Jealous CEO 18 - Between You and I
WRITTEN BY AstieChan
Badai perasaan memorak-porandakan dinding pertahanan yang selama ini dibangun oleh Mysha. Badai dahsyat yang disebabkan oleh senyuman tulus pria arogan di sampingnya. Senyum yang baru kali ini dilihatnya. Andai saja bibir itu lebih sering melengkungkan senyum seperti itu, bukan hanya senyum formal saat bertemu calon investor.
Benak Mysha kembali berkelana, kali ini ke suatu sabana. Hanya ada ia dan Axel, seperti saat ini. Mereka menghamparkan kain, berpikinik malam hari, berbaring menikmati hamparan gemintang di langit malam. Mysha akan bersandar di dada bidang Axel, lalu lelaki itu akan menunjukkan rasi-rasi bintang. Orion, Scorpion, dan Crux. Sementara Mysha berpura-pura melihat bintang yang ditunjuk oleh pria tampan itu, karena ia tak bisa menarik garis-garis khayal yang dibentuk oleh bintang-bintang itu.
"Are you hungry? Setelah ini, kita cari makan dulu, ya." Suara bariton Axel memecah lamunan Mysha dan menariknya kembali ke dunia nyata.
"Eh, ehm... Baik, Sir. Terserah Anda saja," jawab Mysha dengan nada formal. Ia sedang berusaha menghalau bayangan senyum Axel yang seolah menghipnotisnya dengan bersikap formal.
Axel benci Mysha yang terus-menerus bicara formal kepadanya. Mengapa ia tak bisa bersikap santai seperti saat bersama Micahel? Namun Axel menahan diri, ia mengepalkan tangannya kuat-kuat di dalam saku jasnya.
Tepat saat pertunjukkan Star Theatre berakhir, Rolex di tangan Axel sudah menunjukkan pukul 10.00 malam. Perutnya mulai memprotes minta diisi. Jika menuruti egonya, Axel tentu akan mengajak Mysha ke restoran mewah langganannya, tapi misi sedang tidak mengizinkannya untuk ke sana. Axel akan melakukan pendekatan dengan cara yang berbeda. Jika Axel selalu mengajak wanita menggunakan standarnya, kali ini dia akan menggunakan standar Mysha.
Axel mengendarai mobilnya membelah jalanan New York yang mulai lengang dengan perlahan, sengaja ingin menghabiskan waktu lebih lama dengan gadis berprinsip kuat yang telah membuatnya penasaran setengah mati. Saat melintas di depan restoran burger, Axel mengambil jalur drive thru untuk memesan dua porsi big burger, salad, dan dua minuman bersoda. Terlalu berisiko meninggalkan mobilnya di lingkungan tempat restoran itu berada, hingga Axel memilih layanan drive thru.
"Ini, makanlah!" ucap Axel sambil menyerahkan satu paket makanan dan minuman pada Mysha.
Mysha menerima paketnya, tapi urung dibukanya. Meskipun lapar, Mysha terlalu takut mengotori mobil super mewah itu dengan noda saus atau remah-remah roti yang terjatuh akibat gigitannya.
"Terima kasih. Mengapa Anda tidak makan?" tanya Mysha saat melihat Axel meletakkan makanannya di samping perseneling.
"Nanti saja, susah makan sambil menyetir. Jarak ke apartemenmu juga tak jauh lagi," kilahnya.
Nyaris saja Mysha tersedak, mendengar Axel menyebut kata apartemen. Ia memutar bola mata, menimbang-nimbang haruskah ia mengundang Axel untuk masuk ke apartemen? Mysha mengingat-ingat lagi kondisi apartemennya sebelum ditinggal bekerja, cukup rapi meskipun pagi ini ia belum sempat membersihkan. Namun apakah ia sanggup menahan godaan pesona Axel jika membiarkan pria itu masuk ke dalam wilayah privasinya? Hal yang paling ditakutkan Mysha jika membiarkan Axel masuk ke apartemennya adalah ia tak bisa mengendalikan keinginan di dalam dirinya agar Axel mencumbunya, menjelajah setiap inchi tubuhnya dengan ciuman panas yang akan membakar api gairah. Tidak! Mysha menggeleng, menghancurkan khayalan liar dalam benaknya.
Tak sampai sepuluh menit mobil hitam metalik itu telah sampai di parkiran apartemen Mysha.
"Apa boleh aku meminta sesuatu?" tanya Axel memecah kesunyian diantara mereka.
Mysha menoleh menatap wajah pria yang bagaikan pahatan sempurna sang maestro seni lantas kembali menatap kosong ke depan.
"Me-meminta apa?" tanyanya ragu. Benaknya dengan cepat memikirkan hal-hal yang mungkin diminta oleh Axel. A kiss? Tidak, Axel tak mungkin meminta izin untuk itu. Mysha merogoh saku blazernya, memastikan swiss army knife-nya siap digenggaman.
"Duduklah di sini dulu sampai aku selesai makan. Aku tidak suka makan sendiri," pinta Axel.
"Eh... Te-tentu saja, Sir," jawab Mysha sambil mengembuskan napas lega. Ia terlalu paranoid menghadapi Axel.
"Mengapa kau tidak makan? Makanlah! Apa kau tega membiarkanku makan sendirian?" tanya Axel melihat bungkusan paket berisi burger dan minuman yang masih rapi di tangan Mysha.
Mysha ragu. Ia memang lapar, tapi mana berani ia mengambil risiko mengotori mobil Axel. Di sisi lain, ia juga tak mungkin mengabaikan permintaan sederhana Axel untuk menemaninya makan. Dengan hati-hati akhirnya Mysha menghamparkan saputangan di atas roknya dan membuka bungkusan burger. Ia makan dengan sangat perlahan dan hati-hati, berusaha untuk tidak menjatuhkan remah-remah roti secuil pun.
Mereka berbincang-bincang ringan seputar politik dan kejadian-kejadian hangat yang menjadi topik berita populer sambil menghabiskan makanan.
"Kalau Anda sudah selesai, saya permisi masuk ke apartemen. Malam sudah cukup larut," ucap Mysha sambil memasukkan kembali makanannya yang belum habis. Lebih baik ia melanjutkan makannya nanti. Mysha memegang handle pintu mobil, lalu menatap Axel berharap dibukakan kunci otomatisnya.
"Tunggu sebentar," jawab Axel yang tanpa diduga Mysha justru keluar dari mobil dan membukakan pintu di sisi Mysha.
"Mari kuantar," ujar Axel. Ia mengangsurkan tangannya untuk membantu Mysha keluar dari mobilnya layaknya seorang gentlemen sejati.
"Tak perlu repot-repot Mr. Delacroix. Terima kasih sudah mengajak saya melihat pertunjukan galaksi terindah dan mengantar pulang," jawab Mysha.
"Axel. Biasakanlah memanggilku Axel," perintahnya.
Axel tentu saja mengabaikan permintaan Mysha, ia mengantar Mysha hingga ke lift apartemennya. Sambil menunggu pintu lift terbuka, Axel terus menggenggam tangan Mysha. Ia mencondongkan tubuh ke wajah Mysha hingga dapat merasakan deru napas wanita itu. Dari sudut matanya Axel melihat Mysha memejamkan matanya. Butuh kendali diri yang amat kuat bagi Axel untuk melawan keinginaan mengecup bibir ranum gadis berambut perak di hadapannya. Alih-alih ia berbisik di telinga Mysha.
"Sampai jumpa besok pagi. Kujemput kau pukul 07.20."
Lift berdenting membuka.
Seluruh tubuh Mysha meremang bersama kepergian Axel. Ya Tuhan, apa yang dilakukannya?! Ia bahkan mengira pria itu akan menciumnya, dan ia sungguh berharap lidah pria itu di dalam mulutnya.
Michael datang pagi-pagi sekali ke kantor CLD sebelum berangkat ke firma hukumnya. Ada beberapa dokumen penting yang menunggu tanda tangannya. Ia melihat mobil Mysha sudah terparkir di tempatnya. Michael tersenyum, ia akan mampir ke kantor Mysha sebelum naik ke kantornya.
Kantor CLD masih sepi, hanya office boy yang sudah mulai bekerja membersihkan meja dan mengantar gelas-gelas berisi air minum untuk para karyawan.
Michael mengetuk pintu bertuliskan General Manager. Sekali lagi diketuknya, tapi tak ada jawaban yang didengarnya.
"Maaf, Mr. Johanson, Miss Natasha belum datang." Office boy itu memberi tahu.
"Saya melihat mobilnya di parkiran. Apa mungkin ia sedang ke toilet?" tanya Michael lagi.
"Tidak, sejak datang tadi saya belum melihatnya. Biasanya Miss Natasha meminta kopi jika sudah datang," jawabnya.
"Baiklah, terima kasih," kata Michael sambil meninggalkan kantor Mysha.
Jika Mysha belum datang mengapa mobilnya bisa sudah ada di tempat parkir? Apa ada masalah dengan mobilnya? Michael segera kembali ke lobi. Ia memutuskan akan menunggu Mysha di sana.
Tepat pukul 07.20 Axel menelepon Mysha, mengabarkan jika ia telah menunggunya di parkiran apartemen.
"Selamat pagi, Mr. Delacroix. Maaf membuat Anda menunggu," sapa Mysha begitu duduk di dalam mobil.
"Axel," ralat Axel. "Sudah siap berangkat?" tanya Axel dari balik kemudi yang dijawab oleh anggukan mantap dan senyum oleh Mysha.
Lagu-lagu pop rock yang mengalun dari CD drive menemani perjalanan mereka yang lebih banyak dihiasi keheningan. Axel lebih berkonsentrasi mengemudi di tengah kepadatan lalu lintas pagi. Sementara Mysha masih enggan berbicara untuk menjaga jarak.
Sebuah pesan pengingat muncul di layar ponsel cerdas Axel.
Damn, Axel hampir saja melupakan undangan ini. Ia belum mempersiapkan apa pun untuk menghadiri pesta anniversary orang terpenting di NYC.
"Mysha, maukah kau menemaniku nanti malam ke pesta anniversary Pak Walikota. Kita akan mewakili CLD," pinta Axel yang lebih terdengar seperti perintah di telinga Mysha.
"Tapi... aku belum -" protes Mysha panik yang langsung dipotong oleh Axel.
"Please... Kau tak perlu khawatir, aku akan meminta butik langgananku menyiapkan gaun untukmu. Saat makan siang nanti kau bisa memilihnya. OK? Akan kujemput kau nanti malam, ya."
Mysha memijit keningnya. Meski agak memaksa, diakui Mysha, Axel telah berubah. Ia meminta Mysha mendampinginya ke pesta.
Oh Tuhan, apa lagi ini?! jerit batinnya. Haruskah ia pergi dengan Axel?
Mobil Axel tiba di gedung CLD lima belas menit kurang dari pukul delapan. Ia berjalan bersisian dengan Mysha dari parkiran menuju lift di lobi. Mencoba mencairkan suasana tegang yang akibat permintaan paksanya tadi, Axel berkelakar, melemparkan teka-teki yang disonteknya dari sebuah acara TV yang pernah ditontonnya.
Michael yang sejak tadi duduk menunggu Mysha sambil membaca koran pagi, segera berdiri, melemparkan koran itu sembarangan di atas sofa ketika mendengar suara tawa Mysha dari arah pintu masuk.
Betapa terkejut Michael saat pandangannya bersirobok dengan Axel yang berdiri di samping Mysha. Gadis itu terlihat lebih santai, tidak tegang seperti biasanya saat berada di dekat Axel. Michael mengalihkan pandangan penuh tanya ke arah Mysha.
Axel tersenyum miring, menjawab tatapan kesal Michael kepadanya. Dengan penuh kemenangan ia berjalan meninggalkan Michael dan Mysha. "Aku duluan, ya!"
"Kenapa kau datang bersamanya? Kalau perlu jemputan seharusnya kau meneleponku," kata Michael terdengar agak kesal.
"Sorry, Michael. Ini tidak seperti yang kaupikirkan. Aku bersama Axel, eh maksudku Mr. Delacroix karena semalam kami menghadiri meeting bersama. Karena aku tidak bawa mobil, maka dia mengantarku pulang dan menjemputku lagi pagi ini," jawab Mysha sedikit berbohong. Ia tidak ingin Michael marah dan salah paham, karena sebenarnya memang tidak ada yang terjadi antara dia dan Axel semalam.
"Jadi sekarang kau memanggilnya Axel?" tuntut Michael lagi.
Gawat, Mysha lagi-lagi terpeleset bicara.
"Eh, itu... itu karena Mr. Delacroix terus-menerus memintaku memanggil nama depannya," jawab Mysha. Kali ini ia bicara apa adanya.
"Baiklah. Aku hanya khawatir padamu. Tadi pagi ketika sampai di CLD, aku melihat mobilmu di tempat parkir. Tapi saat aku mampir ke kantormu, office boy bilang kau belum datang," kata Michael dengan senyuman yang mampu membuat pelangi di saat hujan.
"Terima kasih, Michael. Aku tidak apa-apa. Maaf membuatmu khawatir. Kau mau mampir ke kantorku?" tawar Mysha yang langsung disetujui oleh Michael.
Begitu duduk di kursi nyaman di depan meja Mysha, Michael mengeluarkan sebuah undangan berwarna merah dengan hiasan kupu-kupu emas di tengah dari dalam tas kerjanya.
"Mysha, apa kau punya acara malam ini? Aku mendapat undangan pesta anniversary dari Bapak Walikota. Bisakah kau menemaniku?" tanya Michael penuh harap.
Mysha menatap undangan cantik itu dan Michael secara bergantian. Kakinya tiba-tiba lemas, kepalanya berdentum-dentum, lidahnya kelu untuk berkata. Oh, Tuhan, apa yang harus kulakukan??? Jerit Mysha dalam hati.
Halo!!! Semoga kalian ga bosan ketemu denganku hahahaha! Chapter ini di private. Kalau kalian bisa membaca ini, makasih udah bersedia follow kami ^^
Jadi, Mysha akan ke pesta bareng siapa?
Axel
Michael
William
Mysha mengurung diri di rumah sambil nonton drama Korea
Sampai jumpa hari selasa :3 tetap dukung CEO Project dengan Vote dan Komen <3
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top