24. Is it an Ending?

Tetelah kejadian dua hari lalu, Resti bersikap seperti seekor induk ayam yang melindungi anaknya. Dia menjadi super duper overprotective terhadapku dengan seluruh perhatiannya yang berlebihan. Resti selalu menanyakan keadaanku lalu tidak lupa setiap saat menawarkanku untuk makan seakan aku tidak dapat membeli makananku sendiri.

Dan perhatiannya semakin berlebihan saat aku mengatakan hari ini aku tidak masuk ke kampus karena sakit kepala. Resti yang tidak dapat meninggalkan kuliah pagi karena terdapat kuis dan tidak sempat membelikanku sarapan, dia terlihat sangat cemas seolah aku sekarat.

"Ri, kamu nggak apa-apa?" tanyanya untuk sekian kali saat dia hendak berangkat.

"Ng—nggak apa-apa, Res. Cuma sakit kepala," jawabku menenangkan dan berusaha tersenyum walaupun kepalaku terasa sangat pening.

"Aku sudah suruh Nouval belikan bubur ayam, habis itu kamu minum obat, ya?!"

Aku mengangguk paham. "Iya."

Sekitar tiga puluh atau empat puluh menit kemudian, pintu kamar kosku terketuk dan aku pun mempersilakan orang itu untuk membukanya.

Mbak Giana, pemilik kos, membuka pintu kamarku lalu mengatakan sesuatu. "Ri, ada titipan bubur ayam dari Nouval."

"Taruh di meja aja, Mbak," gumamku pelan.

Tak lama kemudian aku memakan bubur itu beberapa suap sebelum akhirnya muntah. Kepalaku terasa sangat pening dan dunia berputar-putar. Setelah hampir dua jam aku menahan, rasa sakit itu tidak kunjung menghilang dan semakin menjadi. Aku yang tidak tahan akhirnya me-whatsapp Resti.

Res, kamu masih ada kuliah?

Setelah lima menit tidak ada tanggapan dari Resti yang sepertinya masih kuliah dan belum sempat membuka smartphone, aku mengirimkan pesan ke Nouval.

Val, kamu ada di mana?

Di kampus.

Nouval membalas pesanku dengan cepat. Melihat responnya yang cepat, kemungkinan hari ini Nouval juga tidak memiliki kuliah jam kedua. Dengan menahan rasa nyeri yang semakin lama bertambah, aku meminta bantuannya.

Ngapain?

Ngerjakan tugas.

Val, boleh minta tolong, nggak?

Apa?

Anterin aku ke medical center atau rumah sakit. Aku nggak kuat, Val. Kepalaku sakit banget.

Setelah pesanku tercentang dua dan berwarna biru. Smartphone ber-cashing biru itu berdering dan pada layar tertera tulisan Nouval memanggil.

"Val, anterin aku ke rumah sakit, kayaknya vertigoku kambuh," gumamku dengan suara lirih sebelum Nouval mengucapkan sepatah kata.

Namun bukannya Nouval yang menjawab ucapanku, aku malah mendengar suara pria lain yang sangat kurindukan.

"Tunggu sebentar ya, Ria. Sebentar lagi Kakak sampai."

Mataku terasa panas dan dengan cepat cairan bening itu merembes melalui sudut mataku. Aku tidak tahu hanya dengan suaranya dapat membangkitkan segala macam emosi yang terkubur dalam relung hatiku yang paling dalam.

"Kak Ethan?" Aku memanggil nama pria itu dengan suara lemah dan hampir tidak dapat menekan perasaanku lagi.

"Iya, Ria. Ini Kakak."

"Kak, kumohon jangan tinggalin aku lagi," gumamku lirih sebelum sakit kepala mengambil alih kesadaranku.

Di antara kondisi sadar dan tidak sadar aku mendengar suara Resti dan Nouval tengah berdebat. Samar-samar aku mendengar perdebatan tersebut.

"Resti!"

Itu adalah teriakan Nouval. Aku jarang dan hampir tidak pernah mendengar Nouval meneriakkan nama Resti. Pria yang selama ini bersikap kalem dan mengalah itu entah kenapa terdengar dominan dan seakan memerintah.

"Val, kenapa kamu menghentikan aku untuk menampar pria berengsek yang selalu menyakiti Daria ini?!"

"Resti, jangan, Daria masih sakit. Nanti Daria malah kepikiran dan nggak sembuh-sembuh."

"Tapi Daria selalu sakit gara-gara pria ini, bahkan dua tahun lalu Daria sekarat juga karena dia."

"Apa Kakak nggak tahu kalau Daria kecelakaan dan koma selama dua hari? Kakak juga pasti tidak tahu penyebab kecelakaan Daria, kan?"

"Aku hanya mendengar Daria mengalami kecelakaan kecil tapi aku tidak tahu bagaimana keadaan dan penyebabnya."

Setelah suara Resti mendominasi percakapan, kali ini aku mendengar suara Kak Ethan yang teduh dan menenangkan. Suaranya bagai oase dalam gurun pasir.

"Hari itu Daria kecelakaan setelah mencari kado ulang tahun untuk Kakak dan apa balasannya saat dia sembuh dan terbebas dari maut?"

Hening. Aku tidak dapat mendengar apa-apa tetapi entah kenapa suasana tersebut menjadi sangat tegang.

"Kakak sama sekali nggak membalas pesannya dan tetap nggak berubah, selalu mengabaikannya."

Sedetik kemudian terdengar tangisan Resti dan sedang sesenggukan. Aku tidak menyangka Resti yang dingin bisa menangis histeris seperti ini.

"Res, sudah... kamu nggak usah mengatakannya lagi."

"Nggak, Val. Aku nggak akan puas sebelum dia tahu penderitaan Daria selama ini!"

"Katakan... apa saja yang telah kuperbuat pada Daria?"

"Setelah penolakan Kakak, Daria mengalami depresi dan diam-diam menjalani konseling sebelum akhirnya kedua orang tuanya memutuskan pindah ke Malang dan walaupun sekarang Daria terlihat baik-baik saja agar dia nggak menyusahkan orang lain, Daria masih berjuang menghadapi ketakutannya sendiri dan selanjutnya apa yang Kakak lakukan padanya?"

"Kakak datang dan kembali mengingatkannya pada trauma masa lalunya!"

Setelah itu kegelapan menarikku dan sama seperti sebelumnya aku tidak dapat melakukan apa-apa. Aku terbangun dan menemukan sepasang mata teduh di balik kacamata menatapku saksama.

"Kak Ethan? Kenapa Kakak di sini?" Aku tidak menyangka orang yang pertama kulihat adalah Kak Ethan.

Kak Ethan terdiam sejenak dan genggaman tangannya semakin erat sebelum dia berbalik mengajukan pertanyaan. "Apa kamu nggak ingat siang tadi kamu sakit kepala dan akhirnya kehilangan kesadaran?"

Aku menggelengkan kepala dan berkata jujur. "Aku nggak terlalu ingat...."

"Sudah berapa lama kamu sakit kepala seperti ini, Ria?" tanya Kak Ethan dengan wajah cemas.

"Aku cuma masuk angin," gumamku lirih dan tidak berani menatap matanya.

Kurasakan genggaman tangannya semakin bertambah erat. "Ria?"

"Aku nggak terlalu ingat, mungkin sejak umur lima belas tahun. Awalnya nggak terlalu sakit tapi semakin lama semakin sakit apalagi kalau aku banyak pikiran."

"Ria, kamu sakit."

"Aku cuma masuk angin dan mungkin stres karena banyak praktikum."

"Kamu mungkin tidak ingat sebelum benar-benar kehilangan kesadaran, dokter melakukan CT scan dan hasilnya ada tumor di kepalamu."

***END FOR FREE VERSION***

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top