16. Absurd Advice
Tak lama kemudian Kak Ulfa segera membalas pesan dengan emoji bosan.
Bantu? Apa?!
Aku membalas jawaban itu dengan cepat dan berharap Kak Ulfa bersedia membantuku keluar dari situasi ini.
Kakak ke rumah pokoknya sekarang!
Ni anak emang seenak udhel. Ada apa sih?
Kak Ethan!!!
Kak Ethan?
Kenapa emangnya?
Ada sesuatu pokoknya. Ntar deh kukasih tahu. Sekarang Kakak harus ke sini. Nggak pakai lama!
Ah, I see. Ok, lima menit lagi
Makasih. :* :*
Aku menunggu Kak Ulfa di dalam toilet dan membuka pintu toilet setelah Kak Ulfa memanggilku dengan suara lantang. Pintu kamarku terbuka saat aku mendekat dan samar-samar mendengar percakapan Kak Ulfa dengan Kak Ethan.
"Wah, Mas Ethan makin ganteng nih!"
Aku mengernyit. Sifat Kak Ulfa tidak pernah berubah, selalu blak-blakan dan heboh—tidak seharusnya aku mengatakan sifat penolongku sangat lebay dan berlebihan, bukan?
"Ulfa, ya?"
"Iya, Mas. Masak nggak kenal? Aku makin subur, ya?"
"Mau cari Ria, ya?"
"Iya, tapi di mana dia sekarang?"
"Barusan dia ke toilet."
Aku melangkah dan "Kak Ulfa?"
Aku memasang wajah terkejut melihat Kak Ethan dan Kak Ulfa duduk di karpet lantai kamarku.
"Ke toiletnya lama banget. Kamu ganti pembalut, ya?" tanya Kak Ulfa sambil memutar matanya.
Aku kehilangan kata-kata dan tidak bisa menjawab pertanyaannya lalu kulihat Kak Ethan memasang roman yang sulit kubaca. Astaga, seharusnya aku tidak meminta bantuan gadis sembrono sepertinya!
"Kalau begitu Kakak permisi." Kak Ethan bangkit dari tempat duduknya lalu pergi.
Setelah memastikan keadaan sudah aman—tidak ada tanda-tanda kehadiran Kak Ethan—aku menarik napas lega.
"Ciye, yang akhirnya CLBK," ucap Kak Ulfa dengan seringai jahil yang sangat menyebalkan.
"Apaan sih, Kak!" Aku melempar bantal ke wajahnya tapi sayang Kak Ulfa menghindarinya dengan sempurna.
Kak Ulfa mengambil bantal itu lalu melemparnya ke arahku. Aku berhasil menghindarinya lalu berdiri dengan tangan bersilang ke dada sementara Kak Ulfa tetap sama—memasang seringai menyebalkan dan memancing kekesalanku. "Nggak usah pakai malu-malu segala, Ri. Aku sudah tahu gimana perasaanmu pada Kak Ethan."
"Kakak sok tahu, deh!" seruku lalu menjatuhkan tubuhku ke ranjang dan menghela napas panjang.
Aku memejamkan mata untuk menenangkan kepalaku yang terasa sangat penuh lalu duduk di ranjang. Kak Ulfa kini memilih duduk di kursi dan terlihat mengamatiku saksama. Seringai jahil itu menghilang dan berubah menjadi raut tanda tanya. "Kenapa kok kamu sedih dan bingung gitu, bukannya senang?"
Salah satu orang yang mengetahui bagaimana perasaanku pada Kak Ethan—selain Resti dan Nouval—adalah Kak Ulfa. Berkat usianya yang lebih tua tiga tahun dariku, Kak Ulfa juga sering memberiku saran walaupun kebanyakan sarannya sangat konyol dan sam sekali tidak membantu.
"Apa semua ini nggak terlalu cepat, Kak?"
"Cepat apanya?" tanya Kak Ulfa yang kini memasang wajah bodoh.
Aku menahan diri untuk tidak memutar bola mata lalu menjelaskan arah percakapan kami dengan pelan. Kak Ulfa yang memiliki darah Jawa, Sunda dan Pakistan seharusnya sangat populer di sekolah tetapi semuanya hancur akibat sifat dan kepribadiannya—yang tidak perlu untuk kujelaskan—sehingga banyak yang beranggapan Kak Ulfa memiliki kecantikan sia-sia.
"Nenek nyuruh Kak Ethan nikahin aku secepatnya, gimana menurut Kakak?"
Kak Ulfa terdiam sejenak, terlihat larut dalam pikirannya. Aku berharap Kak Ulfa memberiku sedikit saran atau masukan yang memberiku gambaran mengenai pernikahan karena Kak Ulfa sedang menyiapkan pertunangan yang akan dilangsungkan dua minggu lagi.
"Hmm... Menurutku sih ya cepat nggaknya pernikahan itu tergantung masing-masing individu. Aku nggak bisa bilang cepat atau nggak karena bukan aku yang menjalani. Kalau kamu merasa belum siap dan terlalu cepat, sebaiknya kamu bilang ke Kak Ethan apa yang kamu rasakan."
Aku mengerjapkan mata, setengah tidak percaya dengan apa yang ditangkap indra pendengaranku. Kak Ulfa benar-benar memberiku masukan yang masuk akal, bukan saran absurd seperti biasanya.
"Kalau Kakak di posisi aku, gimana?" tanyaku lagi.
Tanpa pikir panjang Kak Ulfa langsung melompat dari tempat duduknya lalu berdiri dengan seringai jahil. "Ya, jelas dengan senang hati menerima Kak Ethanlah! Mana ada cowok sekelas Kak Ethan yang sudah PNS, mapan, lulusan S3 luar negeri dan masih lajang, Ri!"
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top