03. After that Deed
Tidur berada dalam pelukan seseorang tidaklah buruk. Kulit dengan kulit yang saling bersentuhan tidak hanya mengikat hubungan dalam keintiman tetapi kenyamanan juga menyertai. Kurasakan dia mempererat pelukannya dan aku ikut menggerakkan tubuh agar lebih dekat dengannya sehingga mengikis jarak tubuh telanjang kami.
Tunggu sebentar! Apa barusan kubilang? Tubuh telanjang? Kami?
Aku terbangun dengan sebuah keterkejutan. Mataku langsung terbuka lebar dan benar saja aku mendapati seseorang tengah memelukku. Tidak hanya pelukan saja, kurasakan bukti gairahnya menyentuh bagian intim yang seharusnya kulindungi dengan taruhan nyawa.
Bulu kudukku berdiri. Aku bergidik ngeri dan berusaha melepaskan kungkungan tangan yang menawanku. Pria itu menggeliat pelan dan gerakannya membuatku tiba-tiba membeku di tempat.
"Hmm... Kak Key sudah bangun?" Dia bertanya dalam gumaman lirih lalu menarik tubuhku dan mengeratkan pelukannya.
Suara bas yang familiar itu seakan mengguyur kepalaku dengan air dingin dan hal itu membangunkan sepenuhnya kesadaran yang tadinya tertutupi kabut cairan haram yang seharusnya tidak kutenggak hanya karena sebuah patah hati.
"Kak Key tidak apa-apa?"
Pertanyaan Ray mengembalikanku pada kenyataan pahit kalau aku telah tidur dengan adikku sendiri. Garis bawahi aku telah tidur dengan ADIKKU. Ah, tunggu sebentar lebih tepatnya adik tiriku.
Aku menarik selimut untuk menutupi tubuhku yang kini tidak tertutupi oleh sehelai benang pun lalu menatapnya lurus. "A—apa kita sudah... tidur bersama?"
Pertanyaanku mungkin terdengar sangat bodoh seakan berbagai petunjuk yang ada di depan mata itu kutelan mentah-mentah. Pelukan erat Ray, ketelanjangan yang tersembunyi di balik selimut dan yang paling membuatku yakin kalau kami melakukan itu adalah rasa perih dan lengket di pangkal pahaku.
Ray kini membuka matanya dan dia menatapku bingung lalu entah kenapa ekspresi wajahnya berubah menjadi dingin. "Jawaban apa yang Kak Key inginkan?"
"Jadi kita..." Aku tidak bisa melanjutkan kalimatku.
Ray bangkit dari tidurnya dan mengambil kacamata yang berada di atas nakas. "Apa Kakak sama sekali tidak ingat?"
Aku mengangguk pelan sembari menggigit bibir. Mataku memanas dan dengan cepat cairan bening itu mulai memenuhi mataku. Bagaimana bisa ini terjadi?
Seakan mengetahui kecamuk dalam benakku, Ray menghela napas panjang. "Tenanglah, Kak. Aku bukan pria berengsek seperti Ryan yang mencampakkan Kakak karena seorang wanita. Aku tidak akan pernah lari dari tanggung jawab."
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top