Loving CEO 34 - Kecemburuan yang Terbakar
"Rupanya seseorang di sini tidak mengerti bahasa Inggris," ucap Michael tajam, menggenggam tangannya erat, siap meluncurkan pukulan kalau pria di hadapannya memaksa untuk bertemu Mysha.
"Dan seseorang tidak mengerti kapan dia harus mundur," balas Axel dengan sikap yang sama. Setelah kejadian kemarin, Axel tidak akan melepaskan Mysha lagi dan menghadapi Michael hanyalah hal kecil dibandingkan bayangan dia berpisah dari wanita itu.
"Silakan pergi, Mr. Delacroix. Kehadiranmu tidak diharapkan di sini."
"Bukankah harusnya aku yang berkata demikian, Mr. Johann--"
"Mike!" seru Mysha membuat kedua pria di hadapannya melirik ke arahnya yang sedang berjalan tergopoh.
Mysha langsung menempatkan dirinya di hadapan Michael, menatap pengacara itu dengan tatapan memohon. "Kita harus berbicara sebentar."
Alis Michael berkerut, menatap bergantian Mysha dan Axel. Firasatnya berkata bahwa sesuatu terjadi selama dia ke Washington D.C. untuk berurusan dengan kasus hukum di sana. Walau sebenarnya dia tidak ingin, Michael merasa harus mendengarkan cerita Mysha selama dia pergi. Kepalanya mengangguk samar.
"Mysh-"
Mysha menggeleng ke arah Axel, memberi tanda agar pria itu diam di sana sementara dia membawa Michael ke salah satu sudut lobi yang cukup jauh dari Axel, agar bisa berbicara dengan lebih tenang.
"Biar kutebak, pria brengsek itu berhasil meyakinkanmu," ucap Michael tajam.
Jari Mysha saling meremas dalam genggaman dan mengangguk pelan. "Dia menjelaskan semuanya, Mike. Tentang wanita itu dan masalah yang dia hadapi."
"Dan kamu percaya." Michael menutup mata frustrasi, mengutuki kebodohan Mysha walau wanita itu lulusan terbaik di angkatannya.
"Aku ingin memberikannya kesempatan, Mike." Mysha menatap penuh harap. "Kuharap kamu bersedia menghargai keputusanku."
Michael berdecak tajam. Dia menatap lekat ke arah Mysha sebelum akhirnya mendesah dan menepuk rambut perak itu pelan. "Aku menghargai keputusanmu, Mysh. Tapi bila sekali lagi dia menyakitimu, aku tidak segan untuk membawamu kembali ke ibumu. Lebih baik kamu berada di kota kecil daripada bertemu dengan pria brengsek di kota New York."
Mysha tersenyum. Kelegaan mengalir dalam hatinya. Memiliki seseorang yang menjaga dan melindunginya membuat wanita itu bersyukur memutuskan menerima pekerjaan di CLD. "Thanks, Mike. You are the best!"
Michael menghela napas sekali lagi ketika melihat Mysha berjalan menuju Axel. Senyum yang terkembang di wajah Mysha membuat pria itu ikut menaikkan ujung bibirnya. Namun matanya kembali tajam ketika bertatapan dengan Axel, memberikan sebuah kepastian bila pria itu kembali melukai Mysha, Michael akan membuat hidupnya menderita.
Axel menggenggam tangan Mysha ketika mereka berjalan masuk ke dalam sebuah kafe untuk makan siang. Mata birunya melembut ketika melihat Mysha bercerita bagaimana gadis itu menghabiskan masa kecilnya di Oregon. Hidupnya terasa lengkap ketika jari mereka bertaut dan suara Mysha mengalun membelai telinga. Senyum wanita itu membuat hati Axel menghangat dan bibir berwarna pink itu mengundang untuk dikecup ....
"Axel, mau makan apa?"
Pria itu terkesiap dari lamunannya, menyadari bahwa mereka sudah duduk di sebuah meja kecil dekat jendela dan Mysha memegang buku menu. Menutupi salah tingkah, Axel berdehem sebelum mengamati huruf-huruf kecil di depannya. Namun, sebelum sempat dia memilih, ponselnya bergetar. Axel mengambil Vertu dari saku dan melihat nama yang tertera di sana.
"Olivia?" tanya Mysha dengan wajah memucat.
Axel tersenyum menenangkan sambil mempererat genggamannya pada Mysha, sebelum mengangkat telepon. "Ada apa?" tanyanya dingin, menusuk tajam.
Mata biru Axel memandang Mysha sementara Olivia berceloteh. Tangan putih Mysha mulai berkeringat, membuat Axel meradang. Terkutuk Olivia yang membuat wanitanya merasa gelisah.
"Sudah kubilang, kita hanya akan ke dokter kandungan kenalanku," balas Axel dengan nada final.
"Sudah kuduga kamu mempunyai wanita lain." Suara Olivia tiba-tiba menjadi dingin. "Aku melihatmu sedang makan siang bersama wanita terburuk yang pernah kamu kencani, Ax. Tidak kusangka seleramu menjadi rendahan."
Mata Axel membulat mengamati jendela yang meloloskan cahaya lemah matahari musim gugur. Di balik kaca, kota New York bergerak cepat. Taksi, mobil dan ribuan orang berlalu lalang, mengejar waktu. Dia mencari-cari sosok yang mungkin dikenalnya. Olivia selalu mencolok di manapun dia berada, alasan mengapa dia menjadi model papan atas. Tapi kali ini Axel tidak menemukan bayangan wanita itu. Beberapa orang yang memakai kacamata dan topi menarik perhatiannya, namun tidak ada dari mereka yang menyerupai Olivia.
"Brengsek kamu, Oliv," desis Axel tajam sambil terus mencari-cari. "Mysha jauh lebih baik daripada dirimu yang menggunakan segala cara untuk menarikku kembali. Bahkan sampai menipu. Besok, ke dokter kandunganku dan kita selesaikan semuanya."
"Kita akan lihat, Ax. Siapa yang akan tertawa paling akhir."
Sambungan dimatikan dan hati Axel terasa panas. Hanya ketika Mysha balas menggenggamnya, pria itu dapat kembali ke kenyataan.
"Apakah semua baik-baik saja?" tanya Mysha berusaha menekan segala pikiran buruk. Hatinya terasa ngilu setiap kali wanita itu masuk ke dalam kehidupan Axel. Bayangan bahwa mereka pernah berbagi ranjang menggerogoti dirinya, membangun rasa benci dalam benak. Mysha menelan ludah, dia sudah memutuskan menerima Axel dan masa lalunya. Dia harus kuat.
"Semuanya baik-baik saja, Mysh." Axel tersenyum kecil, berusaha menenangkan. "Akan kupastikan wanita jalang itu tidak akan pernah mengganggu kita."
Mysha mengangguk walau keraguan masih menggantung kuat dalam pikiran. Bertanya-tanya, apakah akan ada Olivia lain yang akan berusaha merebut Axel? Mungkin Sarah, Brenda atau segudang nama perempuan. Pandangan wanita itu jatuh pada buku menu yang belum tersentuh. Bimbang.
"Mysh," panggil Axel lembut, membuat Mysha mengangkat kepala. "Hanya dirimu yang aku cintai."
Mysha tersenyum. Rasa hangat memenuhi benaknya. Kesungguhan Axel ketika mengucapkan kata sakral itu membuat dirinya kembali kuat. Satu anggukan kepala membuat Axel menatap dirinya dengan penuh terima kasih. Tangan kanan pria itu membelai pipi Mysha, mengantarkan sensasi geli yang merambat hingga ke dada.
"Aku bertanya-tanya," ucap Axel ketika mengantarkan Mysha menuju lobi apartmennya. "Kapan aku bisa mengantarmu hingga ke kamar."
Mysha langsung menahan napas, membayangkan Axel memasuki kamar tidurnya membuat seluruh dirinya meremang. Jantungnya berdetak kencang ketika membayangkan bibir mereka saling bertaut sementara Axel menggendongnya ke atas ranjang, merasakan wangi musk yang begitu maskulin memenuhi kamar kecilnya, bercampur gairah dan keringat ....
"Nanti." Mysha berkata, menghentikan pikiran liarnya, sambil tersenyum. Dalam hati berharap Axel tidak menyadari perubahan sikapnya. Mysha tidak bisa membayangkan bila Axel bisa mengintip isi kepalanya. Pria itu pasti bersorak-sorai bila tahu Mysha begitu menginginkannya.
"Aku berharap aku bisa segera mendapatkan kehormatan itu, mengingat Michael pernah melakukannya." Ada nada sebal dalam suaranya, membuat Mysha terkekeh. Dia sudah menceritakan semua yang terjadi ketika mereka saling menjauh pada Axel. "Aku akan menjemputmu besok pagi."
Axel membelai pelan pipi Mysha, enggan untuk beranjak. Namun akhirnya dia melepaskan sentuhannya dan tersenyum sekilas. "Naiklah ke atas."
Mysha menggeleng. "Tidak, kali ini aku yang melihatmu pergi."
Senyum Axel melebar dan mundur perlahan sebelum berbalik dan berjalan menuju mobilnya. Mysha menatap hingga sedan hitam itu menghilang di balik tikungan, meninggalkan rasa kehilangan pada hatinya. Setidaknya, besok mereka akan bertemu lagi. Setelah beberapa saat menatap jalanan kosong, Mysha memutuskan untuk masuk ke dalam. Namun, sebuah sedan berwarna merah berhenti di depan apartemennya membuat Mysha urung.
Pintu bagian penumpang terbuka dan sesosok wanita berambut pirang bergelombang sepanjang punggung keluar. Gaunnya sewarna dengan mobil, terbelah hingga ke paha, memamerkan kaki jenjang sementara coat sewarna capuchino memberikan kehangatan. Bibirnya penuh dipulas dengan lipstik merona. Tangannya begitu anggun ketika membuka kacamata hitam Gucci yang bertengger di hidungnya, menampilkan sepasang mata lentik di baliknya.
Mysha terkesiap. Dia adalah wanita yang mencium Axel di lobby.
Olivia.
Untuk apa dia mendatangi Mysha?
HALOOOO! Ketemu lagi dengan aku di sini!
Kira-kira apa yang akan dilakukan Oliv ke Mysha? Fufufufu! 🐍🐍🐍🐍
Dasar ular
Jangan lupa dukung CEO PROJECT dengan Voment yaaaa :3 tanpa kalian cerita ini hanya butiran debu 😂😂😂
Sampai jumpa kamis!
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top