Silent CEO 44 - Kejujuran yang Tertahan

WRITTEN BY Shireishou

WRITTEN BY Shireishou

WRITTEN BY Shireishou

WRITTEN BY Shireishou

⬆⬆⬆⬆⬆⬆
PENULIS BAB INI!!!

JUGA DIPUBLISH DI PASSIONATE CEO

KETERLALUAN SAMPAI ADA YG NANYA PLAGIAT SIAPA

Belum sempat pramuniaga menekan tombol 911 di ponselnya, Axel langsug membopong Mysha dan tergesa keluar. Akan lebih cepat jika ia mengemudikan mobilnya daripada menunggu ambulan.

Mysha sudah aman di kursinya, tertahan sabuk pengaman. Wajahnya masih pucat pasi. Axel tak mau banyak berpikir. Fokusnya hanya segera menuju rumah sakit terdekat agar Mysha segera mendapatkan penanganan secepatnya.

Axel tak bisa dan tak mau duduk tenang di ruang tunggu. Ia terus mondar-mandir tak keruan di depan ruang IGD. Meskipun wajahnya dipenuhi kekhawatiran, tetap saja pesona Axel Delacroix tak terbantahkan. Itu bisa dilihat dari banyaknya orang yang berbisik menggunjingkannya. Biasanya, Axel menikmati semua perhatian yang tertuju kepadanya. Mengulang dalam kepala betapa sempurnanya ia. Namun, kali ini otak Axel terkunci. Ia tak bisa memikirkan hal yang lain kecuali tunangannya yang tidur di atas brankar dan didorong masuk ke IGD.

"Tolong panggilkan dokter terbaik untuknya. Saya tidak peduli biayanya. Berikan dia yang terbaik!" seru Axel nyaris setengah berteriak pada dokter jaga yang sempat mengangguk sebelum menghilang di balik pintu.

"Mr. Delacroix." Salah seorang perawat memanggil Axel untuk masuk ke ruang konsultasi.

Dokter spesialis berusia matang menyambut Axel dengan hangat. Rambutnya yang mulai beruban mungkin bisa menjelaskan betapa lama dedikasinya pada dunia kedokteran. Pria paruh baya itu mempersilakan Axel duduk.

"Apa Mysha baik-baik saja, Dok?" Axel tak dapat menyembunyikan kekalutannya. Terlihat jemarinya yang mencengkeram sandaran kursi memutih.

Dokter itu hanya tersenyum penuh kesabaran. "Miss Natasha asam lambungnya agak tinggi. Selain itu, ia juga terkena anemia ringan. Ia tadi sudah bangun, lalu saya minta ia tidur kembali sambil menungu hasil tes."

Axel masih menunggu kesimpulan dari penjelasan yang didengarnya. Meski terdengar penyakit sederhana, tapi bisa saja hal yang tak diinginkan melatarbelakangi semua itu.

"Tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Miss Natasha tidak mengalami hal serius." Dokter kembali mengeluarkan penjelasan penuh pengertian. "Dia hanya butuh banyak istirahat."

Axel mengetukkan jemarinya ke meja. Terlihat jelas ia kurang puas dengan jawaban yang diberikan.

"Saya ingin Mysha diperiksa secara menyeluruh. Saya tidak ingin sampai ada yang terlewat."

Dokter bisa melihat betapa Axel tidak tenang mendengar penjelasannya. Padahal ia sangat tahu bahwa Mysha bisa dikatakan sehat. Wanita itu hanya kelelahan. Istirahat dan makan yang cukup sudah akan memperbaiki semua.

Namun, pria paruh baya itu tak bisa mengabaikan binar kekhawatiran yang terpancar dari lensa biru langit di hadapannya. Axel sungguh-sungguh mencemaskan wanita yang kini sudah tertidur kelelahan.

"Baiklah. Saya akan melakukan tes menyeluruh pada Miss Natasha."

Axel merasakan degup jantungnya melambat dan ia bisa sedikit bernapas lega. Tes menyeluruh bisa mengetahui banyak hal. Seandainya pun Mysha punya penyakit serius, dengan pendeteksian dini, Axel yakin semua akan bisa disembuhkan.

"Apa saya bisa menemaninya?"

Dokter menggeleng dengan cepat. "Tolong biarkan Miss Natasha beristirahat."

Axek berpikir sejenak. Ia tahu betapa keras kepalanya Mysha. Jangan-jangan jika ia menemuinya, Mysha akan perpura-pura sehat dan langsug memaksa pulang. Lebih baik dirinya menjaga jarak dan membiarkan para profesional bekerja.

Axel mengangguk dan meminta dengan sangat agar dokter menjaga Mysha baik-baik sebelum ia akhirnya pergi meninggalkan ruangan. Pria itu memutuskan menuju toilet sejenak untuk merapikan diri. Ia tak ingin memalukan CLD meski harus ia akui, kepanikan tadi membuatnya berulang mengacak rambut tanpa sadar.

Di tengah koridor menuju toilet, tiba-tiba pandangannya menangkap sesuatu yang janggal.

Suara gemercik air terdengar di ruangan besar berkeramik dengan motif mozaik. Warna krem yang mendominasi seharusnya membuat siapa pun yang menggunakan kamar mandi itu akan merasa nyaman.
Namun kali ini, kenyamanan tampak tak hadir dalam hati pria itu. Tubuh yang terbentuk sempurna tengah diguyur air hangat dari dua pancuran yang tergantung di langit-langit.

Rambut kecokelatannya yang basah menutupi kening sebagian. Pria itu membiarkan iris hijau zamrudnya tersembunyi di balik kelopak mata.
Pikirannya mengembara. Baru pertama kali ia tak bisa berkonsentrasi di kantor. Axel dan Mysha memutuskan pulang lebih cepat. Michael malah tidak ada di kantor sejak pagi. Karenanya ia pun memilh pulang untuk menenangkan diri.

Alih-alih tenang, William justru mendapat tekanan lebih banyak ketika tiba di rumah.

Ucapan Mom saat ia masuk masih terngiang jelas di kepalanya.

"Kenapa kau membiarkan Mysha bersama Axel?" Thea terlihat kesal melihat William tak mengeluarkan reaksi apa-apa mendengar ucapannya.

"Mereka sudah bertunangan," jawabnya datar.

Thea berdecak. "Tapi apa kau rela Mysha kecilmu direbut oleh playboy kelas kakap macam Axel?" Wanita cantik itu mengembuskan napas. "Oke, sebagai CEO dia memang sangat luar biasa. Tapi sebagai pria, jujur aku tak tega Mysha mendapatkan pria seperti itu!"

Wiliam bisa menangkap ibunya mengkhawatirkan Mysha dengan sungguh-sungguh. Namun, masalah itu sama sekali bukan wilayahnya untuk ikut campur.

"Bagaimana jika Axel hanya mempermainkannya? Bukankah sudah tugasmu untuk menyelamatkannya seperti dulu?"

Menyelamatkan?

Hampir saja William tersenyum sinis. Namun, ia sudah sangat terlatih untuk menjaga ekspresinya sedatar kilauan granit yang diinjaknya. Mom tidak tahu apa-apa.

"Mereka sudah bertunangan." Lagi-lagi William menegaskan hal itu.

Thea tampak makin jengkel. "Kau rela Mysha-mu direbut pria macam Axel?!"

Rahang William mengeras. Sejenak Thea bisa melihat kilatan tak senang di mata anak tunggalnya. Hanya sesaat sebelum kemudian semua kembali datar.

"Jika aku memang ingin menikahi Mysha, aku pasti sudah mengatakannya. Permisi Mom. Aku mau membersihkan diri dulu."

William tak memedulikan Thea yang berulang kali memanggil namanya.

Netra sesejuk hutan itu kembali memperlihatkan keindahannya. Di bawah kucuran air yang menghantam kepalanya, William masih bisa dengan jelas merasakan dentaman bertubi.

Saat pertama kali mereka bertemu, pria itu masih belum menyadari siapa Mysha sebenarnya. Nama belakang Mysha tak lagi seperti yang dulu diingatnya. Dan kacamata itu membuatnya tampak berbeda.
Namun, saat Mysha memperbaiki mesin kopinya, ia teringat gadis kecil yang selalu sibuk mengutik apa saja. Selalu hadir dan tertawa bersamanya. Wanita dengan rambut keperakan yang halus, juga mata keemasan yang sering hadir menghias mimpi indahnya.

William memeriksa latar belakang Mysha diam-diam. Saat itulah semua kecurigaannya terbukti. Kala itu, dirinya sungguh bahagia telah menemukan cinta pertamanya yang hilang. Sayangnya, kenyataan tak seindah keinginan.

Pria itu hendak mengatakan segalanya pada Mysha sembari minum kopi luwak bersama alat pembuat kopi baru kebanggaanya. Namun, ketika wanita itu masuk ke ruangannya dengan tatapan bahagia, cincin indah yang tersemat di jari manisnya, William kehilangan kata-kata.

Tanpa sadar William menyandarkan kedua lengan kekarnya ke tembok dan menunduk dalam. Matanya kembali terpejam dan membiarkan aliran hangat menyusuri tengkuknya.

Saat itu hanya ucapan selamat yang bisa ia ucapkan. Bahkan kopi yang semula terasa nikmat, tiba-tiba berubah menjadi pahit dan menyesakkan, meski Mysha berdiri di hadapannya. Senyum ceria yang ia rindukan kini tak lagi ditujukan kepadanya. Axel telah mendapatkannya.

William terlambat menyadari. Dan ia tahu, itu kesalahannya sendiri.

Ketika Axel masuk ke ruangan dengan wajah penuh binar bahagia meski senyum tak terukir di sana, William tahu, pria itu sungguh mencintai Mysha. Bagaimana keduanya berjalan beriringan meninggalkan ruangan, membuat dadanya terasa sesak.
Namun, ia akan tetap bersikap tenang. Semua akan tampak seperti biasa. Mom tidak akan bisa memaksanya merusak hubungan orang. Mysha akan menikah dengan pria yang kini dicintainya.

Ya ... Mysha akan menikahi masa depannya. Masa lalu hanyalah kenangan untuk ditinggalkan dan tak akan berarti apa-apa.

William mematikan pancuran dan mengambil handuk. Dikenakannya celana jinnya dan menyambar kaus hitam yang tergantung.

Mungkin ia akan tenggelam dalam lautan kata-kata di perpustakaan. Menyingkirkan bayangan wanita dengan senyum ceria dari mata keemasan yang selalu ia rindukan.

Di rumah sakit, Mysha sudah menyelesaikan seluruh tes kesehatannya. Tes urin, darah, dan masih banyak pengecekan yang tak ingin ia ingat.

Baru saja Mysha selesai rontgent, pengecekan terakhirnya, tapi Axel tak juga tampak batang hidungnya.
Mysha tak ingin menelepon di dalam rumah sakit. Beberapa wilayah tak mengizinkan pasien menggunakan ponsel dan ia tak ingin melakukan kesalahan.

Mysha akhirnya berjalan menuju ruang tunggu di mana ia bisa menelepon dengan bebas. Baru saja ia berbelok, dilihatnya Axel keluar dari laboratorium pemeriksaan darah.

"Axel?"

Axel menoleh dan terkesiap sejenak. Namun, senyum tipis kembali tersungging. Senyum yang hanya diperlihatkan untuk Mysha.

"Bagaimana keadaanmu? Sudah tesnya? Maaf aku tak bisa menemanimu. Dokter bilang, lebih baik kau sendiri saja." Axel membelai pipi Mysha lembut.

"I'm fine." Mysha menyambut belaian di pipinya dengan mengantupkan tangannya di sana. Hangat. "Untuk apa kau ke lab. darah?"

Axel menarik napas panjang. "Aku tak sabar melihat hasil tesmu. Jadi kuminta kau diprioritaskan." Axel menurunkan jemarinya ke lengan.

"Apa hasilnya bagus?"

Tiba-tiba Axel menarik tubuh Mysha dalam dekapan. Memeluknya erat seolah tak ingin terpisahkan.

"Bagus. Kau baik-baik saja."

Mysha bisa merasakan tubuh kukuh yang kini merengkuhnya sedikit bergetar.

"Axel?"

"Tidak apa-apa. Biarkan aku begini sejenak. Aku lega kau tidak apa-apa. Itu saja." Axel menyusupkan kepalanya ke atas bahu Mysha.

Mysha merekahkan senyumnya. Tangannya terbuka dan balas mendekap tunangannya erat.

"Aku akan sehat dan selalu bersamamu hingga akhir hayat."

"Ya...."

Axel mempererat dekapanya.


SALUTE TO SHIREISHOU!!!

Yang udah nulis scene epik kali ini! One of my fave chapter XD

Sebentar lagi akan masuk ke konflik puncak dari cerita ini ^^ stay tune yah!

Ada yang bisa nebak apa yang akan terjadi?

#Team Axel

Or

#Team William

Or

#TeamMyshaJomblo

See you at saturday! Ditunggu vomentnya XD

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top