ai, gue ikut daftar boleh gak?" ledek Kevin. Sudah beberapa kali ia melihat baik itu Kei atau temannya Rin yang namanya bahkan tak ia ingat, melakukan hal yang sama menyembunyikan Rin darinya, seolah Kevin penjahat internasional. Lucu sekali. "Gak apa-apa kan gue panggil Ai, dalam bahasa Jepang Ai itu artinya cinta."
"Ck. Masih aja lo gangguin cewek gue, mau ngapain lo ke sini?" tanya Kei, meski sikapnya terlihat santai tapi nada bicaranya sinis.
"Ya mau ketemu Airin lah, apa lagi memangnya?"
"Jangan ganggu dia, Airin gak ada hubungannya dengan masalah kita."
"Ya karena itulah, gue gak mau kejadian yang sama di masa lalu terjadi lagi karena dia dekat sama lo!" ucap Kevin sambil tersenyum.
Rin kembali merinding, sudah pernah ia katakan bukan, kalau Kevin tersenyum seperti punya niat jahat? Nah, sekarang cowok itu tengah tersenyum macam itu. Rin mendadak jadi ingat Sebastian, si Iblis pelayan di anime yang baru-baru ini selesai ditontonnya, senyum Kevin mirip dia.
"Ehem ... " Rin bedeham, mengalihkan perhatian dari suasa yang mendadak jadi mencekam. "Jadi kamu benar datang, pakai costum kayak gitu mau foto juga?" tanyanya sekedar basa-basi.
Kevin menengok, lalu mengangguk pada Rin. "Foto sama gue yuk!" ajaknya sambil menarik tangan Rin.
Tertinggal di belakang, Kei mendesah mengikuti Rin. Tadinya mereka baru akan ganti costum dan lanjut ke auditorium, menonton pertunjukan drama kelas Rin yang tak lama lagi dimulai. Tapi sepertinya mereka akan terlambat, dan sudah pasti Rin kena semprot Chacha karena ia berjanji akan menontonya dari awal sampai akhir.
"Jadi ini yang dimaksud si Gatra." ucap Kei pada dirinya sendiri.
Stan Photobooth berukuran 3x3 meter dengan dua backdrop yang berbeda, yang satu dipasang di luar stan dengan logo acara sebagai latarnya yang diperuntukan untuk umum, dan satu lagi berlatar putih khusus untuk cosplayer yang nantinya foto tersebut akan diedit sedemikian rupa sebelum di cetak. Stan yang dibuat seperti di studio photo itu tidak tertutup, jadi siapapun bisa melihat para cosplayer yang sedang beraksi di depan kamera. Seperti sekarang ini, Rin, Kei, dan juga Kevin jadi tontonan.
Bagaimana Rin bisa melupakan fakta yang ada tepat di depan matanya? harusnya tadi dia menolak ajakan Kevin, bukan hanya pasrah ditarik mengikuti kehendak cowok itu. Tentu saja dengan wajah Kei dan Kevin yang hmm ... enak dipandang, membuat siapapun tertarik, apalagi dengan costum yang mereka gunakan, dan sungguh Rin ingin menyumpah. Kalau bisa, ia akan menyihir mereka jadi kodok karena berpose seperti sekarang. Rin berada di tengah-tengah dengan Kei yang menggenggam tangannya berlutut di hadapan Rin, sedangkan Kevin menarik pinggangnya sambil mengacungkan pedang ke arah Kei. Tak sampai di situ, mereka juga berpose seolah-oleh sedang duel pedang dengan Rin di tengah-tengah seolah menjadi rebutan. Dan masih ada beberapa pose aneh lainnya. Membuat Rin malu, ingin rasanya ia mengubur kepalanya ke dalam tanah macam burung unta, guna menghindari tatapan orang-orang sekitarnya.
"Waah ... mereka kayak model betulan, ganteng banget lagi!" seru salah satu pengunjung perempuan yang sempat di dengar oleh Rin.
"Iya, ekspresi mereka itu loh meyakinkan banget padahal cuma foto doang, gimana kalau main film ya?"
"Jangan-jangan mereka artis!"
"Tapi ceweknya gak banget deh, pendek gitu, mukanya juga biasa aja masih cantikkan aku."
Rin meringis mendengarnya, ia sadar dirinya memang biasa saja, biasa banget malah. Jelas kalah dengan mereka yang tinggi semampai dan berwajah cantik layaknya dewi Yunani, tapi mendengarnya dari orang lain entah kenapa rasa cukup hmm ... jengkel? lagipula ia juga gak mau berada di antara kedua cowok itu, kalau bukan karena terpaksa. Tapi mau bagaimana lagi? biarlah jadi tontonan, daripada mereka saling adu tinju dan mengganggu acara yang berlangsung. Sebagai panitia Rin jelas tidak ingin acara yang susah payah dibuat jadi kacau hanya karena dua cowok di hadapannya ini.
°°°°°°
"Gara-gara kalian yang kelewat narsis, dramanya udah mau habis kan!" kesal Rin. Mereka tiba di auditorium saat pertengahan cerita, tepat saat Chacha selaku kakak tiri berteriak mengomeli si Cinderella. Ruangan itu penuh, didominasi anak-anak dan orang tuanya. Mereka pun terpaksa berdiri di deret belakang.
"Bawel." ucap Kei dan Kevin bersamaan.
Pertunjukan berjalan lancar, meski tak melihat dari awal, tapi Rin sampai terkagum-kagum melihat akting Chacha sebagai kakak tiri yang kejam. Percayalah, gadis manja itu benar-benar menyebalkan saat di atas panggung, ia terlalu menghayati perannya hingga membuat beberapa penonton terutama anak-anak geram. Bahkan tadi ada anak yang nekat naik ke panggung dan menegur Chacha, "Kakak jahat! kata mama, kita gak boleh jahat sama orang lain. Kan kasihan Cinderella." Begitu katanya. Jadi Rin tidak heran jika habis ini ada penonton yang menyerang sahabatnya itu karena terbawa suasana.
"Selamat ya, akting kalian bagus banget. Apalagi kamu Cha, inget kata mama gak boleh jahat." Ledek Rin di belakang panggung, semua temannya tertawa.
"Huh! jadi kamu nonton, aku kira enggak. Lihat di mana tadi? jangan bilang di baris paling belakang." ucap Chacha. Rin cuma nyengir, membuat gigi kelincinya terlihat.
"Eh? berarti gue gak salah lihat dong tadi." ucap Bagas yang ternyata ikut menonton di sela istirahat jaganya.
"Lihat apa?" tanya Chacha.
"Gue lihat Rin di baris belakang, barengan sama Kak Kei!"
"APAAAA!" sorak teman sekelasnya kompak. Rin sampai harus menutup telinga, mengantisipasi telinganya dari kebudekan. Belum sempat menjawab, teman-temannya juga belum hilang dari rasa kaget, objek yang dibicarakan malah tiba-tiba muncul.
"Rin! masih lama? gue harap lo gak lupa ya kalau masih punya urusan sama gue." Ucap Kei terlihat bossy dengan tangan terlipat di dada sambil bersandar di pintu. Rin meringis, dalam hati ia merutuki Kei dan kedatangannya di waktu yang salah. Ragu-ragu ia melirik teman-temannya yang tampak shock, berpamitan walau tidak ada yang menyahuti, lalu pergi bersama Kei yang mengekorinya.
"Gue harap Rin baik-baik aja, dan pulang dalam keadaan utuh." ucap Bagas yang langsung diangguki semuanya termasuk Chacha.
°°°°°°
"Jadi, mau kemana lagi kita?" tanya Kevin yang menunggu Rin di luar auditorium.
"Kita?" sahut Kei.
"Iya, kita. Gue dan Airin, ada masalah?"
"Setau gue, dari awal tuh cuma ada gue dan Airin. Jadi lo keliling aja sendiri, jangan ganggu orang pacaran!"
Huft ... Rin menghembuskan napas lelah, berjalan meninggalkan kedua cowok yang mulai adu mulut. Rin melirik arlojinya, masih ada 20 menit sisa istirahatnya. Rin memutuskan untuk melihat pameran, di mana Pak Gilang guru seni rupa memajang lukisan-lukisan terbaik karya siswa-siswinya di sana. Rin yang menyukai dunia gambar sangat excited, berharap karyanya juga bisa dipajang dan dilihat semua orang. Ada beberapa lukisan yang menjadi favoritnya, ia juga sudah mengingat nama si pembuat untuk diajak kenalan. Semakin banyak berteman, semakin banyak pula pengalaman yang kita dapat, dan Rin percaya itu.
Sedang asik melihat-lihat, langkah Rin tiba-tiba terhenti, pandangannya fokus pada satu karya berupa sketsa wajah seseorang yang dibuat dengan arsiran pensil. Wajah yang terlihat damai dengan mata terpejam, walau beberapa bagian wajahnya penuh luka yang telah diperban dan bibirnya yang sedikit sobek tampak menyakitkan, tapi ia masih terlihat rupawan. Sketsa itu berjudul Sleep Tight.
"Hoo ... jadi lo diam-diam naksir gue ya?" bisik Kei tepat di samping telinga Rin.
"ASTAGA!" Rin terlonjak, untungnya dia tidak punya riwayat penyakit jantung, bisa-bisa ia mati muda karena kaget.
"Bisa gak, kalo muncul tuh gak ngagetin? mau bikin aku mati muda ya!" kesal Rin, sedangkan objek kekesalannya hanya mengangkat bahu acuh.
"Kenapa lo ninggalin gue tadi?"
"Kayaknya aku gak punya alasan buat nungguin kamu deh Kei."
"Dih. Sok gak peduli, padahal diam-diam suka gue." Ledek Kei, tangannya iseng menoel-noel pipi Rin.
Rin memutar bola matanya jengah, ditepisnya tangan Kei "Kayaknya kamu salah paham." ucapnya.
"Oh begitu? terus ini apa?" tanya Kei, dagunya terarah pada lukisan di depannya.
"Sketsa muka kamu yang tanpa sadar aku buat." Jawab Rin malas. Iya, sketsa itu milik Airin Dwi Putri, murid kelas 1-3. Hasil karyanya yang terpaksa ia kumpulkan untuk nilai tugas seni rupanya.
"Gue baru tau lo jago gambar Ai." ucap Kevin yang tahu-tahu sudah ada di samping kiri Rin.
"Sejak kapan dia di sini? Kenapa mereka selalu muncul tiba-tiba sih? udah kayak jin aja." Batin Rin.
"Tapi gambarnya gak banget, lo kurang kerjaan atau emang gak ada objek yang lebih bagus lagi sih? Muka bonyok sana-sini aja digambar, mending lo gambar gue aja! jelas lebih ganteng." Kata Kevin dengan mimik wajah yang mengejek Kei.
"Namanya juga gak sadar, tadinya sih mau aku buang begitu lihat hasilnya. Tapi gak sangka, sketsa ini malah dipajang di sini."
Kei menyisir rambutnya dengan jari, "Itu tandanya, pesona gue gak ada tandingannya. Muka bonyok juga tetap kelihatan ganteng." Ucapnya menyombongkan diri.
Kevin mendengus, berbanding terbalik dengan Rin yang tanpa disangka terseyum pada Kei. "Ya, aku rasa juga begitu."
Pyasshh ... wajah Kei memerah seketika, tidak menduga akan dapat pengakuan dari gadis di hadapannya. Kevin yang sempat melirik ke belakang terbelalak, bagaimana bisa mantan sahabatnya memerah hanya karena ucapan seorang gadis? seistimewa itukah sosok Airin yang diaku pacar oleh Kei? Kalau iya, maka Kevin tidak akan tinggal diam.
"Heh. Sepertinya lo udah ngelupain dia ya?" bisik Kevin pada Kei yang kini berdiri sejajar di belakang Rin.
"Gue gak akan lupain dia, kenangan itu masih tersimpan dan akan selalu tersimpan selama gue masih hidup." Tegas Kei.
Kevin tertawa mendengarnya, tidak akan lupa Kei bilang? bagi Kevin kata-kata Kei barusan hanya omong kosong. Rin mendengar Kevin tertawa, seketika menengok.
"Kau kenapa?" tanyanya.
"Haha ... pfft. Enggak apa-apa, ayo lebih baik kita cari makan Ai, gue lapar." Ajak Kevin, dan mereka berdua pun pergi lebih dulu, meninggalkan Kei yang kini menatap kosong langit-langit ruang pameran.
°°°°°°
Kevin dan Rin duduk disalah satu meja yang disediakan di area istirahat, menghadap langsung ke panggung utama yang menampilkan RAN dengan lagu Dekat Di Hati.
"Lo tunggu sini aja Ai, gue beli makanan dulu. Lo mau apa?" tanya Kevin.
"Apa aja deh Vin."
Kevin terkekeh, "apa aja itu bukan jawaban Ai, gue beliin kerikil goreng ntar lo makan ya."
"Ya gak gitu juga dong. Yaudah samain kamu aja deh."
"Sip. Jangan kemana-mana ya, ntar lo ilang gue yang repot." Perintah Kevin yang diangguki Rin dengan muka enggan.
Tak lama Kevin pergi, Kei datang dengan kantung plastik berisi snack yang dibelinya dan duduk di hadapan Rin.
"Kemana si Kevin?" tanyanya.
"Beli makanan. Kei, aku boleh tau gak kenapa kalian musuhan?"
Kei menghentikan kegiatannya menyobek bugkus roti, menghela napas sebelum berkata, "ceritanya panjang, kapan-kapan gue ceritain kalo ada waktu senggang. Nih lo makan roti dulu."
Rin mengangguk, diambilnya roti yang disodorkan Kei dan makan dalam diam sampai Kevin datang. Suasan terasa canggung, mereka bertiga makan dalam diam tanpa seorang pun mau membuka obrolan. Rin sendiri tampak asik menyantap makanannya sambil ditemani alunan musik dari RAN.
"Wow ... lihat ada siapa di sini?! ternyata lo berdua masih temenan? gue gak nyangka." ucap seseorang yang tak Rin kenal, datang tiba-tiba bersama empat temannya dan langsung mengepung meja Rin.
"Siapa mereka?" batin Rin.
°°°°°°
Hayoo ... siapa sih mereka? kalau penasaran, ikutin terus "End of Rain" dan jangan lupa votenya ya 😋
NP : Mulmed di atas, kira-kira begitu pose Kevin dan Kei di photobooth. Hehe
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top