Reminiscing CEO 52 - Penyelesaian Masa Lalu


Bab ini ditulis oleh PhiliaFate

Dicopy sama persis ke:
Passionate CEO
Night with CEO
The Wicked CEO

Michael menghela napas panjang sebelum melanjutkan. Genggaman tangannya tidak pernah lepas dari Mysha, memberikan ketenangan sementara suara rendahnya mulai terdengar, "Aku yang pertama kali memberikan ide pada Mysha supaya dia menggantikan ayahnya. Waktu itu aku berharap Mysha dapat mengelola aset dan hal-hal yang sudah dibangun oleh Beliau."

Mary melipat tangannya di dada, mengeratkan sifat defensif setiap kali Eric disinggung. Dari matanya Michael dapat melihat rasa tidak suka yang nyata. Untung saja, wanita setengah baya itu menahan lidahnya dari menyela.

"Mysha tidak ingin langsung mendapatkan jabatan sebagai presiden direktur. Karena itu, dia meminta dia diizinkan bekerja sebagai General Manager sehingga dapat lebih dulu mengenal kondisi perusahaan," lanjut Michael terus menyunggingkan senyum ramah. "Anda sudah membesarkan seorang gadis yang luar biasa, Ma'am. Mysha meminta agar tidak ada seorang pun yang tahu siapa dirinya agar bisa bergerak bebas, mengetahui setiap masalah di perusahaan. Kami pun sepakat untuk merahasiakan bahwa kami sudah saling mengenal sebelumnya."

Pujian Michael membuat Mary melonggarkan sikapnya, mata emas wanita itu menatap Mysha dengan tatapan hangat. Mysha sendiri membalasnya dengan sebuah senyum kecil. Bagaimana pun juga, ibunya lah yang paling berjasa, membesarkan dia seorang diri di sebuah tempat asing.

"Setelah beberapa bulan, aku melihat bahwa Mysha yang cekatan sudah mengetahui seluk beluk perusahaan. Saat itu aku memintanya untuk membuka identitasnya pada rapat umum tahunan, di mana seluruh petinggi CLD di seluruh dunia berkumpul." Michael tersenyum simpatik. "Aku rasa itu adalah saat paling tepat dan ternyata berakibat cukup baik."

Michael ingin sekali berbicara bahwa dampak dari dibukanya identitas Mysha berhasil mengurangi sentimen negatif pasar saham terhadap mundurnya Axel sebagai CEO, tapi dia memilih diam. Udara dipenuhi kesunyian sementara dengung pemanas terdengar mengisi suasana. Mysha menunggu dengan gelisah sementara Michael memilih mengamati. Sampai akhirnya terdengar desahan napas.

"Kamu adalah anak angkat orang itu, benar?" tanya Mary mengetuk-ngetukkan jarinya pada lengan. Matanya menerawang.

Michael mengangguk pelan.

"Bagaimana ceritanya kamu menjadi anak angkatnya? Aku tidak mengira orang seperti dia bisa membesarkan seorang anak."

Michael mengulum senyum. "Dad merindukan keluarganya yang pergi. Kadang-kadang manusia baru bisa menyadari pentingnya sesuatu ketika hal tersebut telah hilang." Dia memandang ke arah Mary. "Aku mengenalnya sebagai seorang ayah yang baik. Dia merawat dan menemaniku, mendidik sekaligus menjagaku. Semua sisa masa lalunya terkubur habis ketika aku masuk ke dalam keluarga. Beliau ... tidak lagi berhubungan dengan wanita manapun." Pria berkacamata itu menambahkan dengan hati-hati.

Wanita setengah baya itu mendengkus. "Baguslah dia menyesal. Dia pantas mendapatkannya setelah menyia-nyiakan kami dan membuat Mysha trauma hingga menutup semua ingatan tentangnya."

"Mom, apa yang terjadi?" tanya Mysha ingin tahu. "Aku bahkan tidak bisa mengingat William Davis sebagai teman masa kecilku."

Lagi-lagi Mary menghela napas. Dia berdiri dari sofa dan beranjak menuju dapur sambil membereskan sisa jamuan. "Kalian lebih baik beristirahat. Mysha, kamarmu masih sama dan Michael bisa beristirahat di kamar tamu."

"Mom?!" panggil Mysha mengekor, menolak menyerah.

"Mungkin lebih baik kamu tidak perlu tahu, Mysha. Biar ayahmu tetaplah seperti yang kamu dengar dari Michael." Wanita itu membelai rambut Mysha lembut, ada kasih sayang dalam suaranya. "Lagipula, itu sudah lama sekali. Buatlah kenangan baru dengan Will, dia adalah anak yang baik."

Mysha tidak berkata apa-apa lagi dan membiarkan punggung yang sedikit membungkuk karena usia itu menjauhinya. Michael berdiri di sampingnya menepuk pundaknya untuk memberi semangat. Mysha membalasnya dengan sebuah senyuman sebelum membalikkan badan. Ibunya benar, masa lalu tetap menjadi masa lalu. Termasuk masa lalunya bersama Axel. Mysha menghela napas dan menunjukkan kepada Michael kamar tempatnya bermalam.

"Arigatou Gozaimasu, Matsushita-san."

Mysha mematikan layar komputer yang menampilkan lawan bicaranya yang berasal dari belahan dunia lain, sebelum menghempaskan dirinya pada kursi di belakangnya dan memijat keningnya. Sudah setahun dia menduduki posisi sebagai CEO dari Crown Land Development dan di luar dugaannya, dia bisa mengatasi semua tugasnya dengan baik. Selama ini dia mengira bahwa dia lebih cocok berada di belakang meja, berhadapan dengan angka dan statistik tapi, setahun ini telah membuktikan bahwa dia bisa menjadi negosiator yang handal. Berbekal data yang dia dapatkan, Mysha bisa meyakinkan calon investor bahwa CLD adalah perusahaan yang menguntungkan. Lagipula, pikiranya dalam-dalam, dia sering melihat Axel melakukannya.

Rasa sakit berdenyut di hatinya ketika nama itu disebut. Mysha menurunkan tangannya dari kening dan menatap langit-langit berwarna putih, kantornya masih sama seperti ketika dia pertama kali masuk ke CLD. Dia menolak menduduki kantor milik Axel. Hanya akan membuatnya sulit melupakan pria brengsek yang sudah mencampakkannya. Seluruh tempat itu memberikan nuansa yang sama dengan pria itu, baunya, dekorasi, hingga setiap perabotannya. Bahkan jika Mysha memilih mendekor ulang, kenangan-kenangan mereka di sana akan tetap berbekas.

Mysha menggelengkan kepala, menghapuskan bayang-bayang masa lalu, menghapus jejak kesalahannya karena sudah memercayai seorang playboy, meletakkan hatinya pada orang yang salah sejak awal. Setahun ini, keberadaan pria itu benar-benar lenyap. Tidak satu pun media yang memberi tahu ke mana mantan CEO itu berada. Dari desas-desus, ada yang berkata dia menikmati masa pensiun dini di salah satu kepulauan tropis, ada yang bilang kalau dia telah menjadi gelandangan karena kalah bermain poker. Entahlah, Mysha sendiri tidak berminat mencari tahu. Wanita itu mematikan komputer dan membereskan sisa pekerjaannya. Dia masih harus mengurus proyek-proyek yang akan dilaporkan pada annual meeting akhir bulan nanti, tepat di penghujung tahun.

Langit di luar kantornya kelam dan salju turun perlahan di kota New York yang berdandan menyambut natal, mengingatkan Mysha pada hari terburuk dalam hidupnya. CEO itu mendesah tajam. Mengapa dia masih sulit melepaskan diri?

Pintu kantor terbuka dan William masuk sambil membawa tas kerjanya. Direktur tampan itu masih saja memasang wajah tanpa ekspresi, namun Mysha dapat melihat tatapannya melembut ketika memandangnya.

"Sudah selesai?"

Mysha tersenyum membalas sambil memasukkan laptopnya ke dalam tas berwarna toska, beserta beberapa flashdisc yang berisi data perusahaan. "Sebentar lagi. Kita langsung pulang atau kau ingin makan malam lebih dahulu?"

William tidak langsung membalas membuat Mysha bertanya-tanya. Selama mengenalnya, Mysha nyaris tidak pernah melihatnya ragu, dia selalu bisa memutuskan dengan cepat. Ketika pria yang akhir-akhir ini dekat dengannya menatap dalam, Mysha tahu ada yang tidak beres.

"Will?" tanya Mysha menghampiri pria itu, menyentuh lengannya untuk menarik perhatian. "Ada apa? Apakah kau sakit?"

WIlliam menggeleng pelan sambil mengambil napas dalam. Dia merapikan anak rambut Mysha yang lepas dari sanggul sederhana dan mengaitkannya ke telinga. Gestur lembut yang hanya dia tampilkan pada wanita yang dicintai. "Ada hal yang aku ingin kau lakukan, Mysh."

Mysha diam, menunggu pria berambut hitam itu berbicara.

"Aku tahu, ini akan sulit bagimu, tapi kurasa kau harus melakukannya."

Kerutan di dahi Mysha makin dalam. Wanita itu menatap William bertanya-tanya. Tidak biasanya pria itu berbasa-basi seperti ini. Sesuatu yang gawat sedang terjadi dan WIlliam kesulitan untuk menyampaikannya.

"Aku ingin dirimu bertemu dengan Axel."

Kalimat itu seperti palu godam raksasa yang memukul kesadaran Mysha. CEO itu mundur selangkah, menjaga jarak sekaligus untuk mengamati bahasa tubuh William dari jauh, memastikan bahwa William sedang serius.

"Untuk apa?" balas Mysha dingin, menyamarkan nada getir dalam suaranya. Hatinya terasa seperti tertusuk ribuan jarum.

WIlliam tidak langsung menjawab. Dia memandang lekat ke arah netra emas yang selama ini menemaninya. "Ada beberapa hal yang perlu kau ketahui, Mysh."

"Aku tidak mau," tegas Mysha membalas tatapan William dengan sengit. "Aku tidak ingin bertemu dengan pria itu lagi."

Sekali lagi terdengar helaan napas dalam. "Kau tidak sepenuhnya melupakan Axel, Mysh. Dalam hatimu kau bertanya-tanya apakah benar dia meninggalkanmu karena alasan itu dan ...." Dia terdiam sejenak. "Aku merasa, kita--kau--tidak akan bisa berjalan maju bila tidak mendapatkan penjelasan yang memuaskan."

Mysha menatap William, setengah tidak terima pria itu menebak tepat apa yang menjadi isi hatinya. William benar, dirinya tidak benar-benar bisa melupakan Axel karena masih ada ganjalan yang belum dibereskan. Ada pertanyaan yang belum terjawab dan mungkin ada tamparan yang belum lunas. Mysha menelan ludah, kembali menimbang-nimbang, menatap William sekali lagi sebelum membuka mulutnya.

"Baiklah."

JANGAN SAMPAI KELEWATAN CHAPTER DEPAN WAN KAWAN!!!!

Seriusan! Karena semua masalah akan terpecahkan satu demi satu

Yang kepo Axel ngapain, dia muncul kok whahahaha

Btw, ada yang bisa nebak hubungan Mysha dan Will di bab ini? ;)

Tetap dukung dengan Voment ya :*

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top