Protective CEO 8 - Hasrat yang Bergelora

Mysha menahan napas ketika Axel mengecup tangannya. Seketika getaran aneh menjalar ke seluruh badannya, membuat bulu kuduk meremang sementara jantungnya berdegup kencang. Kaki wanita itu terasa lemas. Ingin sekali dia membiarkan dirinya dipeluk oleh Axel, namun dengan cepat dia mengumpulkan kembali tekad dan kekuatan, memaksa logika bergerak mengalahkan dorongan untuk melempar diri dalam pelukan kokoh pria yang kini sedang menggodanya. Bagaimana pun juga, dia memiliki prinsip yang teguh dalam hidup, tidak ingin berakhir sama seperti sang ibu yang trauma dengan pria.

"Sir," ucap Mysha dengan nada terkendali, tegas dan berwibawa, sambil menarik tangannya dari genggaman Axel. Dia harus tenang walau dadanya berdebar keras dan tubuhnya mendamba sentuhan dari atasannya tersebut. "Anda tidak bisa memaksa saya dan ingat, ruangan ini dipasang CCTV."

Sekuat tenaga, Mysha mendorong dada Axel. Tidak diduga, pria itu menurut, walau matanya berkilat menatap Mysha. Pandangan yang membuat sebuah sensasi aneh merayapi punggungnya, menggelenyar menaiki dada. Ada amarah dan gairah, membuat wanita itu menelan ludah. Seandainya saja tidak ada pengendalian diri yang kuat, mungkin saat ini mereka sudah saling mencumbu di sofa.

Mysha menghela napas. Tidak. Bukan saatnya pikiran liarnya berbicara. Dia membutuhkan semua kesadaran dan kelogisannya bekerja.

"Baiklah." Axel mengambil anak rambut Mysha dan mengaitkannya pada telinga, membuat wanita itu menggigit bibir bawah menahan diri. Lagi-lagi pria itu mendekatkan bibirnya pada telinganya. "Tapi kamu harus ingat satu hal," bisik Axel. Dia dapat merasakan hembusan napas hangat Axel begitu menggoda sambil berharap Axel tidak mendengar debaran dadanya. "Kamu milikku."

Axel menarik diri dan berjalan menuju pintu. Mysha tetap berdiri dengan punggung menempel pada tembok sambil melihat pria itu keluar. Baru saat pintu tertutup sempurna, dia membiarkan kekuatan meninggalkan dirinya hingga Mysha merosot dan jatuh terduduk di lantai, menghela napas untuk menenangkan dirinya. Desahan Axel masih terngiang, membuat rasa takut bercampur gairah memenuhi seluruh tubuh.

Ini tidak baik.

Mysha dapat mencium masalah dari tindakan Axel padanya dan semakin yakin kalau ini bukan pertama kalinya Axel menggoda wanita. Tentu saja, siapa yang tahan dengan pesona sang CEO? Dia yakin kalau ratusan wanita sudah bertekuk lutut di bawah Axel, secara harafiah. Mysha menggelengkan kepalanya cepat. Dia tidak ingin menjadi wanita kesekian yang menjadi penghangat ranjang pria itu. Kali ini dia benar-benar harus menjaga jarak, tapi bagaimana bila Axel tidak melepaskannya?

Wanita berkacamata itu mendesah tajam. Ini akan menjadi hal yang sulit terutama dia harus melawan segenap dorongan hatinya yang mendamba sentuhan Axel.

Esok paginya, Mysha sepenuhnya menghindar dari Axel. Tidak peduli pria itu kerap kali menelpon untuk membawa berkas ke kantornya, mulai dari rancangan desain untuk kota mandiri di Filipina sampai hal remeh seperti laporan absensi pegawai yang seharusnya bukan jobdesc Axel untuk memeriksa. Beruntung CEO dari CLD harus menghadapi marathon meeting dari pagi hingga sore, baik secara fisik maupun teleconference, memastikan perkembangan dari seluruh proyek yang ditangani. Mysha hanya perlu berhadapan dengan si sekretaris yang kali ini makin menunjukkan sikap antagonisnya, membuang muka ketika sedang berbicara dengan dirinya yang terhitung jajaran elit di CLD.

Setelah menutup pintu kantor, wanita itu langsung melempar diri ke sofa empuk sambil meluruskan kakinya yang pegal karena belum terbiasa memakai heels. Mysha memijat dahi, berusaha mengurangi rasa sakit kepala yang diderita. Berusaha untuk menghindari atasan sambil tetap mempertahankan performa kerja bukan pekerjaan mudah. Untung saja, masalahnya dengan Michael berakhir baik, pria ramah itu tidak mempermasalahkan kejadian kemarin dan mengundangnya untuk makan bersama lain kali. Dalam hati, Mysha berharap kalau Michael lah atasan langsungnya.

Dering telepon berbunyi memecah lamunan wanita berusia dua puluh delapan tahun tersebut. Mysha langsung berdiri tegak dan berjalan ke arah telepon internal kantor. Pasti urusan pekerjaan dan penting. Semoga saja bukan Axel.

"Selamat siang."

"Ms. Natasha." Sebuah suara datar menyambutnya membuat Mysha langsung memasang sikap sempurna walau lawan bicaranya jelas tidak bisa melihatnya. Ada getaran aneh dalam dadanya mendengar suara pria yang dalam itu.

"Mr. Davis, ada yang bisa saya bantu?" Mysha langsung mencari-cari kertas bila sewaktu-waktu dia harus mencatat perintah dari direktur CLD.

"Apakah laporan yang kuminta kemarin dulu sudah selesai?" tanya pria itu, tanpa emosi.

"Sudah. Saya sudah merekap data-data perusahaan seperti yang Anda minta. Lengkap dengan review dari kondisi perusahaan selama lima tahun terakhir. Oh, juga rencana anggaran untuk proyek di Singapura, Bali dan Pattaya," jelas Mysha seprofesional mungkin.

"Bagus, segera antarkan ke kantor saya, presentasikan secara singkat dan--" Mysha merasa lawan bicaranya sedang tersenyum di sana. "--mesin Espresso saya kembali bermasalah."

Mata Mysha membulat, sedikit tidak menduga permintaan tambahan dari William tapi rasa bangga menyeruak dalam dada. Kemampuannya di luar tanggung jawab di perusahaan berguna bagi orang lain.

"Baik, Mr. Davis. Saya akan tiba dalam waktu lima menit."

"Oke."

Sambungan terputus. Mysha langsung mengambil dokumen yang dibutuhkan serta flashdisc serba guna miliknya dan berjalan di sepanjang lorong. Setelah sekilas melihat pantulan dirinya di kaca jendela, wanita itu mendapati dirinya mengetuk pintu kayu ruangan direktur.

"Masuk."

Mysha membuka pintu perlahan dan hati-hati, mendapati pucuk pimpinan CLD sedang menandatangani beberapa dokumen di balik meja. Baru ketika Mysha melintasi setengah ruangan dengan nuansa coklat, pria itu mengangkat kepala dan menerima tumpukan kertas yang dibawa Mysha

Kantor direktur itu masih sama mengagumkan seperti terakhir kali dia ke sana. Tidak semewah milik Axel tapi tetap elegan. Semua perabotannya seakan berada di tempat yang tepat dan berfungsi sesuai dengan baik. Ada satu set sofa berwarna gelap di salah satu sudutnya dan meja kerja di sudut lain, rapi dan terstruktur. Mata Mysha memandangi deretan buku yang terletak di lemari samping meja kerja kayu ek, bertanya-tanya seperti apa selera baca dari sang direktur.

"Saya sedang memikirkan cara untuk mengurangi penggunaan kertas di kantor ini. Mungkin setelah ini kau bisa meminta tablet sebagai media presentasi di bagian purchasing." Suara William membawa Mysha kembali ke kenyataan. Mata hijau cemerlang itu membaca baris demi baris laporan di tangannya. "Silakan mulai presentasinya."

Mysha menelan ludah sebelum berbicara panjang lebar melaporkan kondisi makro perusahaan. General Manager muda tersebut menjabarkan fakta-fakta yang ada menurut tingkat urgensi seperti dicatutnya beberapa orang potensial oleh perusahaan saingan dan beberapa proyek beresiko tinggi yang sedang ditangani oleh Crown Land Developer. Untuk melengkapi fakta-fakta, Mysha juga menjelaskan tentang peraturan pemerintah terbaru mengenai pajak dan regulasi untuk pengurusan izin pembangunan. Setelah semuanya selesai, barulah Mysha menyampaikan secara garis besar perkembangan perusahaan selama lima tahun terakhir.

"Bagus," puji William datar, masih terus membaca laporan dari Mysha walau sebagian besar isinya sudah dijelaskan. "Saya minta kau terus meng-update perkembangan internal perusahaan dan secepatnya mengadakan meeting dengan divisi Human Resources Development untuk mencegah pindahnya karyawan ke perusahaan lain."

"Baik." Kepala Mysha langsung menyusun jadwal kapan dia bisa melakukan keinginan direkturnya.

"Oke, sementara aku membaca rencana keuangan, kita membahas masalah kedua." William menoleh ke arah mesin pembuat kopi yang sedang merajuk di sudut ruangan. "Saya sudah memesan mesin baru, tapi baru tiba besok. Saya harap kau bisa memperbaikinya sekali lagi karena saya membutuhkan kopi untuk lembur hari ini."

Sebuah senyum mengembang di wajah Mysha. "Saya akan coba sebaik mungkin."

Dengan cekatan, tangan lentiknya mengeluarkan pisau swiss army. Kabel yang dia perbaiki masih bagus dan lampu indikator menyala, tapi mesin tersebut menolak untuk bekerja dan mengeluarkan bunyi kasar. Mysha terdiam sejenak dan berpikir apa yang salah.

"Maaf, sepertinya saya harus membuka bagian dalam mesin ini," izin Mysha sambil mencari-cari sekrup yang bisa dilonggarkan.

"Silakan saja." William berhenti dari pekerjaannya dan memandangi wanita itu mulai membongkar mesin kopi yang sudah berumur lebih dari sepuluh tahun. Jarang sekali ada wanita yang memiliki kemampuan mekanikal dan memiliki salah satunya dalam jangkauan adalah sebuah kebetulan yang menyenangkan.

Setelah sekitar sepuluh menit mencari, akhirnya Mysha menemukan akar masalah. Sebuah biji kopi yang keras tersangkut pada penggiling yang kehilangan ketajamannya. Mysha mengambilnya dan dalam waktu lima menit, mesin itu kembali berfungsi normal.

"Los Planes atau Blue Mountain?" tanya WIlliam yang tiba-tiba saja sudah berada di sampingnya sambil membawa dua bungkus kopi.

"Uh, Blue Mountain," jawab Mysha sedikit kaget. Yang disebutkan oleh direktur itu adalah kopi-kopi termahal di dunia. Dia sendiri belum pernah mencicipinya, hanya pernah membaca artikel di majalah.

William segera membuka bungkusan yang terbuat dari kain berserat kasar dan memasukkan biji kopi itu ke dalam mesin. Mysha menyingkir memberikan ruang bagi pria itu mengoperasikan mesin kopi.

"Mesin ini dibeli ayahku ketika pertama kali menduduki kantor ini." Matanya terus memandang ke arah mesin yang sedang menggiling. "Tapi sudah waktunya diganti."

Mysha merasa melihat sedikit kesedihan di mata hijau William, begitu cepat hingga dia tidak yakin apakah penglihatannya benar. Kesunyian mengantung di antara mereka. Mysha bingung harus menjawab dengan apa.

"Apakah kau betah di sini?" tanya William lagi sambil menampung kopi cair hangat dengan cangkir keramik putih.

Mysha hanya menjawab dengan senyum karena tidak ingin berbohong.

"Jangan terlalu memikirkan Axel." William menyerahkan cangkir dan Mysha menerimanya sambil menatap heran, bagaimana William tahu apa yang terjadi? Apakah direktur itu memiliki mata-mata di seluruh lantai gedung?

"Dia memiliki reputasi yang tidak terlalu baik sebagai seorang pria tapi saya percaya dia dapat bersikap profesional." William kembali berkata sambil menyesap kopinya, membuat Mysha melakukan hal yang sama. Rasa kopi yang ringan tapi aroma harum langsung memenuhi indera penciumannya. Belum pernah dia merasakan kopi seenak ini. Mungkin dia perlu membeli sedikit sebagai pelepas stres.

"Kau juga adalah aset berharga bagi CLD, jangan biarkan hal-hal di luar pekerjaan mengganggumu."

"Baik." Mysha akhirnya dapat tersenyum, menyadari kepedulian William kepadanya sebagai bawahan. Akhirnya, ada orang di perusahaan ini yang mengakui kerja kerasnya, bukan memikirkan bagaimana membawanya ke ranjang. Rasa aman dan hormat seketika muncul begitu saja dalam hatinya. "Terima kasih atas kepercayaan Anda, Mr. Davis."

Mood Mysha membaik, secangkir kopi lezat ditambah dengan pengakuan dari pucuk pimpinan tertinggi adalah hal yang dia butuhkan. Setelah menghabiskan kopi dan sedikit penjelasan tentang rencana keuangan, Mysha diizinkan kembali ke kantornya untuk berkemas dan pulang. Wanita itu berjalan dengan suasana hati yang jauh lebih baik daripada saat dia melewati pintu kayu itu sebelumnya. Apalagi William baru saja memberi tahu kalau Axel akan pergi ke Bangkok pada penerbangan pertama esok pagi. Dia akan lolos dari pria itu selama beberapa hari.

Senyumnya tiba-tiba lenyap ketika melihat sebuah kotak hitam berpita hitam berisi mawar tergeletak di meja kerja.

Firasat buruk menggelayuti benak wanita berkacamata tersebut sehingga langkahnya pelan dan waspada. Dalam hati dia berharap kalau itu berasal dari Michael yang meminta maaf atau apalah tapi tubuhnya langsung lemas ketika dia membuka sebuah amplop putih yang terselip di sana.

"Kamu akan ikut ke Bangkok besok.
- Axel-"

HAHAHAHAH

Kira-kira apa yang akan terjadi selanjutnya?

Ada yang bisa menduga apa yang terjadi di Bangkok?

Atau malah ga jadi diculik?

Bagikan tebakan kalian di komen inline :p

Night with CEO menembus rank 100 besar!!! Whaaa! Makasih banyak buat dukungannya! Aku tetap menunggu vote dan komennya ^^ walau blm sempat membalas, aku selalu membaca komen yang masuk kok :D

Dukung CEO Project terus ya :3



Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top