#10 Maaf

drrt... drrt...
Gatra calling...

Kei sedang mengemasi barang-barang untuk dibawa pulang ke Jakarta besok ketika benda persegi di atas tempat tidurnya bergetar, menampilkan id call Gatra.

"Halo, kenapa Gat?"

"..."

"Ia gue belom lama ketemu tuh anak."

"..."

"APA? Sial!"

"..."

"Iya, gue kenal. Dia si pemilik payung merah. Dan gue ketemu Kevin pas lagi sama tuh cewek."

"..."

"Iya gue tau gue bego. Namanya juga lagi emosi."

"..."

"Gue serahin sama lo, thanks bro. Gue otw sekarang."

Kei memutuskan sambungan. Niat beristirahat tidur siang batal sudah. Segera ia masukkan Handphonenya ke saku celana, mengambil ranselnya yang sudah dikemas dan pergi meninggalkan Bandung menuju Jakarta saat itu juga. Pikirannya tidak tenang saat mengetahui Kevin membawa Rin bersamanya. Kei tahu Kevin tidak akan berbuat hal senonoh pada Rin, bagaimana pun mereka dulu sahabat, tau sifat dan karakter masing-masing meski sekarang Kevin membenci Kei. Tapi mengingat Rin yang menangis ketakutan membuatnya resah, Kei tidak akan memaafkan Kevin jika hal itu terjadi lagi.

°°°°°

Kevin menghentikan laju motornya di depan toko roti langganannya. Sepanjang jalan Rin hanya diam, membuat Kevin kesal hingga menaikan kecepatan di atas rata-rata tapi gadis diboncengannya itu tak juga bereaksi sampai sekarang.

"Heh, mau sampai kapan lo duduk matung. Cepat turun!" Kevin melepas helmnya, menyisir rambutnya yang berantakan dengan jari. Sempat ia melirik ke belakang dan Rin masih tak bergerak. Geram, Kevin turun dari motor dan menghadap Rin. Tapi rasa kesalnya berubah penyesalan saat ditatapnya wajah Rin yang pucat. Gadis itu menangis tanpa suara.

"Sebegitu takutnya ya lo diajak ngebut?" tanya Kevin. Rin mendongak menatap wajah cowok jangkung dihadapannya dengan tatapan kosong, air matanya semakin deras. Rin terisak, dengan tersedu-sedu ia mengomeli Kevin.

"Ka-kamu pi-pikir aja sen-diri!" Kevin menghela napas, dilepasnya helm merah muda yang masih melekat di kepala Rin. Dirapikannya rambut sebahu Rin yang berantakan diterpa angin akibat ulahnya, setelah dirasanya rapi Kevin menepuk puncak kepala Rin sambil meminta maaf. Maaf yang tulus dari lubuk hati terdalam, meski tidak dapat respon. Dua kali ia membuat gadis dihadapannya itu menangis ketakutan. Sungguh ia tak suka melihat perempuan menangis, apalagi karena dirinya. Tapi tempo hari ia hilang kontrol karena Kei mantan sahabatnya, dan niatnya kali ini mau meminta maaf tapi malah membuat kesalahan lagi.

Krucuukk... krucuukk...

Suara aneh memecah keheningan, Kevin mengernyit menajamkan pendengaran. Suara tadi terdengar dari arah Rin yang kini menutupi wajahnya dengan kedua tangan. Malu. Kevin terkikik menatap gadis di depannya itu. Tak sangka suara aneh tadi ternyata suara perut Rin yang kelaparan. Sedangkan Rin merutuki perutnya yang tak bisa diajak kompromi hingga mengeluarkan suara seperti itu, tapi tak bisa ia pungkiri aroma roti yang sedang dipanggang memang begitu menggugah selera hingga membuatnya merasa lapar. 

"Udah berhenti nangisnya? gak usah ditutupin tuh muka, sok sok malu segala. Gue tau lo laper, ayo turun kasian cacing di perut lo udah demo tuh. Hahaha."

"Kamu jangan ketawa, gak lucu tau!"

"Haha.. pffftt. O-ke oke, sebagai permintaan maaf lo boleh makan sebanyak apapun gue traktir,"

Rin tak merespon, tapi Kevin sempat melihat binar bahagia dari manik mata hitam berair milik Rin, ketika mendengar kata traktir sebelum gadis itu menggantinya dengan mimik datar yang dibuat-buat. Sungguh tak sanggup rasanya Kevin menahan tawa melihat perubahan ekspresi Rin. Gadis ini seakan penuh kejutan.

"Kamu mau nyogok aku?"

"Kamu itu sebenernya jahat atau baik sih?"

"Simpan pertanyaan lo itu, kita ngomongin di dalam aja. Ayo!"

Rin akhirnya mengikuti Kevin ke dalam toko, aroma lezat roti semakin menyengat membuat rasa lapar Rin bertambah. Matanya berbinar seolah menemukan harta karun bajak laut yang terpendam saat melihat berbagai bentuk cake dan roti yang dibuat unik untuk menarik pelanggan. Kevin yang diam-diam melirik Rin, terkekeh pelan. Mereka mengitari etalase roti dan cake. Semuanya terlihat lezat dan mengagumkan di mata Rin. Benar-benar sungguh menggiurkan.

"Air liur lo netes tuh!" ucap Kevin.

Rin reflek mengelap sudut bibirnya yang tak basah. Membuat tawa Kevin membahana sedangkan Rin merutuki tindakan bodohnya tadi. Wajar saja kan reflek, siapa tahu air liurnya benar netes kan memalukan. Puas menertawakan Rin dan memilih roti yang diinginkan, Kevin berjalan ke arah tempat duduk di dekat jendela yang menghadap taman. Toko roti yang memiliki nama Family ini memang sengaja mengambil tema keluarga, sehingga desain interior pun sengaja dibuat seakan pengunjung berada di rumah. Rin hanya diam mengikuti kemana langkah Kevin pergi, tawaran roti gratis yang menggiurkan dengan berat hati ia abaikan. Rin takut jika Kevin tidak tulus dan kelak akan menagihnya sebagai hutang, bukan bermaksud berpikir negatif, ia hanya waspada mengingat tingkah Kevin yang pemaksa. 

"Ck. Lo beneran takut banget sama gue apa, udah gue bilang lo bisa pesan apapun kan?" ucap Kevin begitu Rin duduk dihadapannya tanpa membawa apapun.

"Hmm... gak usah makasih, aku cuma mau cepat nyelesain urusan sama kamu dan pulang."

Kevin menatap tajam ke arah Rin, tatapannya seakan memiliki laser Superman yang mampu menghanguskan sekitar. Ditatap seperti itu entah mengapa membuat Rin takut,  hingga ia hanya menunduk memandangi sepatunya. Kevin menghela napas lelah. Lagi-lagi Ia merasa seolah dirinya jahat.

"Ck. Gak usah nunduk gitu kali, gue gak akan nyelakain lo. Udah gue bilang kalo gue mau minta maaf, gue mau berteman sama lo. Gue serius, lo bisa tatap mata gue. Karena dia gak pernah bohong."

Rin mendongakan wajahnya memberanikan diri menatap mata Kevin, dia pikir Kevin hanya bicara omong kosong soal minta maaf tadi karena tingkahnya masih menyebalkan, ternyata cowok itu sungguh-sungguh. Rin tersenyum, lalu mengangguk antusias membuat Kevin menghela napas lega. Berada di dekat Rin membuatnya lelah tapi juga menyenangkan, tingkah gadis itu yang sulit diprediksi dan menggemaskan hingga Kevin yang sudah lama tak tertawa lepas sejak dua tahun lalu nyaris sakit perut menahan gelak tawa dari tadi.

Krucuukk... krucuukk...

"Hahahaha suara perut lo bunyi lagi tuh, udah sana pilih aja cake atau roti yang lo mau sebelum gue berubah pikiran gak jadi traktir."

Rin mengangguk dan langsung melesat hingga tak lama kemudian sudah duduk kembali di hadapan Kevin dengan nampan penuh roti beragam bentuk dan rasa. Badan kecil tapi nafsu makan besar, itulah hal yang terlintas di pikiran Kevin.

"Jadi, kamu itu sebenarnya baik atau jahat? kenapa waktu itu kamu cegat aku dan Kei? dan apa maksud kamu dengan mantan sahabat?" tanya Rin tiba-tiba sambil memakan roti rasa srikaya.

"Uh.. han apa hamu lalu hikuhin aku?"

"Ck. Lo mau makan apa ngomong? telan dulu tuh makanan." 

Dengan cepat Rin mengunyah makanannya hingga hampir tersedak, rasa penasaran selama seminggu akhirnya sebentar lagi terpecahkan.

"Maksudku, kenapa kamu sampe ngikutin aku? kamu stalker ya!"

Kevin menghentikan makannya, dan bersandar ke kursi merilekskan tubuhnya.

"Pertama, pada dasarnya gue orang baik. Kalo gue jahat, gue gak akan minta maaf dan neraktir lo. Yang ada lo gue jual ke luar negeri."

Rin tersedak kali ini, buru-buru ia mengambil minum dan meneguknya rakus. Kata-kata Kevin barusan seperti dejavu. Kei juga pernah mengatakan hal yang sama, ingin menjualnya ke luar negeri. Kini Rin yakin kalau mereka berdua dulu memang sahabatan, buktinya jalan pikiran mereka pun sama. Yaampun, Rin hanya bisa geleng-geleng kepala. Kenapa dia bisa kenal cowok-cowok berpikiran jahat seperti mereka berdua, meski hanya bercanda tapi pemikiran jahat itu sempat terlintas dan Rin sudah sepantasnya selalu waspada di dekat mereka.

"Yang kedua rahasia, dan rahasia. Itu privasi lo gak perlu tahu alasan gue, tanya pacar lo aja sana kalo penasaran."

Rin mengernyit, menajamkan pendengaran, siapa tahu ia salah dengar. Pacar? yang benar saja, Rin jomblo! Tapi detik berikutnya ia mengangguk membenarkan, ia lupa Kei berbohong pada Kevin mengaku sebagai pacarnya. Lebih baik ia tetap berpura-pura, demi keamanan dirinya.

"Dan, gue bukan stalker. Amit-amit deh nguntit lo, kayak gak ada kerjaan aja."

Rin mendengus kali ini, kalau bukan menguntit lalu apa sebutannya untuk orang yang selalu mendatangi tempat kerjanya dan meminta nomor telpon, bahkan menghampirinya sampai ke sekolah? Jagan bilang itu iseng, karena jika iya, hal itu sedikit menakutkan seperti di teror.

"Terus atas dasar apa kamu mau temenan sama aku? bukannya kamu benci sama Kei ya, dan kamu dengar sendirikan waktu itu Kei bilang kami pacaran."

"Gue cuma gak mau lo berakhir kayak seseorang yang gue kenal, dekat dengan Kei gak baik buat lo. Dunia dia berbeda gak seperti yang lo bayangin."

Rin mulai tidak menyukai arah pembicaraan ini, memang banyak yang bilang Kei berandalan dan yah... Rin juga sudah menyaksikan cowok itu babak belur karena berkelahi bahkan nyaris tewas kehabisan darah, tapi setiap orang punya alasan bukan? Rin hanya tidak suka seseorang mengatur hidupnya, menentukan mana yang baik dan tidak baik baginya. Gadis itu punya penilaian sendiri, orang tuanya tidak pernah melarang ia bergaul dengan siapapun karena orang tuanya percaya anak gadisnya mampu memilah yang baik baginya. Dan Kevin, yang baru berniat menjadi temannya sudah seenaknya saja. Jika berteman dengan Kei tidak baik, lalu bagaimana dengan Kevin? bukannya mereka sama saja suka berkelahi, terlebih lagi Kevin sudah sering membuatnya takut.

"Makasih atas peringatannya, tapi kalau aku gak boleh dekat dengan Kei berarti aku juga gak punya alasan dong untuk berteman sama kamu. Bisa kita pulang sekarang? karena aku gak tau jalan pulangnya." ucap Rin menyudahi pembicaraan juga menyudahi makannya yang memang sudah habis tak bersisa. Entah karena lapar atau doyan.

"Ya, lo benar. Tapi anggap aja kita teman, harus gue akuin mengganggu lo itu cukup menyenangkan Airin."

Rin merinding mendengarnya, Kevin mengatakan itu sambil tersenyum. Tidak, lebih tepatnya dia menyeringai. Sudah Rin duga, senyuman Kevin itu menyeramkan meski sekilas terlihat manis.

°°°°°

Rin baru tiba di kosan tepat pukul 20.00 . Kevin tadi dengan seenaknya membawa Rin mengitari Kota Tua, selepas meninggalkan toko roti Family. Tapi harus Rin akui, dia cukup menikmatinya. Semenjak tiba di Jakarta Rin memang belum sempat mengelilingi Ibu Kota Negara  tempat sekarang ia tinggal itu, rutinitasnya hanya seputar sekolah, kedai kopi, dan kosan. Meski Kevin menyebalkan suka ngebut dan pemaksa, bermain dengannya cukup menyenangkan bagi Rin.

Tok... tok... tok...

"Airin, ada yang nyariin kamu tuh di luar." ucap Rara, teman satu kosan Rin. Mahasiswi tingkat akhir yang sedang pusing buat skripsi menginterupsi niatan Rin untuk tidur.

"Siapa kak?"

"Manaku tahu, tapi ganteng loh. Pacarmu ya? aduuuuhh... bikin iri aja deh, udah sana buruan kok malah bengong. Ayo ayo!" ucap Rara sambil mendorong punggung Rin, gadis itu kelewat semangat kalau menyangkut kaum adam yang ganteng.

Cklek

Rin membuka pintu, dan langsung dihadapkan wajah seorang cowok. Bahu Rin diguncang-guncang ke depan ke belakang membuat gadis itu sedikit mual.

"Rin! Lo gak apa-apa?"

"Kei? lepasin nanti bisa aku muntah."

°°°°°

Waahh... halooo! apa kabar kalian? semoga baik ya. Maaf lama updatenya, semoga masih ada yang setia nunggu dan baca ya 😋. Haha semoga aja sih 😅.

Thanks buat yang ikutin cerita ini terus, happy reading and see you next chapter 😘

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top